Senin, 23 Januari 2012

Skenario 1 Blok endokrin


SINDROMA METABOLIK
I.  PENDAHULUAN
i. LATAR BELAKANG
            Obesitas merupakan kelainan metabolik yang paling sering diderita manusia. Masyarakat sendiri sering tidak menganggap obesitas sebagai suatu penyakit, tetapi justru merupakan sesuatu yang wajar, bahkan karena ketidaktahuan, mereka menganggap obesitas sebagai tanda kemakmuran.
            Prevalensi kegemukan pada penduduk cukup tinggi. Pada penelitian di kelurahan Kayu Putih Jakarta Timur tahun 1993 didapatkan 39,1% responden laki-laki memiliki status gizi gemuk (BMI > 27 kg/m2) dan 52,3% responden wanita mempunyai BMI 25 kg/m2. Angka ini lebih tinggi dari survei yang dilakukan 10 tahun sebelumnya di kelurahan Koja Utara Tanjung Priok, yaitu 4,2% kegemukan pada responden laki-laki dan 17,1% kegemukan pada responden wanita.
            Obesitas memberikan hambatan-hambatan fisis, sosial dan psikologis. Orang gemuk mempunyai banyak kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik, sehingga mengurangi kesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan sosial. Penderita obesitas cenderung sering sakit. Dikarenakan terjadi kelainan metabolik yang disebabkan oleh besarnya lapisan lemak, dan semua gangguan metabolik yang berhasil diperiksa dapat diternagkan dengan penambahan lapisan lemak tersebut, dan yang akan menjadi normal kembali dengan pengurangan berat badan. Penderita obesitas dapat mengalami diabetes mellitus, hipertensi, gangguan kardiovaskular, hipoventilasi alveolar, batu empedu dan mejadi faktor risiko dari penyakit lainnya.
ii. RUMUSAN MASALAH
1. Gangguan insulin dan profil lemak pada pasien
2. Penyebab hipertensi, poliuria dan kesemutan pada pasien
3. Pasien pernah menderita gout arthritis
4. Anaknya menderita diabetes mellitus, dahulu gemuk sekarang kurus
5. Saudara laki-lakinya kaki kirinya pernah diamputasi dan sekarang dirawat karena minum glibenklamid 3 kali sehari, dan tidak mau makan
6. Profil lemak pasien semua naik kecuali HDL
7. Komplikasi pada penyakit pasien
iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Mengetahui fungsi fisiologis insulin dan kegunaannya dalam tubuh
2. Mengetahui gangguan pada kekurangan insulin
3. Mengetahui komplikasi penyakit diabetes mellitus
4. Mengetahui penyebab diabetes mellitus
II. STUDI PUSTAKA
            Pankreas terdiri atas dua jenis jaringan utama, yakni: (1) asini, yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam duodenum, dan (2) pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mensekresi insulin dan glukagon langsung ke dalam darah (Guyton, 1997).
            Pulau langerhans tersusun mengelilingi pembuluh kapiler kecil yang merupakan tempat penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut. Pulau Langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel alfa, beta, dan delta. Sel beta kira-kira 60 persen dari semua sel, terletak terutama di tengah dari setiap pulau dan mensekresi insulin. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 persen dari semua sel, mensekresi glukagon. Dan sel delta, yang merupakan 10 persen dari seluruh sel, mensekresikan somastotatin. Selain itu, paling sedikit terdapat satu jenis sel lain, yang disebut sel PP, yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam pulau langerhans dan mensekresikan hormon yang fungsinya masih diragukan yakni polipeptida pankreas (Guyton, 1997).
            Hormon adalah substansi kimia yang dihasilkan dalam tubuh oleh organ, sel-sel organ, atau sel yang tersebar, yang memiliki efek regulatorik spesifik terhadap aktivitas satu atau beberapa organ. Istilah ini semula digunakan untuk zat yang disekresikan oleh berbagai kelenjar endokrin dan ditransportasikan dalam aliran darah ke organ sasaran yang jauh, tetapi istilah ini kemudian digunakan untuk berbagai zat yang memiliki kerja yang sama tetapi tidak dihasilkan oleh kelenjar khusus (Dorland, 2002).
            Insulin disintesis oleh sel-sel beta dengan cara yang mirip dengan sintesis protein, yang biasanya dipakai oleh sel, yakni diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk preprohormon insulin. Preprohormon awal ini memiliki berat molekul kira-kira 11.500, namun selanjutnya akan melekat erat pada retikulum endoplasma untuk membentuk proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000; lebih lanjut sebagian besar proinsulin ini lalu melekat erat pada alat Golgi untuk membentuk insulin sebelum terbungkus dalam granula sekretorik. Akan tetapi, kira-kira seperenam dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk proinsulin. Proinsulin ini tidak memiliki aktivitas insulin (Guyton, 1997).
            Sewaktu insulin disekresikan ke dalam darah, hampir seluruhnya beredar dalam bentuk yang tidak terikat; waktu paruhnya dalam plasma rata-rata hanya 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim insulinase terutama di hati, sebagian kecil dipecah dalam ginjal dan otot, dan sedikit di jaringan yang lain (Guyton, 1997).
            Karbohidrat terdapat dala berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau monosakarida, dan unit-unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan dan dicerna menjadi monosakarida dan diabsorbsi, terutama dalam duodenum dan jejunum proksimal. Sesudah diabsorbsi kadar gula darah akan meningkat untuk sementara waktu dan kemudian akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar bergantung pada hati yang (1) mengekstraksi glukosa, (2) menyintesis glikogen, dan (3) melakukan glikogenolisis. Dalam jumlah yang lebih sedikit, jaringan perifer -otot dan adiposa- juga mempergunakan ekstrak glukosa sebagai sumber energi sehingga jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah (Price, 2006).
Untuk memberikan efek awal insulin pada sel target, insulin berikatan dan mengaktifkan suatu protein membran reseptor. Efek selanjutnya diakibatkan oleh reseptor yang diaktifkan, bukan insulin.
            Insulin menyebabkan membran menjadi sangat permeabel terhadap glukosa. Hal ini terutama terjadi pada sel-sel otot dan sel lemak tetap tidak terjadi pada sebagian besar sel neuron di dalam otak. Peningkatan permeabilitas terhadap glukosa selanjutnya membuat glukosa masuk dengan cepat ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa dengan cepat difosforilasi dan menjadi suatu zat yang diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat yang umum. Sebagai tambahan untuk meningkartkan permeabilitas membran terhadap glukosa, membran sel menjadi lebih permeabel terhadap banyak asam amino, ion kalium dan ion fosfat.
Dalam sehari, jaringan otot tidak bergantung pada glukosa untuk sumber energinya tetapi sebagian besar bergantung pada asam lemak. Alasan yang utama karena membran otot istirahat yang normal hanya sedikit permeabel terhadap glukosa kecuali bila dirangsang oleh insulin.
Insulin juga menyebabkan sebagian besar glukosa yang diabsorbsi sesudah makan segera disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Insulin menghambat fosforilasi hati, yang merupakan enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen dalam hati menjadi glukosa. Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Insulin juga meningkatkan enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen.
Bila jumlah glukosa yang masuk dalam sel hati lebih banyak daripada jumlah yang dapat disimpan sebagai glikogen atau digunakan untuk metabolisme sel hepatosit setempat, insulin akan memacu pengubahan semua kelebihan glukosa ini menjadi asam lemak. Sesudah ini, asam lemak dibentuk sebagai trigliserida dalam bentuk lipoprotein densitas sangat rendah dan ditransport dalam bentuk lipoprotein ini melalui darah ke jaringan adiposa dan ditimbun sebagai lemak. Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Insulin melakukannya terutama dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis.
Kemudian insulin menghambat kerja lipase sensitif hormon. Enzim inilah yang menyebahkan hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah dakan terhambat. Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel-sel lemak dengan cara yang sama seperti insulin meningkatkan pengangkutan glukosa ke sel-sel otot. Beberapa bagian glukosa ini lalu dipakai untuk mensintesis sedikit asam lemak, tetapi yang lebih penting adalah, glukosa ini dipakai untuk membentuk sejumlah besar α-gliserol fosfat. Bahan ini menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida yang merupakan bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, bila ada insulin, bahkan penyimpanan sejumlah besar asam-asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk lipoprotein hampir dihambat.
Glukosa difiltasi di glomerolus ginjal dan hampir seluruhnya direabsorbsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 180 mg/dL. Jika kadar glukosa serum naik melebihi kadar ini, glukosa tersebut akan keluar bersama urin yang dikenal sebagai glukosuria (Price, 2006).
III. DISKUSI / BAHASAN
Skenario
            Seorang penderita wanita usia 55 tahun berat badan 90 kg, tinggi badan 156 cm, tekanan darah 150/100 mmHg datang ke poliklinik Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta denga keluhan sering kencing atau poliuria dan kedua kaki terasa kesemutan. Sejak 2 tahun yang lalu penderita merasakan sering kencing sehari bisa 10 sampai 15 kali dan tidak pernah berobat ke dokter. Penderita 5 tahun yang lalu pernah menderita gout arthritis. Anaknya laki-laki umur 15 tahun pernah dirawat di rumah saki yang sama dikatakan sakit kencing manis atau diabetes mellitus. Anaknya sebelum menderita kencing manis, semula gemuk atau obes tetapi sekarang menjadi kurus. Saudara laki-lakinya umur 60 tahun kaki kirinya pernah diamputasi dan sekarang dirawat di rumah sakit karena minum glibenklamid pagi 1 tablet, siang 1 tablet dan sore 1 tablet dan tidak mau makan.
            Penderita sudah membawa hasil laboratorium : kolesterol total 250 mg/dl, trigliserida 350 mg/dl, HDL kolesterol 35 mg/dl, LDL kolesterol 215 mg/dl, ureum 70 mg/dl, creatinin 2,0 mg/dl  dan asam urat 10 mg/dl.
            Pada kasus ini pasien memiliki berat badan 90 kg dan tinggi 156 cm. Body Mass Index dari pasien ini 36,98 dan ini berarti pasien ini mengalami obesitas. Semua profil lipid mengalami kenaikan kecuali HDL. Penjelasan dari kenaikan profil lipid satu per satu akan dibahas kemudian.
             Lima tahun yang lalu penderita pernah menderita gout arthritis, yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik, sekurang-kurangnya ada sembilan gangguan, yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukkan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obatan tertentu.
            Masalah akan timbul jika terbentuk kristal-kristal monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan gout. Jika tidak diobati, endapan kristal akan menyebabkan kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan lunak.
            Anaknya laki-laki umur 15 tahun pernah dirawar di rumah sakit karena menderita diabetes mellitus. Dulu anaknya mengalami obesitas namun sekarang anaknya menjadi kurus. Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati.
            Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin atau sel-sel beta pankreas. Manifestasi klinis diabetes mellitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak. Tipe dari gen histokompatibilitas yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 misalnya adalan DW3 dan DW4
            Diabetes Mellitus tipe 2 memiliki pola familial yang kuat. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Ketidak normalan proreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dalam sel target. Hal ini disebabkan karena terdesaknya lokasi tempat reseptor oleh lemak. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.
            Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi imun. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan badan akan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.
            Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapat pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita  peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin mengalami polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap diekskresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.
            Karena kekurangan insulin (baik relatif maupun mutlak). Bila tidak ada insulin, semua efek insulin yang menyebabkan penyimpanan lemak, seperti yang tercantum di atas, akan berbalik. Efek yang paling penting adalah efek dari enzim lipase sensitif-hormon yang terdapat di dalam sel-sel lemak akan menjadi sangat aktif. Keadaan ini akan menyebabkan hidrolisis trigliserida yang disimpan, sehingga akan melepaskan banyak sekali asam lemak dan gliserol ke dalam sirkulasi darah. Akibatnya, konsentrasi asam lemak bebas plasma, dalam beberapa menit akan meningkat. Asam lemak bebas ini selanjutnya menjadi bahan energi utama yang terutama digunakan oleh seluruh jaringan tubuh selain otak. Oleh karena itu pada beberapa kasus, penderita yang dulunya gemuk akan menjadi kurus karena lemak digunakan sebagai sumber energi.
            Asam lemak yang berlebihan di alam plasma juga meningkatkan pengubahan beberapa asam lemak menjadi fosfolipid dan kolesterol, di dalam hati, yang merupakan dua bahan utama yang dihasilkan dari metabolisme lemak. Kedua bahan ini, bersama-sama dengan kelebihan trigliserida yang dibentuk pada waktu yang sama di dalam hati, kemudian dilepaskan ke dalam darah dalam bentuk lipoprotein. Kadang-kadang lipoprotein plasma meningkat sebanyak tiga kali lipat bila ada insulin, yang memberikan konsentrasi total dari lipid plasma yang lebih tinggi beberapa persen daripada konsentrasi normalnya sebesar 0,6 persen. Konsentrasi lipid yang tinggi ini –khususnya konsentrasi kolesterol yang tinggi- menyebabkan cepatnya perkembangan aterosklerosis pada penderita dengan diabetes parah.
            Kekurangan insulin juga menyebabkan terbentuknya asam asetoasetat secara berlebihan di sel-sel hati. Bila tidak ada insulin namun terdapat kelebihan asam lemak di dalam sel-sel hati, maka mekasnisme pengangkutan kartinin yang dipakai untuk mengangkut asam lemak ke dalam mitokondria menjadi sangat aktif. Di dalam mitokondria, proses oksidasi beta dari asam lemak selanjutnya berjalan sangat cepat, sehingga banyak sekali melepaskan asetil-KoA. Sebagian besar kelebihan asetil Ko-A ini dipadatkan untuk membentuk asam aseto asetat, yang selanjutnya dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Sebagian besar asam aseto asetat ini akan melewati sel-sel perifer, tempat asam aseto asetat diubah lagi  menjadi asetil KoA dan dengan cara yang biasa dapat digunakan lagi sebagai energi.
            Pada waktu yang sama, tidak adanya insulin, juga menekan pemakaian asam asetoasetat dalam jaringan perifer. Jadi, begitu banyaknya asam aseto asetat yang dilepaskan dari hati sehingga tidak semuanya dapat dimetabolisme oleh jaringan. Sebagian asam asetoasetat ini juga diubah menjadi asam β-hidroksibutirat dan aseton. Kedua bahan ini, bersama dengan asam asetoasetat disebut sebagai badan-badan keton, dan bila terdapat dalam jumlah besar dalam cairan tubuh, maka disebut ketosis. Asam asetoasetat dan asam β-hidroksibutirat dapat menyebabkan timbulnya asidosis yang parah, yang seringkali menimbulkan kematian. Yang pada diabetes mellitus tipe 2 tidak terjadi. Sebab seringkali penderita diabetes mellitus tipe 2 mampu memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup banyak untuk menghindari terjadinya ketosis.
            Pada kenaikan kadar gula darah akan terjadi dehidrasi jaringan. Hal ini sebagian terjadi karena glukosa tidak dapat dengan mudah berdifusi melewati pori-pori membran sel, dan naiknya tekanan osmotik dalam cairan ekstraseluler menyebabkan timbulnya perpindahan osmotik air keluar sel. Keluarnya glukosa dalam urin juga menimbulkan diuresis osmotik. Adalah efek dari glukosa dalam tubulus ginjal yang sangat mengurangi reabsorbsi cairan tubulus. Efek keseluruhan adalah kehilangan cairan yang sangat besar dalam urin, sehingga menyebabkan dehidrasi ekstraseluler, yang selanjutnya menimbulkan kompensatorik cairan intraselular.
            Pada diabetes mellitus terdapat risiko terjadi komplikasi jangka panjang, selain komplikasi-komplikasi metabolik akut karena kekurangan insulin absolut atau relatif. Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh kecil -mikroangiopati- dan pembuluh-pembuluh besar -makroangiopati-. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit. Lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran dasar.
            Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular kecil) dari arteriola retina. Akibatnya, perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina dapat menyebabkan kebutaan.
            Manifesteasi nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Pada tahap ini, pasien mungkin memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal.
            Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak dan kebutaan. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan meetabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson.
            Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperliloproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya keadaan ini dapat menyebabkan penyumbatas vaskular.
Saudara laki-lakinya sekarang dirawat di rumah sakit karena minum glibenklamid 3 kali sehari. Glibenklamid termasuk golongan obat antidiabetik oral derivat sulfonilurea. Derivat sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin di pankreas. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin di pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan perangsangan dengan glukosa, karena ternyata pada saat hiperglikemia gagal merangsang sekresi insulin dalam jumlah yang mencukupi, obat-obatan tersebut masih mampu merangsang sekresi insulin. Pada dosis tinggi, sulfonilurea menghambat penghancuran insulin oleh hati. Absorbsi derivat sulfoniluria dalam usus baik, sehingga dapat diberikan peroral. Setelah absorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein terutama albumin. Gejala saluran cerna antara lain berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung yang kadang-kadang terasa seperti pirosis substernal di daerah jantung. Jika kondisi demikian terjadi maka pasien akan kehilangan nafsu makan. Gejala ini dapat dikurangi dengan mengurangi dosis, memberikannya bersama makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis.
Dilihat dari keluarga pasien, perlu dicurigai pasien juga menderita diabetes mellitus. Sebab penyakit ini juga diturunkan melalui gen, baik faktor predisposisi ataupun kerusakan gen yang mengakibatan autoimun sel beta pankreas atau bahkan ketidakmampuan sel beta pankreas untuk memproduksi insulin.
Seperti telah dijelaskan di atas, pasien mengalami obesitas yang berpengaruh pada banyak hal. Tekanan darah pasien naik, disebabkan oleh karena kenaikan viskositas atau kekentalan darah karena kenaikan glukosa darah, sehingga kerja jantung terpacu lebih keras. Tambahan pula adanya kemungkinan terjadinya aterosklerosis, yang disebabkan kadar LDL dalam darah naik. LDL bertugas untuk membawa kolesterol ke jaringan perifer atau kapiler atau pembuluh darah dan ini mengakibatkan penumpukan lemak pada vasa darah sehingga mengakibatkan penyempitan pembuluh darah sehingga menaikkan tekanan darah. Kelainan ini juga mengganggu jalur poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa), yang meningkatkan produksi fruktosa dan sorbitol. Penimbunan sorbitol dan fruktosa pada saraf dapat mengakibatkan neuropati, juga dapat mengakibatkan retinopati, dan beberapa komplikasi lainnya. Kesemutan yang dirasakan ibu ini juga berkaitan dengan gangguan pada saraf karena gangguan jalur poliol.
Penderita mengeluh sering kencing juga diakibatkan oleh dehidrasi jaringan yang diakibatkan perbedaan tekanan osmotik sehingga merangsang tubuh untuk terus minum seperti telah dijelaskan sebelumnya.
            Pada kasus ini trigliserida mengalami kenaikan. Pembentukkan trigliserida membutuhkan insulin, juga untuk menjaganya tetap dalam bentuk trigliserida dibutuhkan insulin dalam jumlah yang mencukupi. Karena pada diabetes tipe I pasien mengalami gangguan sekresi karena kerusakan autoimun pada sel beta pankreas, maka kadar insulin menurun. Sedangkan pada diabetes tipe II kadar insulin dapat mengalami kenaikan, tetap atau menurun, sehingga dapat diambil kesimpulan pasien mengalami diabetes mellitus tipe II.
            Pasien mengalami hipertensi, diabetes mellitus tipe II, hiperlipidemia, dan obesitas. Sejumlah kelainan ini dapat digolongkan menjadi sebuah golongan yang dinamakan sindrom metabolik.
IV. KESIMPULAN
1. Diabetes terjadi akibat kekurangan insulin baik relatif maupun absolut
2. Faktor predisposisi diabetes mellitus diturunkan dalam pola familial yang kuat
3. Komplikasi diabetes terjadi akibat insufisiensi insulin yang berdampak luas dan sangat berbahaya
4. Dapat terjadi karena obesitas
V.SARAN
1. Biasakan pola hidup sehat
2. Lakukan pengobatan untuk menghindari komplikasi lebih lanjut

VI. DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman, 2006. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta , EGC, p : 1021
Ganiswarna, Sulistia G, 1995. Hormon dan Antagonis. Dalam : Farmakologi dan Terapi, 4th ed. Jakarta,  Gaya Baru, pp : 476-477
Guyton, Hall, 1997. Resistensi Tubuh Terhadap Infeksi : II. Imunitas dan Alergi. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta, EGC , pp : 555-577
Soeparman, Waspadji S, 1990. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam, 1st ed. Jakarta, Balai Penerbit FK UI, pp : 571-714
Pice, Sylvia A, 2006. Gangguan Sistem Endokrin dan Metabolik. Dalam : Patofisiologi, 6th ed. Jakarta, EGC, pp : 1259-1270

Tidak ada komentar:

Posting Komentar