SINDROMA
METABOLIK
I. PENDAHULUAN
i. LATAR
BELAKANG
Obesitas merupakan kelainan
metabolik yang paling sering diderita manusia. Masyarakat sendiri sering tidak
menganggap obesitas sebagai suatu penyakit, tetapi justru merupakan sesuatu
yang wajar, bahkan karena ketidaktahuan, mereka menganggap obesitas sebagai
tanda kemakmuran.
Prevalensi kegemukan pada penduduk
cukup tinggi. Pada penelitian di kelurahan Kayu Putih Jakarta Timur tahun 1993
didapatkan 39,1% responden laki-laki memiliki status gizi gemuk (BMI > 27
kg/m2) dan 52,3% responden wanita mempunyai BMI 25 kg/m2.
Angka ini lebih tinggi dari survei yang dilakukan 10 tahun sebelumnya di
kelurahan Koja Utara Tanjung Priok, yaitu 4,2% kegemukan pada responden
laki-laki dan 17,1% kegemukan pada responden wanita.
Obesitas memberikan
hambatan-hambatan fisis, sosial dan psikologis. Orang gemuk mempunyai banyak
kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik, sehingga mengurangi kesempatan untuk
mengikuti berbagai kegiatan sosial. Penderita obesitas cenderung sering sakit.
Dikarenakan terjadi kelainan metabolik yang disebabkan oleh besarnya lapisan
lemak, dan semua gangguan metabolik yang berhasil diperiksa dapat diternagkan
dengan penambahan lapisan lemak tersebut, dan yang akan menjadi normal kembali
dengan pengurangan berat badan. Penderita obesitas dapat mengalami diabetes mellitus,
hipertensi, gangguan kardiovaskular, hipoventilasi alveolar, batu empedu dan
mejadi faktor risiko dari penyakit lainnya.
ii. RUMUSAN
MASALAH
1.
Gangguan insulin dan profil lemak pada pasien
2.
Penyebab hipertensi, poliuria dan kesemutan pada pasien
3.
Pasien pernah menderita gout arthritis
4.
Anaknya menderita diabetes mellitus, dahulu gemuk sekarang kurus
5.
Saudara laki-lakinya kaki kirinya pernah diamputasi dan sekarang dirawat karena
minum glibenklamid 3 kali sehari, dan tidak mau makan
6.
Profil lemak pasien semua naik kecuali HDL
7.
Komplikasi pada penyakit pasien
iii. TUJUAN
DAN MANFAAT PENULISAN
1.
Mengetahui fungsi fisiologis insulin dan kegunaannya dalam tubuh
2.
Mengetahui gangguan pada kekurangan insulin
3.
Mengetahui komplikasi penyakit diabetes mellitus
4.
Mengetahui penyebab diabetes mellitus
II. STUDI
PUSTAKA
Pankreas terdiri atas dua jenis
jaringan utama, yakni: (1) asini, yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam
duodenum, dan (2) pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mensekresi
insulin dan glukagon langsung ke dalam darah (Guyton, 1997).
Pulau langerhans tersusun
mengelilingi pembuluh kapiler kecil yang merupakan tempat penampungan hormon
yang disekresikan oleh sel-sel tersebut. Pulau Langerhans mengandung tiga jenis
sel utama, yakni sel alfa, beta, dan delta. Sel beta kira-kira 60 persen dari
semua sel, terletak terutama di tengah dari setiap pulau dan mensekresi
insulin. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 persen dari semua sel, mensekresi
glukagon. Dan sel delta, yang merupakan 10 persen dari seluruh sel,
mensekresikan somastotatin. Selain itu, paling sedikit terdapat satu jenis sel
lain, yang disebut sel PP, yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam pulau
langerhans dan mensekresikan hormon yang fungsinya masih diragukan yakni
polipeptida pankreas (Guyton, 1997).
Hormon adalah substansi kimia yang
dihasilkan dalam tubuh oleh organ, sel-sel organ, atau sel yang tersebar, yang
memiliki efek regulatorik spesifik terhadap aktivitas satu atau beberapa organ.
Istilah ini semula digunakan untuk zat yang disekresikan oleh berbagai kelenjar
endokrin dan ditransportasikan dalam aliran darah ke organ sasaran yang jauh,
tetapi istilah ini kemudian digunakan untuk berbagai zat yang memiliki kerja
yang sama tetapi tidak dihasilkan oleh kelenjar khusus (Dorland, 2002).
Insulin disintesis oleh sel-sel beta
dengan cara yang mirip dengan sintesis protein, yang biasanya dipakai oleh sel,
yakni diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada
retikulum endoplasma untuk membentuk preprohormon insulin. Preprohormon awal
ini memiliki berat molekul kira-kira 11.500, namun selanjutnya akan melekat
erat pada retikulum endoplasma untuk membentuk proinsulin dengan berat molekul
kira-kira 9000; lebih lanjut sebagian besar proinsulin ini lalu melekat erat
pada alat Golgi untuk membentuk insulin sebelum terbungkus dalam granula
sekretorik. Akan tetapi, kira-kira seperenam dari hasil akhirnya tetap dalam
bentuk proinsulin. Proinsulin ini tidak memiliki aktivitas insulin (Guyton, 1997).
Sewaktu insulin disekresikan ke
dalam darah, hampir seluruhnya beredar dalam bentuk yang tidak terikat; waktu
paruhnya dalam plasma rata-rata hanya 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari
sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada
pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim insulinase terutama di
hati, sebagian kecil dipecah dalam ginjal dan otot, dan sedikit di jaringan
yang lain (Guyton, 1997).
Karbohidrat terdapat dala berbagai
bentuk, termasuk gula sederhana atau monosakarida, dan unit-unit kimia yang
kompleks, seperti disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan
dan dicerna menjadi monosakarida dan diabsorbsi, terutama dalam duodenum dan
jejunum proksimal. Sesudah diabsorbsi kadar gula darah akan meningkat untuk
sementara waktu dan kemudian akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan
fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar bergantung pada hati yang (1)
mengekstraksi glukosa, (2) menyintesis glikogen, dan (3) melakukan
glikogenolisis. Dalam jumlah yang lebih sedikit, jaringan perifer -otot dan
adiposa- juga mempergunakan ekstrak glukosa sebagai sumber energi sehingga
jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah
(Price, 2006).
Untuk memberikan efek awal insulin
pada sel target, insulin berikatan dan mengaktifkan suatu protein membran
reseptor. Efek selanjutnya diakibatkan oleh reseptor yang diaktifkan, bukan
insulin.
Insulin menyebabkan membran menjadi
sangat permeabel terhadap glukosa. Hal ini terutama terjadi pada sel-sel otot
dan sel lemak tetap tidak terjadi pada sebagian besar sel neuron di dalam otak.
Peningkatan permeabilitas terhadap glukosa selanjutnya membuat glukosa masuk
dengan cepat ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa dengan cepat difosforilasi dan
menjadi suatu zat yang diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat
yang umum. Sebagai tambahan untuk meningkartkan permeabilitas membran terhadap
glukosa, membran sel menjadi lebih permeabel terhadap banyak asam amino, ion
kalium dan ion fosfat.
Dalam sehari, jaringan otot tidak
bergantung pada glukosa untuk sumber energinya tetapi sebagian besar bergantung
pada asam lemak. Alasan yang utama karena membran otot istirahat yang normal
hanya sedikit permeabel terhadap glukosa kecuali bila dirangsang oleh insulin.
Insulin juga menyebabkan sebagian
besar glukosa yang diabsorbsi sesudah makan segera disimpan dalam hati dalam
bentuk glikogen. Insulin menghambat fosforilasi hati, yang merupakan enzim
utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen dalam hati menjadi glukosa. Insulin
juga meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Insulin juga
meningkatkan enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen.
Bila jumlah glukosa yang masuk
dalam sel hati lebih banyak daripada jumlah yang dapat disimpan sebagai
glikogen atau digunakan untuk metabolisme sel hepatosit setempat, insulin akan
memacu pengubahan semua kelebihan glukosa ini menjadi asam lemak. Sesudah ini,
asam lemak dibentuk sebagai trigliserida dalam bentuk lipoprotein densitas
sangat rendah dan ditransport dalam bentuk lipoprotein ini melalui darah ke
jaringan adiposa dan ditimbun sebagai lemak. Insulin juga menghambat
glukoneogenesis. Insulin melakukannya terutama dengan menurunkan jumlah dan
aktivitas enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis.
Kemudian insulin menghambat kerja
lipase sensitif hormon. Enzim inilah yang menyebahkan hidrolisis trigliserida
yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, pelepasan asam lemak
dari jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah dakan terhambat. Insulin
meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel-sel lemak dengan cara
yang sama seperti insulin meningkatkan pengangkutan glukosa ke sel-sel otot.
Beberapa bagian glukosa ini lalu dipakai untuk mensintesis sedikit asam lemak,
tetapi yang lebih penting adalah, glukosa ini dipakai untuk membentuk sejumlah
besar α-gliserol fosfat. Bahan ini menyediakan gliserol yang akan berikatan
dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida yang merupakan bentuk lemak yang
disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, bila ada insulin, bahkan
penyimpanan sejumlah besar asam-asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk
lipoprotein hampir dihambat.
Glukosa difiltasi di glomerolus
ginjal dan hampir seluruhnya direabsorbsi oleh tubulus ginjal selama kadar
glukosa dalam plasma tidak melebihi 180 mg/dL. Jika kadar glukosa serum naik
melebihi kadar ini, glukosa tersebut akan keluar bersama urin yang dikenal
sebagai glukosuria (Price, 2006).
III.
DISKUSI / BAHASAN
Skenario
Seorang penderita wanita usia 55
tahun berat badan 90 kg, tinggi badan 156 cm, tekanan darah 150/100 mmHg datang
ke poliklinik Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta denga keluhan sering kencing
atau poliuria dan kedua kaki terasa kesemutan. Sejak 2 tahun yang lalu
penderita merasakan sering kencing sehari bisa 10 sampai 15 kali dan tidak
pernah berobat ke dokter. Penderita 5 tahun yang lalu pernah menderita gout
arthritis. Anaknya laki-laki umur 15 tahun pernah dirawat di rumah saki yang
sama dikatakan sakit kencing manis atau diabetes mellitus. Anaknya sebelum
menderita kencing manis, semula gemuk atau obes tetapi sekarang menjadi kurus.
Saudara laki-lakinya umur 60 tahun kaki kirinya pernah diamputasi dan sekarang
dirawat di rumah sakit karena minum glibenklamid pagi 1 tablet, siang 1 tablet
dan sore 1 tablet dan tidak mau makan.
Penderita sudah membawa hasil
laboratorium : kolesterol total 250 mg/dl, trigliserida 350 mg/dl, HDL
kolesterol 35 mg/dl, LDL kolesterol 215 mg/dl, ureum 70 mg/dl, creatinin 2,0
mg/dl dan asam urat 10 mg/dl.
Pada kasus ini pasien memiliki berat
badan 90 kg dan tinggi 156 cm. Body Mass Index dari pasien ini 36,98 dan ini
berarti pasien ini mengalami obesitas. Semua profil lipid mengalami kenaikan
kecuali HDL. Penjelasan dari kenaikan profil lipid satu per satu akan dibahas
kemudian.
Lima tahun yang lalu penderita pernah
menderita gout arthritis, yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan
metabolik, sekurang-kurangnya ada sembilan gangguan, yang ditandai oleh
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia).
Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam
urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukkan asam urat yang berlebihan
atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau
pemakaian obat-obatan tertentu.
Masalah akan timbul jika terbentuk
kristal-kristal monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan
sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan reaksi
peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering
menyertai serangan gout. Jika tidak diobati, endapan kristal akan menyebabkan
kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan lunak.
Anaknya laki-laki umur 15 tahun
pernah dirawar di rumah sakit karena menderita diabetes mellitus. Dulu anaknya
mengalami obesitas namun sekarang anaknya menjadi kurus. Diabetes Mellitus
adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh
secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan
postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati.
Diabetes Mellitus tipe 1 adalah
penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada
akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi
insulin atau sel-sel beta pankreas. Manifestasi klinis diabetes mellitus
terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak. Tipe dari gen
histokompatibilitas yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 misalnya adalan DW3
dan DW4
Diabetes Mellitus tipe 2 memiliki
pola familial yang kuat. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi
insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari
sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya
kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselular yang menyebabkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada
pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat
ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan
abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa.
Ketidak normalan proreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya,
timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes
tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor
insulin dalam sel target. Hal ini disebabkan karena terdesaknya lokasi tempat
reseptor oleh lemak. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka
kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes
tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam
sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.
Manifestasi klinis diabetes mellitus
dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi imun. Pasien-pasien dengan
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya
berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria.
Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa
hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan
berat badan badan akan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia)
mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan
mengantuk.
Pasien dengan diabetes tipe 1 sering
memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria,
turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa
hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul
ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapat pengobatan segera.
Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya
penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya,
pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala
apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di
laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih
berat, pasien tersebut mungkin mengalami polidipsia, poliuria, lemah dan
somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak
defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap
diekskresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia
berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat
hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi untuk menormalkan kadar
glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer
terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal
atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar
glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.
Karena kekurangan insulin (baik
relatif maupun mutlak). Bila tidak ada insulin, semua efek insulin yang
menyebabkan penyimpanan lemak, seperti yang tercantum di atas, akan berbalik.
Efek yang paling penting adalah efek dari enzim lipase sensitif-hormon yang
terdapat di dalam sel-sel lemak akan menjadi sangat aktif. Keadaan ini akan
menyebabkan hidrolisis trigliserida yang disimpan, sehingga akan melepaskan banyak
sekali asam lemak dan gliserol ke dalam sirkulasi darah. Akibatnya, konsentrasi
asam lemak bebas plasma, dalam beberapa menit akan meningkat. Asam lemak bebas
ini selanjutnya menjadi bahan energi utama yang terutama digunakan oleh seluruh
jaringan tubuh selain otak. Oleh karena itu pada beberapa kasus, penderita yang
dulunya gemuk akan menjadi kurus karena lemak digunakan sebagai sumber energi.
Asam lemak yang berlebihan di alam
plasma juga meningkatkan pengubahan beberapa asam lemak menjadi fosfolipid dan
kolesterol, di dalam hati, yang merupakan dua bahan utama yang dihasilkan dari
metabolisme lemak. Kedua bahan ini, bersama-sama dengan kelebihan trigliserida
yang dibentuk pada waktu yang sama di dalam hati, kemudian dilepaskan ke dalam
darah dalam bentuk lipoprotein. Kadang-kadang lipoprotein plasma meningkat
sebanyak tiga kali lipat bila ada insulin, yang memberikan konsentrasi total
dari lipid plasma yang lebih tinggi beberapa persen daripada konsentrasi
normalnya sebesar 0,6 persen. Konsentrasi lipid yang tinggi ini –khususnya
konsentrasi kolesterol yang tinggi- menyebabkan cepatnya perkembangan
aterosklerosis pada penderita dengan diabetes parah.
Kekurangan insulin juga menyebabkan
terbentuknya asam asetoasetat secara berlebihan di sel-sel hati. Bila tidak ada
insulin namun terdapat kelebihan asam lemak di dalam sel-sel hati, maka
mekasnisme pengangkutan kartinin yang dipakai untuk mengangkut asam lemak ke
dalam mitokondria menjadi sangat aktif. Di dalam mitokondria, proses oksidasi
beta dari asam lemak selanjutnya berjalan sangat cepat, sehingga banyak sekali
melepaskan asetil-KoA. Sebagian besar kelebihan asetil Ko-A ini dipadatkan
untuk membentuk asam aseto asetat, yang selanjutnya dilepaskan ke dalam
sirkulasi darah. Sebagian besar asam aseto asetat ini akan melewati sel-sel
perifer, tempat asam aseto asetat diubah lagi
menjadi asetil KoA dan dengan cara yang biasa dapat digunakan lagi
sebagai energi.
Pada waktu yang sama, tidak adanya
insulin, juga menekan pemakaian asam asetoasetat dalam jaringan perifer. Jadi,
begitu banyaknya asam aseto asetat yang dilepaskan dari hati sehingga tidak
semuanya dapat dimetabolisme oleh jaringan. Sebagian asam asetoasetat ini juga
diubah menjadi asam β-hidroksibutirat dan aseton. Kedua bahan ini, bersama dengan
asam asetoasetat disebut sebagai badan-badan keton, dan bila terdapat dalam
jumlah besar dalam cairan tubuh, maka disebut ketosis. Asam asetoasetat dan
asam β-hidroksibutirat dapat menyebabkan timbulnya asidosis yang parah, yang
seringkali menimbulkan kematian. Yang pada diabetes mellitus tipe 2 tidak
terjadi. Sebab seringkali penderita diabetes mellitus tipe 2 mampu memproduksi
insulin dalam jumlah yang cukup banyak untuk menghindari terjadinya ketosis.
Pada kenaikan kadar gula darah akan
terjadi dehidrasi jaringan. Hal ini sebagian terjadi karena glukosa tidak dapat
dengan mudah berdifusi melewati pori-pori membran sel, dan naiknya tekanan
osmotik dalam cairan ekstraseluler menyebabkan timbulnya perpindahan osmotik
air keluar sel. Keluarnya glukosa dalam urin juga menimbulkan diuresis osmotik.
Adalah efek dari glukosa dalam tubulus ginjal yang sangat mengurangi reabsorbsi
cairan tubulus. Efek keseluruhan adalah kehilangan cairan yang sangat besar
dalam urin, sehingga menyebabkan dehidrasi ekstraseluler, yang selanjutnya
menimbulkan kompensatorik cairan intraselular.
Pada diabetes mellitus terdapat
risiko terjadi komplikasi jangka panjang, selain komplikasi-komplikasi
metabolik akut karena kekurangan insulin absolut atau relatif. Komplikasi
vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh kecil
-mikroangiopati- dan pembuluh-pembuluh besar -makroangiopati-. Mikroangiopati
merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf
perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit. Lesi-lesi ini ditandai
dengan peningkatan penimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia
dari membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia menyebabkan
bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran dasar.
Manifestasi dini retinopati berupa
mikroaneurisma (pelebaran sakular kecil) dari arteriola retina. Akibatnya,
perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina dapat menyebabkan kebutaan.
Manifesteasi nefropati berupa
proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus berlanjut,
pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Pada tahap ini, pasien
mungkin memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal.
Neuropati dan katarak disebabkan
oleh gangguan jalur poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa) akibat kekurangan
insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan
pembentukan katarak dan kebutaan. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan
sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan
neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan
meetabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson.
Makroangiopati diabetik mempunyai
gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh
penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperliloproteinemia dan kelainan
pembekuan darah. Pada akhirnya keadaan ini dapat menyebabkan penyumbatas
vaskular.
Saudara laki-lakinya sekarang
dirawat di rumah sakit karena minum glibenklamid 3 kali sehari. Glibenklamid
termasuk golongan obat antidiabetik oral derivat sulfonilurea. Derivat
sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin di pankreas. Penurunan
kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian sulfonilurea disebabkan oleh
perangsangan sekresi insulin di pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan
perangsangan dengan glukosa, karena ternyata pada saat hiperglikemia gagal
merangsang sekresi insulin dalam jumlah yang mencukupi, obat-obatan tersebut
masih mampu merangsang sekresi insulin. Pada dosis tinggi, sulfonilurea
menghambat penghancuran insulin oleh hati. Absorbsi derivat sulfoniluria dalam
usus baik, sehingga dapat diberikan peroral. Setelah absorbsi, obat ini
tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada
protein terutama albumin. Gejala saluran cerna antara lain berupa mual, diare,
sakit perut, hipersekresi asam lambung yang kadang-kadang terasa seperti
pirosis substernal di daerah jantung. Jika kondisi demikian terjadi maka pasien
akan kehilangan nafsu makan. Gejala ini dapat dikurangi dengan mengurangi
dosis, memberikannya bersama makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis.
Dilihat dari keluarga pasien,
perlu dicurigai pasien juga menderita diabetes mellitus. Sebab penyakit ini
juga diturunkan melalui gen, baik faktor predisposisi ataupun kerusakan gen
yang mengakibatan autoimun sel beta pankreas atau bahkan ketidakmampuan sel
beta pankreas untuk memproduksi insulin.
Seperti telah dijelaskan di atas,
pasien mengalami obesitas yang berpengaruh pada banyak hal. Tekanan darah
pasien naik, disebabkan oleh karena kenaikan viskositas atau kekentalan darah
karena kenaikan glukosa darah, sehingga kerja jantung terpacu lebih keras.
Tambahan pula adanya kemungkinan terjadinya aterosklerosis, yang disebabkan
kadar LDL dalam darah naik. LDL bertugas untuk membawa kolesterol ke jaringan
perifer atau kapiler atau pembuluh darah dan ini mengakibatkan penumpukan lemak
pada vasa darah sehingga mengakibatkan penyempitan pembuluh darah sehingga
menaikkan tekanan darah. Kelainan ini juga mengganggu jalur poliol
(glukosa-sorbitol-fruktosa), yang meningkatkan produksi fruktosa dan sorbitol.
Penimbunan sorbitol dan fruktosa pada saraf dapat mengakibatkan neuropati, juga
dapat mengakibatkan retinopati, dan beberapa komplikasi lainnya. Kesemutan yang
dirasakan ibu ini juga berkaitan dengan gangguan pada saraf karena gangguan
jalur poliol.
Penderita mengeluh sering kencing
juga diakibatkan oleh dehidrasi jaringan yang diakibatkan perbedaan tekanan
osmotik sehingga merangsang tubuh untuk terus minum seperti telah dijelaskan
sebelumnya.
Pada kasus ini trigliserida
mengalami kenaikan. Pembentukkan trigliserida membutuhkan insulin, juga untuk
menjaganya tetap dalam bentuk trigliserida dibutuhkan insulin dalam jumlah yang
mencukupi. Karena pada diabetes tipe I pasien mengalami gangguan sekresi karena
kerusakan autoimun pada sel beta pankreas, maka kadar insulin menurun.
Sedangkan pada diabetes tipe II kadar insulin dapat mengalami kenaikan, tetap
atau menurun, sehingga dapat diambil kesimpulan pasien mengalami diabetes
mellitus tipe II.
Pasien mengalami hipertensi,
diabetes mellitus tipe II, hiperlipidemia, dan obesitas. Sejumlah kelainan ini
dapat digolongkan menjadi sebuah golongan yang dinamakan sindrom metabolik.
IV.
KESIMPULAN
1.
Diabetes terjadi akibat kekurangan insulin baik relatif maupun absolut
2.
Faktor predisposisi diabetes mellitus diturunkan dalam pola familial yang kuat
3.
Komplikasi diabetes terjadi akibat insufisiensi insulin yang berdampak luas dan
sangat berbahaya
4. Dapat
terjadi karena obesitas
V.SARAN
1.
Biasakan pola hidup sehat
2.
Lakukan pengobatan untuk menghindari komplikasi lebih lanjut
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman, 2006. Kamus
Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta , EGC, p : 1021
Ganiswarna,
Sulistia G, 1995. Hormon dan Antagonis.
Dalam : Farmakologi dan Terapi, 4th
ed. Jakarta, Gaya Baru, pp : 476-477
Guyton,
Hall, 1997. Resistensi Tubuh Terhadap
Infeksi : II. Imunitas dan Alergi. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta, EGC ,
pp : 555-577
Soeparman,
Waspadji S, 1990. Ilmu Penyakit Endokrin
dan Metabolik. Dalam: Ilmu Penyakit
Dalam, 1st ed. Jakarta, Balai Penerbit FK UI, pp : 571-714
Pice,
Sylvia A, 2006. Gangguan Sistem Endokrin
dan Metabolik. Dalam : Patofisiologi,
6th ed. Jakarta, EGC, pp : 1259-1270
Tidak ada komentar:
Posting Komentar