Senin, 28 Februari 2011

Skenario 2 Blok 1 Budaya Ilmiah


PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP EVIDENCE-BASED MEDICINE
DALAM PROSES PENEGAKAN DIAGNOSIS 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Dalam dunia kedokteran, perkembangan informasi seputar dunia medis dan penyakit terus berkembang pesat. Oleh karena itu, seorang dokter harus selalu mengikuti perkembangan pengetahuan, tidak terkecuali dalam penegakan diagnosis. Seorang dokter harus memeriksa pasien dengan prosedur yang tepat sesuai dengan sebuh prinsip yang disebut EBM (Evidence-Based Medicine). EBM adalah sebuah pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang sahih yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada penderita yang sedang kita hadapi. EBM ini dijadikan dasar dalam melakukan diagnosis dan terapi. EBM yang digunakan untuk melakukan langkah diagnosis disebut Evidence-Based Medicine Diagnosis. Dalam skenario dua, seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun datang ke Puskesmas Rawat Inap dengan keluhan sesak napas. Riwayat penyakit sekarang adalah demam, kepala pusing, batuk-batuk disertai dahak, badan terasa sakit semua, dan mulai merasakan sesak napas pada hari kedua. Penderita tidak pernah merasa sakit seperti ini sebelumnya. Penderita bekerja di peternakan ayam, dimana banyak ternak yang mati mendadak. Lalu pasien dibawa ke Puskesmas dimana dokter A sedang bertugas. Dokter tersebut melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan diteruskan dengan menyarankan pemeriksaan penunjang di laboratorium di luar Puskesmas. Karena pasien merasa keberatan melakukan pemeriksaan laboratorium, ia datang ke praktik swasta dokter B. Dokter B melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik lalu langsung menentukan obatnya. Dari skenario ini, mahasiswa diharapkan mampu menentukan langkah mana yang benar antara yang dilakukan dokter A atau B berdasarkan prinsip EBM diagnosis yang benar sehingga dapat menegakkan diagnosis sebelum melakukan pengobatan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita oleh pasien?
2. Apa saja prinsip-prinsip EBM dalam penegakkan diagnosis?
3. Langkah dokter manakah yang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip EBM dalam menegakkan diagnosis? Dokter A atau Dokter B?

C. Tujuan

1. Mengetahui kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita oleh pasien.
2. Mengetahui prinsip-prinsip EBM dalam penegakkan diagnosis.
3. Mengetahui langkah dokter manakah yang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip EBM, dokter A atau dokter B.

D. Manfaat

1. Mengetahui bahwa gejala-gejala penyakit memiliki banyak kemungkinan diagnosis penyakit.
2. Mengetahui prinsip-prinsip EBM dan selanjutnya dapat mengacu kepada prinsip-prinsip tersebut dalam menegakkan diagnosis.
3. Menjadikan pembelajaran bagi kita, sebagai tenaga medis, agar tidak gegabah dan selalu mengacu pada prinsip-prinsip EBM dalam menegakkan diagnosis pada pasien.


BAB II 
STUDI PUSTAKA 

EBM (Evidence Based Medicine) EBM dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistematis dalam mencari, memilih, dan memakai bukti penelitian terkini sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan medis, atau lebih singkatnya sebagai penggunaan bukti terbaik untuk membuat keputusan mengenai perawatan dari pasien. (Kathmandu University Medical Journal, 2006, vol.4, no.3, issue 15, 383-389). EBM merupakan integrasi dari 3 unsur, yaitu bukti klinis (research evidence), keterampilan klinis (clinical expertise), serta Patient Values. Bukti klinis (research evidence) adalah bukti yang berdasarkan hasil riset klinis yang berorientasi kepada pasien. Keterampilan klinis (clinical expertise) adalah kemampuan kita untuk mengaplikasikan kemampuan klinis dan pengalaman kita. Patients values adalah pilihan, kepedulian, dan harapan dari setiap pasien. (Sackett, et al, 2001) Terdapat 5 langkah dalam menjalankan EBM, yaitu :
1. Mengajukan pertanyaan mengenai masalah yang timbul dalam merawat pasien (membuat pertanyaan klinis).
2. Mencari bukti-bukti melalui pencarian elektronik untuk menjawab pertanyaan.
3. Memilih dan memilah kualitas dan kebenaran dari bukti yang sesuai dengan metodologi.
4. Mengaplikasikan bukti yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
5. Mengevaluasi. (Biology and Medicine, vol.2 (1): 1-5,2010)

1. Membuat pertanyaan klinis

Pertanyaan yang diajukan harus spesifik. Pertanyaan tersebut ditunjukkan kepada literatur kesehatan. Pertanyaan yang baik dapat memperjelas intervensi (tes diagnosis, terapi), perbandingan (terapi A vs terapi B), dan hasil. Sebagai contoh, “Apa langkah terbaik untuk mengevaluasi seseorang dengan nyeri abdomen?” pertanyaan ini bukanlah pertanyaan yang baik. Contoh pertanyaan yang spesifik adalah, “Apakah CT atau USG yang lebih baik untuk mendiagnosis apendiksitis akut pada seorang pria berumur 30 tahun dengan nyeri abdomen bawah yang akut?”

2. Mengumpulkan bukti-bukti untuk menjawab pertanyaan

Seleksi berdasarkan studi yang relevan bisa didapatkan dari sebuah ulasan dari literatur (review of literature). Sumber yang direkomendasikan, (MEDLINE, The Cochrane Collaboration [treatment options], The National Guideline Clearinghouse, ACP Journal Club).

3. Memilih dan memilah kualitas dan kebenaran dari bukti yang sesuai dengan metodologi

Tidak semua studi ilmiah bernilai sama. Tipe studi berbeda memiliki kekuatan ilmiah dan pertanggungjawaban yang berbeda berdasarkan kualitas metodologi, validitas, dan hasil. Level of evidence terdiri dari 5 level. Level 1 adalah yang tertinggi kualitasnya dan menurun sebanding dengan kenaikan level. • Level 1 : systematic reviews or meta-analysis of randomized controlled trials and high-quality, single, randomized controlled trials • Level 2 : cohort studies • Level 3 : case-control studies • Level 4 : case series and poor-quality cohort and case-control studies • Level 5 : opini ahli yang tidak berdasarkan telaah kritis, tetapi berdasarkan pada fisiologi, bench research, atau prinsip-prinsip dasar. Sebaiknya kita memilih literatur atau jurnal berlevel 1 karena memiliki kualitas dan validitas yang terbaik. Tapi bukan berarti bukti berlevel 5 tidak dapat diikuti, hanya saja kekuatan dan validitasnya lebih lemah.

 4. Mengaplikasikan bukti yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan

Karena bukti terbaik yang tersedia telah diketahui oleh pasien dengan karakteristik berbeda daripada pertanyaan pasien, beberapa penilaian dibutuhkan. Sebagai tambahan, pasien berharap pemeriksaan dan terapi (aplikasi dari bukti) harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada. (The Merck Manual of Diagnosis and Therapy, 2010)

5. Mengevaluasi

Setelah mengaplikasikan bukti-bukti valid dari hasil telaah ilmiah, kemudian langkah selanjutnya adalah evaluasi hasil dari langkah 1 sampai langkah 4. EBM bertujuan untuk membantu dalam pembuatan keputusan berdasarkan bukti yang menggunakan metode ilmiah (Timmermans and Mauck, 2005) dan untuk memilih kualitas bukti tentang resiko dan manfaat dari terapi. (Elstein, 2004) Gejala-gejala Flu Burung (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI) Gejala pada manusia.
• Demam (suhu badan diatas 38o C)
• Batuk dan nyeri tenggorokan
• Radang saluran pernapasan atas
• Pneumonia • Infeksi mata
• Nyeri otot Gejala-gejala pneumonia (Pneumonia:health24:Disease A to Z)
• Radang tenggorokan
• Batuk kering sampai batuk berdahak
• Demam diatas 38.5ºC
• Keringat pada malam hari
• Napas cepat
• Nyeri dada
• Detak jantung yang cepat
• malaise

BAB III 
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Dari kasus pada skenario yang telah disebutkan, terdapat masalah yaitu perbedaan langkah yang dilakukan oleh dokter A dan dokter B dalam menangani penyakit yang diderita oleh pasien yang sama. Seperti yang kita ketahui, yang dilakukan pertama kali pada dalam mendiagnosis pasien sesuai EBM adalah fokus bertanya pada pada pasien (asking), namun perlu diingat bahwa yang ditanyakan oleh dokter adalah masalah yang diderita oleh pasien (patient-oriented), bukan penyakitnya (disease oriented). Kemudian setelah bertanya dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan fisik hingga penunjang jika memang diperlukan. Barulah dokter tersebut mencari berbagai telaah ilmiah yang akan digunakan untuk menegakkan diagnosis dari hasil anamnesis dah pemeriksaan tersebut. Dalam kasus pada skenario ini, kedua dokter telah melakukan langkah EBM diagnosis yang sama, yaitu anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tetapi terdapat perbedaan pada langkah selanjutnya, yaitu ketika dokter A memutuskan untuk melakukan pemeriksaan penunjang pada pasien sementara dokter B langsung menegakkan diagnosis dan memberikan terapi. Melihat latar belakang pasien yang bekerja di peternakan dan terdapat berita bahwa banyak unggas di peternakan itu yang mati mendadak serta gejala yang ditemukan pada pasien, memang seorang dokter akan curiga bahwa pasien itu kemungkinan terkena Flu Burung.

Tetapi apabila diurutkan secara benar langkah dari EBM diagnosis itu sendiri yang harus berdasar pada bukti-bukti yang sahih, maka seorang dokter tak bisa langsung mendiagnosa bahwa pasien itu terkena flu burung. Dari gejala yang didapat itupun akan memunculkan beberapa diagnosis banding dari penyakit yang mungkin diderita pasien. Bisa saja pasien itu terkena pneumonia ataupun tuberculosis dan bukan Flu Burung. Jadi, langkah yang sangat tepat dalam penganan kasus ini adalah langkah yang dipakai oleh dokter A, yaitu merujuk si pasien agar bisa melakukan pemeriksaan penunjang sehingga segera dapat ditegakkan diagnosis pasti dari penyakit tersebut. Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan ketika muncul diagnosis banding dari penyakit yang sedang ditegakkan diagnosisnya.

BAB IV 
PENUTUP 

A. Kesimpulan

Diagnosis merupakan kunci utama bagi seorang dokter untuk mengobati pasien. Dalam perumusan diagnosis haruslah melalui tahap-tahap yang disebut prinsip EBM diagnosis yang harus dilakukan oleh setiap dokter. Diagnosis yang telah diperoleh harus valid dan akurat karena diagnosis merupakan acuan bagi dokter untuk memberikan penanganan dan terapi pada tingkat lebih lanjut. Apabila diagnosis belum ditegakkan namun terapi sudah diberikan, hal ini dapat berakibat fatal bagi pasien. Maka penegakan diagnosis melalui prinsip – prinsip EBM mutlak diperlukan. Dalam skenario diceritakan dua orang dokter menegakkan diagnosis dengan cara yang berbeda. Dapat dikatakan seorang melakukan pemeriksaan penunjang, sedangkan satunya tidak. Padahal dalam kasus tersebut diperlukan adanya pemeriksaan penunjang karena kemungkinan penyakit yang diderita oleh pasien bercabang. Sehingga dokter yang melakukan pemeriksaan penunjang tepat dalam menegakkan diagnosis menggunakan prinsip-prinsip EBM.

B. Saran

Penegakkan diagnosis dengan metode EBM mutlak diperlukan bagi seorang dokter. Oleh karena itu, mahasiswa kedokteran sejak awal perlu ditekankan pendalaman materi tentang EBM diagnosis untuk melatih dan membiasakan penggunaan prinsip-prinsip EBM dalam penegakkan diagnosis sebagai bekal di masa mendatang.


DAFTAR PUSTAKA 

Andikari N., Sherestha S., Ansari I. 2006. Evidence Based Medicine.
Kathmandu University Medical Journal,vol. 4,No. 3,Issue 15, 383-389. Sevaraj S., Kumar Y.N.N.T., Elakiya M., Saraswathi P.c., Balaji D., Nagamani P., Krishna S.M. 2010.

Evidence-based Medicine – a new approach to teach medicine: a basic review for beginners. http://www.boilmedonline.com. (16 September 2010).

Health 24. 2008. Symptomps of TB. http://www.health24.com. (16 September 2010)

Sandrock C., Kelly T. 2007. Clinical Review: Update of Avian Influenza a Infections in Humans. http://ccforum.com/content/11/1/209. (16 September 2010) Infection Prevention Guidelines. 2009.
Twenty Seven Preventing Pneumonia. http://www.reproline.jhu.edu/english. (15 September 2010)

1 komentar:

  1. In summation to performances from the nominees for new melodious and
    revivification of a melodic, the touring companies of Mommy Mia!
    , Tee shirt Boys and Legally blond: The melodious volition

    My blog ... click Here

    BalasHapus