Senin, 28 Februari 2011

Skenario 1 Blok 2 Bioetika Humaniora

ABORSI,DIPANDANG DARI SEGI ETIKA DAN  HUKUM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aborsi merupakan salah satu topik yang selalu hangat diperbincangkan di berbagai kalangan masyarakat. Pada umumnya masyarakat Indonesia menganggap aborsi adalah hal yang tabu. Namun, bila dilihat dari cara pandang yang lain, terdapat banyak pendapat dan perdebatan mengenai hukum dilaksanakannya aborsi.
Pelaksanaan aborsi melibatkan banyak pihak dari berbagai profesi, terutama dokter, ahli agama, dan psikiater. Selain itu, aborsi tidak hanya mempengaruhi wanita yang diaborsi saja, namun juga keluarga dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, seorang dokter memiliki peran penting dalam kasus aborsi.
Pengetahuan dan ketrampilan menerapkan aspek etika, hukum, dan disiplin kedokteran dalam perilaku seorang dokter menunjukkan kemampuan profesionalnya. Profesionalisme seorang dokter tidak hanya diukur dari disiplin ilmu kedokteran saja,tetapi juga dari sikapnya dalam mempertimbangkan aspek etika dan hukum di dalam menghadapi setiap kasus, termasuk ketika menghadapi kasus aborsi.
Dalam skenario kali ini, kasus yang dihadapi adalah seorang anak perempuan berumur 13 tahun yang duduk di kelas 1 SMP hamil hampir 1bulan karena diperkosa. Korban mengalami depresi dan orangtua menginginkan kehamilan digugurkan. Setelah berkonsultasi ke dokter, dokter menyanggupi untuk melaksanakan praktik aborsi setelah mempertimbangkan aspek profesionalisme. Namun, orangtua masih bingung karena menurut mereka, agama dan hukum melarang aborsi.
Berdasarkan paparan di atas, laporan ini akan membahas tinjauan kasus aborsi dari sudut pandang kode etik kedokteran, sumpah dokter, segi disiplin, hukum, dan agama. Pemahaman tentang kasus aborsi sangat penting bagi mahasiswa pendidikan dokter dalam proses pembelajaran menjadi dokter yang professional dalam bertindak dan dalam menghadapi kasus-kasus kompleks yang mungkin dihadapi di masa depan.

BAB II
STUDI PUSTAKA

ABORSI
Aborsi adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa mempesoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya telah mencapai >500 gram atau umur kehamilan >20 minggu.
Klasifikasi Aborsi :
1. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis.
2. Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja digugurkan), yaitu:
a. Abortus provocatus medisinalis (atas indikasi medis)
b. Abortus provocatus criminalis (bukan indikasi medis)
(Obstetri Patologi FK Unpad, Ed.2 : 1, 2005)
Tindakan aborsi yang telah dilakukan oleh seorang wanita memiliki beberapa risiko terhadap kesehatan dan keselamatan. Seperti dijelaskan dalam buku “Fact of Life” oleh Brian Clowes, Ph.D. yaitu:
1. Kematian mendadak karena perdarahan hebat.
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation).
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Laceration) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
6. Kanker payudara (karena tidak seimbangnya hormone estrogen pada wanita).
7. Kanker indung telur (ovarian cancer), Kanker leher rahim (cervical cancer), dan Kanker hati (liver cancer).
8. Kelainan pada placenta (placenta previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan perdarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
9. Menjadi mandul atau tidak mampu mempunyai keturunan lagi.
10. Infeksi rongga panggul (pelvic inflammatory disease) dan endometriosis.

Ketentuan-ketentuan Abortus Buatan Dalam Perundang-undangan
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut :
• Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
• Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
• Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
• Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.
(Kitab Undang-undang Hukum Pidanan RI, Bab XIX)

Dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2009 disebutkan dalam:
• Pasal 75
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
• Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
• Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 7d “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk insani.” (MKEK IDI, 2006)

Fatwa MUI No.4 Tahun 2005 tentang Aborsi:
Pertama : Ketentuan Umum
1. Darurat adalah suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hamper mati.
2. Hajat adalah suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu maka ia akan mengalami kesulitan besar.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu.
2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat maupun hajat.
3. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi:
a. Perempuan hamil menderitan sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC, dan penyakit-penyakit fisiki berat lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter.
b. Dalam keadaan dimana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
4. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi:
a. Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kelak kalu lahir sulit disembuhkan.
b. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga, korban, dokter, ulama.
c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
5. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
(MUI, 2005)














BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan skenario, keputusan dilakukannya aborsi atau tidak tergantung pada tingkat depresi dari pasien. Jika depresi berat dan membahayakan nyawa pasien maka tindakan aborsi diperbolehkan. Hal ini dikarenakan aborsi diperbolehkan hanya jika dengan alasan medis, seperti: demi keselamatan sang ibu.
2. Keputusan dilakukannya aborsi secara legal harus dilakukan oleh tim dokter yang terdiri dari 2 atau lebih dua dokter ahli, ahli agama, psikiater, dan hanya dilaksanakan di rumah sakit yang sudah ditunjuk pemerintah.
3. Seorang dokter di Indonesia harus dapat menunjukkan sikap yang sesuai dengan Kode Etik Dokter Indonesia sesuai sumpah janji yang telah diucapkan. Menjaga kerahasiaan kepercayaan pasien, saling menghormati dalam hubungan dokter pasien, dan menunjukkan rasa empati dengan pendekatan yang menyeluruh kepada pasien. Selain itu, dalam mengambil keputusan seorang dokter harus berusaha sebaik-baiknya dengan mempertimbangkan aspek etik, agama, hukum, disiplin serta bertindak secara professional. dalam penanganan pasien sesuai standar profesi.
B. Saran
1. Dalam praktek sehari-hari untuk mengambil keputusan medis harus dilakukan hubungan dokter pasien, jika pasien belum dewasa bisa diwakilkan kepada orang tuanya, dokter selalu berperilaku professional dalam praktik kedokteran serta mendukung kebijakan kesehatan.
2. Seorang dokter harus selalu memperhatikan dan mengkaji setiap aspek etik, agama, hukum, dan disiplin dalam membuat keputusan medis.
3. Seorang dokter harus mempunyai prinsip berpegang kode etik kedokteran dalam mengambil keputusan yang selalu mempertimbangkan keselamatan pasien, keuntungan dan faktor resiko.

1 komentar: