OBESITAS
DAN SINDROMA METABOLIK
BAB I
PENDAHULUAN
Saat
ini seiring dengan perkembangan jaman, semakin banyak penyakit baru yang
bermunculan. Hal ini tidak lepas dari berbagai faktor misalnya pola hidup
masyarakat yang semakin tidak sehat. Salah satu contoh penyakit yang sering
disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat ialah obesitas.
Sebagai
seorang dokter, kita harus mampu memahami penyebab serta penanganan pada pasien
yang mengalami obesitas atau kegemukan. Seorang dokter juga diharapkan mampu
melakukan serta menganalisis pemeriksaan untuk meegakkan diagnosis pasien yang
obesitas.
Obesitas
atau kegemukan ialah suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat
akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat menggangu kesehatan.
Obesitas sangat erat hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik
ialah satu kelompok kelainan metabolik yang, selain obesitas, meliputi
resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, resistensi insulin,
abnormalitas trigliserida dan homeostasis, disfungsi endotel dan hipertensi.
Pada
skenario kali ini, permasalahannya ialah mengenai sindrom metabolik pada pasien
obesitas. Berikut permasalahan dalam skenario kali ini:
Seorang wanita 40 tahun, datang ke puskesmas dengan
keluhan semakin gemuk. Dari anamnesis siketahui penderita mepunyai anak gemuk.
Dari pemeriksaaan fisik ditemukan tinggi badan 150 cm, berat badan 80 kg,
lingkar pinggang 100 cm, dan benjolan pada ruas ibu jari kanan. Pada
pemeriksaaan laboratorium gula darah puasa 120 mg/dL, trigliserida 350 mg/dL,
LDL 250 mg/dL, asam urat 10 mg/dL. Hasil pemeriksaan USG abdomen kesimpulannya
fattty liver.
Dari
permasalahan di atas penulis akan mencoba untuk mendiagnosis penyakit yang
terkait serta penyebab penyakit. Dan juga apakah ada kelainan dari hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang telah dilakukan.
BAB II
STUDI PUSTAKA
Seluruh
produk digesti umumnya mengalami proses metabolisme menjadi Asetil ko-A. Dimana
masing-masing sebelumnya telah diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Karbohidrat diubah menjadi gula sederhana (terutama glukosa) lalu menjadi
piruvat, protein diubah menjadi asam amino, dan lipid diubah menjadi asam lemak
dan gliserol, yang kemudian setelah menjadi Asetil Ko-A kemudian teroksidasikan
dalam siklus asam sitrat (siklus Krebs). ATP yang dihasilkan berasal dari
fosforilasi oksidatif dari produk siklus Krebs.
Dalam
siklus Krebs bila konsentrasi oksaloasetat rendah, maka asetil ko-A hanya
sedikit yang masuk ke dalam siklus Krebs, maka akan terbentuk Asetoasetil Ko-A
(reaksi bolak-balik). Oleh karena itu, yang terjadi adalah jalur pembentukan
benda keton. Benda keton selanjutnya akan dikirim ke jaringan ekstrahepatik
untuk dioksidasi sehingga menghasilkan energi.
Glukosa
dapat diubah menjadi glikogen (glikogenesis) dan lemak (lipogenesis). Bila
tubuh sedang tidak dalam waktu makan maka glikogen akan diubah kembali menjadi
glukosa (glikogenolisis) dan bekerja sama dengan ginjal serta mengubah
metabolit nonkarbohidrat lainnya menjadi glukosa (glukoneogenesis). Glikogenolisis
pada otot mengubah glikogen langsung menjadi piruvat dan asam laktat. Sedangkan
proses glikolisis mengubah glukosa menjadi piruvat dan asam laktat dan proses
glikogenolisis pada otot juga disebut proses glikolisis. (Sharma
AM et.al., 2007)
Setelah proses
absorpsi, semua monosakarida diangkut ke dalam hati oleh aliran darah. Glikogen
di dalam otot hampir seluruhnya digunakan untuk beraktifitas, namun glikogen
dalam hati disimpan, dan dihabiskan dalam waktu 12-18 jam setelah berpuasa.
(Shils, et.al., 2006). Glikogen hati
mencapai 6% berat basah sesudah makan, sedangkan glikogen otot hanya 1%-nya
saja. (Murray et.al., 2003).
Kadar
glukosa dalam darah diatur oleh otak, sehingga asupan diet yang masuk sangat
mempengaruhi pengaturannya. Apabila tubuh tidak mendapatkan asupan glukosa,
contohnya pada saat lapar atau berpuasa, otak dapat menyesuaikan penyediaan
glukosa darah, walaupun dapat menggunakan badan keton dari hasil pemecahan
lipid. (Shils et.al., 2006).
Lipid pada
nutrisi berupa triasilgliserol kemudian dihidrolisis menjadi monoasilgliserol
dan asam lemak di dalam intestinum, kemudian di reesterifikasi dalam mukosa
intestinum, yang kemudian dibungkus dengan protein yang kemudian menuju sistem
limfatik dan kemudian menuju aliran darah.
Asam lemak
bebas dalam plasma darah adalah hasil dari lipolisis triasilgliserol ke dalam
jaringan adiposa atau sebagai hasil kerja enzim lipoprotein lipase selama
pengambilan triasilgliserol plasma ke dalam jaringan tubuh. Dalam keadaan cukup
makan (kenyang), asam lemak bebas dalam plasma darah kadarnya rendah,
sebaliknya dalam waktu puasa kadarnya akan tinggi di dalam plasma darah.
Sedangkan kolesterol diangkut ke jaringan oleh LDL(kolesterol jelek), dan
kolesterol bebas dari jaringan diangkut oleh HDL(kolesterol baik). Semakin
tinggi nilai HDL maka baik untuk kesehatan ginjal dan hati, tetapi semakin
tinggi LDL maka semakin berbahaya untuk kesehatan ginjal dan hati. (Sharma
AM et.al., 2007)
Nukleoprotein
dalam makanan diubah menjadi asam nukleat, yang kemudian diubah menjadi
nukleotida. Nukleotida diubah kembali menjadi purin dan pirimidin bebas.
Kelebihan pirimidin tidak mengganggu fungsi tubuh, namun kelebihan purin yang
kemudian mengalami oksidasi menjadi asam urat, dapat menyebabkan arthritis
akut, pembentukan kristal natrium urat besar (TOPHI), kerusakan sendi kronis,
dan cedera pada ginjal. (Sharma AM et.al., 2007)
Fatty liver atau perlemakan hati adalah penumpukan lemak dalam sel hati
yang disajikan dari usus atau transfer lipid dari bagian tubuh lain. Fatty liver terjadi karena dua tipe,
yang pertama karena kelebihan asam lemak bebas di dalam darah, sehingga terjadi
penumpukan triasilgliserol di dalam hepar. Hal ini salah satunya terjadi karena
pemberian diet tinggi lemak. Tipe yang kedua adalah adanya penghambat metabolik
dalam produksi lipoprotein plasma, yang erat kaitannya dengan hambatan produksi
lipoprotein dalam darah. Oleh karena itu, memakan makanan yang berlemak tidak
dengan sediri menghasilkan fatty liver.
Faktor risiko fatty liver adalah peminum
alkhohol, obesitas, dan kelaparan, Diabetes mellitus, kortikosteroid, racun,
sindrom chusing, dan hiperlipidemia. (Murray et.al, 2003).
Obesitas merupakan suatu kondisi kronik akibat
akumulasi lemak tubuh (body fat) yang
abnormal, biasanya >20% dari individu dengan berat badan ideal. Dalam kondisi normal prosentase lemak tubuh
antara 25-30% pada wanita, dan 18-23% pada laki-laki. Bila pada wanita prosentase lemak tubuh >30 % dan laki-laki >25% dikatakan obese. Faktor-faktor biologi pada jaringan
adiposit mengatur terhadap rasa lapar dan metabolisme energi. Penderita
obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis, bentuk tubuh, dan
meminimalisasi gejala/keluhan, terutama yang berasal dari masalah fisik.
Obesitas terutama obesitas visceral harus
mendapatkan penanganan yang serius karena dapat menimbulkan permasalahan baik
individu dan masyarakat. Obesitas berhubungan dengan peningkatan penyakit
diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler. Seiring dengan
peningkatan indek masa tubuh ternyata diikuti oleh peningkatan kematian akibat
penyakit kardiovaskuler. Keberhasilan
penurunan berat badan antara 5-10% dapat memperbaiki faktor risiko penyakit
kardiovaskuler.
Beberapa faktor
yang berkontribusi terhadap terjadinya obesitas adalah:
Gen obesitas yang
mengatur sistem fisiologi terhadap peningkatan berat badan adalah :
Klasifikasi Obesitas Menurut WHO
INDEKS MASA TUBUH
|
KATEGORI
|
< 18,5
|
Berat badan kurang
|
18,5 - 24,9
|
Berat badan normal
|
25 - 29,9
|
Berat badan lebih
|
30 - 34,9
|
Obesitas I
|
35 - 39,9
|
Obesitas II
|
> 39,9
|
Obesitas III
|
Bagaimana cara menentukan
obesitas?
Berat
badan (Kg)
Indeks
Masa Tubuh = ——————–
Tinggi Badan (m2)
(Sukaton U, et.al.,1996)
Sindroma
metabolik merupakan kumpulan kondisi ukuran tubuh yang tidak sehat dan
ketidaknormalan hasil laboratorium yang menyebabkan individu memiliki risiko
yang tinggi terhadap penyakit kardiovaskular. Ciri-ciri dari penderita sindroma
metabolik adalah:
Secara
umum, semua kriteria yang diajukan memerlukan minimal tiga kriteria untuk
mendiagnosis sidroma metabolik atau sidrom resistensi insulin. (Torpy et.al., 2006).
Hasil
pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan angka normal normal:
(Price
and Wilson, 2005)
Prinsip
penatalaksaan obesitas adalah keseimbangan energi menjadi negatif untuk
menurunkan berat badan dan memelihara penurunan berat badan yang rendah
selamanya. Keberhasilan penurunan berat badan menurut WHO adalah jika terjadi
penurunan berat badan sebesar 5-15 % dari berat badan semula. Keberhasilan awal
dapat diperlihatkan jika terjadi penurunan berat badan sebesar 10% selama 6
bulan pertama.
Terapi diet direncanakan berdasarkan
individu. Hal ini bertujuan untuk membuat defisit 500-1000 kkal/hari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar