I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fisiologis manusia adalah suatu hal yang
sangat kompleks dan rumit. Setiap jaringan, organ, bahkan setiap sel mempunyai
kerja yang spesifik untuk mendukung fisiologis tubuh manusia. Sebagai contoh
perbuatan fisiologis adalah, keinginan mencari makanan ketika lapar dan
keinginan mencari minuman ketika haus. Hal tersebut adalah sebuah respons
fisiologis yang dapat dikatakan tubuh secara otomatis akan meresponnya dan
akhirnya tubuh akan melakukan tindakan makan dan minum. Begitu pula dengan
organ yang bekerja dalam tubuh manusia yang tugasnya adalah untuk mensekresikan
hormon. Hormon adalah suatu zat yang dapat bekerja dan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan.
Kelenjar tiroid adalah salah satu
contoh dari kelenjar yang mensekresikan hormon yang sangat penting untuk masa
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, bahkan tidak hanya anak-anak ada pula
kelainan yang diakibatkan akibat ketidaknormalan sekresi hormon ini yang
diderita oleh orang dewasa. Pada anak dapat menyebabkan kekerdilan dan
retardasi mental sedangkan pada orang dewasa akan mengakibatkan eksoftalmus dan
sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
fisiologis dari kelenjar tiroid dan hormon tiroid?
2.
Bagaimanakah
patofisiologis dari hormon tiroid?
3.
Apakah
yang dimaksud radang tiroid?
4.
Apakah
yang dimaksud dengan Grave’s Disease?
5.
Apakah
yang dimaksud dengan hipertiroidisme dan hipotiroidisme?
6.
Bagaimanakah
mekanisme gejala dari hipertiroidisme?
7.
Bagaimana
interpretasi hasil lab pada skenario dengan diagnosis?
8.
Bagaimanakah
penatalaksanaan dan prognosis dari pasien yang berkaitan dengan kasus?
9.
Bagaimanakah
pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis?
C. Tujuan dan Manfaat Pembelajaran
1.
Memahami
fisiologis dari kelenjar tiroid dan hormon yang dihasilkan.
2.
Memahami
patofisiologis dari hormon tiroid.
3.
Mengetahui
yang dimaksud dengan radang tiroid.
4.
Mengetahui
dan memahami tentang Grave’s Disease.
5.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan hipertiroidisme dan hipotiroidisme.
6.
Mengetahui
dan memehami mekanisme gejala dari hipertiroidisme.
7.
Memahami
interpretasi hasil laboratorium pada skenario dengan diagnosis.
8.
Mengetahui
penatalaksanaan dan prognosis dari pasien, yang berkaitan dengan kasus.
9.
Mengetahui
pemeriksaan penunjang yang diterapkan sebagai penunjang dalam penegakan diagnosis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tiroid
Kelenjar tiroid
berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua.
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher (cartilagothyroidea), dibagi menjadi dua lobus yang dihubungkan
dengan isthmus yang menutupi cincin
trakea 2 dan 3. Secara anatomis pada bagian posterior dari tiroid terdapat
kelenjar lagi yaitu kelenjar paratiroid. Dari 2 pasang kelenjar paratiroid,
sepasang kelenjar menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi
di lobus medius, sedangkan nervus
laringeus rekurens berjalan sepanjang trakea di belakang dari tiroid
(Sudoyo, 2006).
Kelenjar tiroid mensekresikan
beberapa hormon yaitu Tiroksin (T4), Triiodotironin (T3),
dan Kalsitonin. Kira-kira 93 % hormon-hormon aktif metabolisme yang
disekresikan oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin dan 7 % triiodotironin. Akan
tetapi, hampir semua dari tiroksin diubah menjadi triiodotironin di dalam
jaringan, sehingga secara fungsional keduanya penting (Guyton, 1997). T3
dibentuk pula dalam jaringan perifer dengan cara deiodinasi. Triiodotironin
lebih aktif dibandingkan dengan tiroksin. T3 dan T4
dibentuk dalam koloid dengan cara yodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang
tergabung dengan ikatan peptida pada tiroglobulin (Ganong, 1990). Proses
sintesis lebih rinci dapat dijabarkan menjadi: 1). Transpor I-
(iodida). 2). Tahap oksidasi, sintesis tiroglobulin dan yodinasi. 3). Tahap coupling. 4). Tahap
penimbunan/pengendapan (storage). 5).
Tahap deyodinasi, resorbsi. 6). Tahap proteolisis. 7). Tahap pengeluaran hormon
dari kelenjar tiroid (sekresi) (Sudoyo, 2006). Yodida bersamaNatrium diserap
oleh transporter yang terletakpada membran plasma basal sel folikel. Proses ini
distimulasi oleh TSH sehingga mampu meningkatkan konsentrasi yodium intrasel.
Tiroglobulin sendiri adalah glikoprotein yang disintesis pada retikulum
endoplasma tiroid dan glikosilasinya terdapat pada aparat golgi. Adapun protein
lain yang juga menjadi kunci dan sangat berperan adalah Tiroperoksidae (TPO) (Sudoyo, 2007).
Sekresi hormon tiroid dipengaruhi
oleh TSH. TSH adalah suatu glikoprotein yang mengandung 211 residu asam amino,
ditambah heksosa, heksosamin, dan asam sialat. TSH terdiri dari 2 subunit yang diberi tanda
alpha dan beta. Struktur TSH-α adalah identik dengan subunit α dari LH dan FSH.
Ciri khas fungsional TSH dinyatakan oleh adanya subunit β (Ganong, 1990).
B. Hipertiroidisme
Istilah
tirotoksikosis dan hipertiroidisme sering dipertukarkan. Tirotoksikosis
berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila
suatu jarinagn memberikan hormon tiroid berlebihan (Mansjoer, 2001).
Tirotoksiskosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
pada sirkulasi (Sudoyo, 2006). Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis sebagai
akibat produksi hormon tersebut (Mansjoer, 2001., Sudoyo, 2007).
Pengobatan hipertiroidisme dapat
diberikan: 1). Obat Anti-Tiroid, kelompok derivat tiomidazol dan derivat tiourasil
(propiltiourasil) dengan dosis 50 mg/100 mg yang akan menghambat proses organifikasi
dan reaksi autoimun, tetapi PTU terdapat efek tambahan yaitu menghambat
konversi T3 menjadi T4 di perifer. 2). Tiroidektomi,
prinsip umumnya operasi baru dapat dijalankan dengan pasien eutiroid baik
klinis maupun biokimiawi. 3). Yodium Radioaktif, untuk menghindari pasien dalam
keadaan eutiroid. Dosis RAI berbeda, ada yang langsung dengan dosis besar lalu
ditambahkan tiroksin sebagai substitusi dan RAI mempunyai efek samping yaitu
radiasi, karsinoma, leukemia, dan sebagainya (Sudoyo, 2007). Pemeriksaan
penunjang yang dapat membantu menegakan diagnosis adalah indeks wayne, indeks
new castle, uji TSHs, uji kadar FT4 dan FT3, dan
sebagainya (Mansjoer, 2001). Indeks wayne dan indeks new castle sendiri
ditekankan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik secara teliti (Sudoyo, 2007)
C. Grave’s Disease
Grave’s disease termasuk penyakit
tiroid autoimun yang ditandai oleh hyperplasia kelenjar tiroid serta keluhan
dan gejala yang terjadi akibat hiperfungsi kelenjar tersebut. Penyakit ini
terjadi mayoritas pada wanita dengan perbandingan wanita : pria, 7 : 1. Grave’s
disease adalah penyalit autoimun yang cenderung herediter. Terdapat beberapa
mekanisme dari penyakit ini yang ditimbulkan karena reaksi beberapa
autoantibodi terhadap reseptor TSH yaitu : 1). Autoantibodi terhadap reseptor
TSH atau TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), TSI dalam serum berupa LATS
(long-acting thyroid stimulator), adalah IgG yang mengikat reseptor TSH dan
menstimulasi aktivitas adenylate cyclase sehingga terjadi peningkatan release
hormon tiroid. 2). Thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TGI) berperan
pada proliferasi epitel folikel tiroid. 3). TSH-binding inhibitor
immunoglobulin (T-BII), antibodi antireseptor TSH yang menyamar seperti TSH
sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel tiroid. Semua mekanisme ini
akan berdampak pada kadar TSHs, FT4, dan FT3 pada darah
(BPK PA, 2008).
D. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan
dimana efek tiroid di jaringan kurang karena sekresi dari hormon tiroid yang berkurang
juga. Secara klinis dikenal 1. Hipotiroidisme sentrall, karena kerusakan
hipotalamus/hipofisis. 2. Hipotiroidisme primer, apabila yang rusak adalah
kelenjar tiroid. 3. Karena sebab lain seperti farmakologis, defisiensi yodium,
dan resistensi perifer. Hipotiroidisme dominan terjadi pada wanita dan
dibedakan lagi menjadi klinis dan subklinis. Hipotiroidisme klinik ditandai
dengan kadar TSHs yang tinggi dan FT4 yang rendah, sedangkan hipotiroidisme
subklinis ditandai dengan TSHs yang tinggi dengan FT4 normal, tanpa/ada gejala
yang minimal. Hipotiroidisme adalah merupakan gejala dan tanda yang
manifestainya tergantung dari usia, cepat atau tidaknya hipotiroidisme terjadi,
ada tidaknya kelainan lain (Sudoyo, 2007).
E. Radang Tiroid
Radang tiroid atau tiroiditis adalah
segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi tiroid. Termasuk di
dalamnya keadaan yang timbul mendadak dengan disertai rasa sakit yang teramat
hebat pada tiroid (Sudoyo, 2007). Berdasarkan perjalanan penyakitnya tiroiditis
dapat dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Tiroiditis akut dan disertai rasa sakit
(karena radiasi, traumatika, infeksiosa akut). 2. Tiroiditis subakut, dibagi
menjadi dua yaitu disertai rasa sakit dan tanpa rasa sakit. 3. Tiroiditis
kronis, sebagai contoh tiroiditis Hashimoto, Riedel, infeksiosa akibat
microbacterial, jamur, dan sebaginya. Pada tiroiditis subakut pola perubahan
fungsi tiroid biasanya dimulai dengan hipertiroid, lalu diikuti dengan
hipotiroid dan akhirnya kembali eutiroid (Sudoyo, 2007).
III. PEMBAHASAN
Wanita 28 tahun yang mempunyai
benjolan pada leher sejak 5 tahun. Ketika 2 tahun yang lalu penderita pernah
didiagnosis oleh seorang dokter puskesmas radang tiroid dengan melihat gejala
pada wanita tersebut yaitu badan terasa lemah, leher tidak nyeri, badan panas,
benjolan pada leher semakin membesar. Sekitar 1 bulan ini penderita suka hawa
dingin, banyak keringat, tremor, dan berdebar. Diagnosis telah ditegakan yaitu
grave’s disease berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang telah
dilakukan.
Benjolan
pada leher pasien, dasar dokter puskesmas mendiagnosis radang tiroid adalah
dengan melihat gejala ketika wanita tersebut datang, tetapi pada skenario tidak
tertulis dilakukan pemeriksaan laboratorium atau tidak untuk menegakan
diagnosis lebih lanjut. Benjolan pada leher tersebut diakibatkan beberapa sebab
contohnya adalah kerusakan sel-sel folikel tiroid dan pemecahan timbunan
tiroglobulin, menimbulkan pelepasan hormon yang tak terkendali. Sedangkan
dokter poliklinik dengan melihat hasil pemeriksaan laboratorium, gejala yang
ditunjukan oleh pasien, serta riwayat penyakit pasien, dia dapat mendiagnosis
wanita tersebut menderita Grave’s disease
dimana Grave’s disease sendiri termasuk dalam hipertiroidisme. Sign and Symptom yang ditunjukan oleh
pasien dapat dikatakan berhubungan karena semua akibat dari sekresi hormon tiroid
yang abnormal, dan hormon sendiri bekerja dan mempunyai akibat pada seluruh
bagian tubuh. Tremor, hormon tiroid
mempunyai efek pada kerja otot, peningkatan hormon tiroid biasanya menyebabkan
otot bekerja sangat kuat namun bila jumlahnya berlebihan akan menyebabkan otot
menjadi lemah karena katabolisme protein. Tremor otot adalah suatu ciri khas
dari hipertiroidisme. Tremor ini berfrekuensi cepat yakni 10 sampai 15 kali per
detik dan terkesan halus. Tremor ini dianggap oleh bertambahnya kepekaan sinaps
saraf di daerah medula yang mengatur tonus otot. Tremor sendiri merupakan
indikator penting untuk mengetahui tingkat pengaruh hormon tiroid pada sistem
saraf pusat. Hormon tiroid juga mempengaruhi sistem saraf pusat, pada
hipertiroidisme terdapat gangguan pada kerja dari sistem saraf pusat dan akhirnya
menimbulkan gejala seperti cemas, berkeringat,
dan suka hawa dingin karena tubuh terasa panas. Tubuh terasa panas peningkatan
hormon tiroid yang menyebabkan vasodilatasi darah dan mengakibatkan volume
darah yang beredar dalam vaskuler menjadi berlebih dan menyebabkan badan panas. Takikardia pada pasien hipertiroidisme diakibatkan karena naiknya
hormon tiroid akan berakibat langsung pada eksabilitas jantung, yang
selanjutnya menaikkan frekuensi denyut jantung dan nadi. Eksoftalmus pada
hipertiroidisme adalah akibat dari jaringan orbita dan otot-otot mata
diinfiltrasi oleh limfosit, sel mast, dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmus.
Hasil laboratorium
yang ada yaitu TSHs <0,005 µIU/ml, FT4 20 µg/dl, FT3
15 ng/ml. Kaitan antara hasil laboratorium dengan skenario adalah dengan hasil
laboratorium ini dapat didiagnosis bahwa wanita tersebut menderita Grave’s
disease. Grave’s disease merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan
hiperplasia kelenjar tiroid difus serta keluhan dan gejala yang terjadi akibat
hipefungsi kelenjar tersebut (BPK PA, 2008). Terdapat 3 mekanisme yang terjadi
karena adanya reaksi autoantibodi terhadap reseptor TSH sehingga menyebabkan
peningkatan release hormon tiroid yakni T3 dan T4 itulah
yang menyebabkan terjadinya peningkatan T3 dan T4 yang
sangat signifikan pada kasus, sebagai negative
feed back alami terjadi peningkatan dari T3 dan T4 maka terdapat penekanan
dari jumlah TSH, oleh karena itu pada skenario didapati TSH yang menurun
drastis.
Tetangganya yang menderita sama
yaitu benjolan pada leher tidak dapat didiagnosis apakah ia menderita
hipertiroidisme ataukah hipotiroidisme karena tidak ada keterangan lebih lanjut
baik pemeriksaan lab atau fisik. Hipertiroidisme dan hipotiroidisme dapat
bersifat herediter apabila terjadi defek pada kromosom 14q31 yaitu kromosom
reseptor TSH sehingga defek yang terjadi pada gen pasti diturunkan. Anak yang
seiring tidak naik kelas dan kecil. Kemungkinan yang terjadi adalah anak
tersebut hipertirodisme (tumbuh cepat, ketika umur muda epifis sudah menutup
sehingga pertumbuhan terhenti dan kerdil) atau hipotiroidisme (pendek,
keterbelakangan mental yang disebabkan otaknya menjadi kecil karena tidak
adanya sekresi hormon tiroid yang cukup).
Penatalaksanaan pada kasus yaitu
dengan pemberian propiltiourasil
adalah dengan tujuan penghambatan proses inkorporasi yodium pada residu tirosil
dari tiroglobulin, dan juga menghambat penggabungan residu yodotirosil ini
untuk membentuk yodotironin. Sedangkan propranolol
dikenal sebagai β-blocker, selain itu
propranolol memberikan respon langsung yaitu meningkatkan arus masuk ion K+
dan pada kadar yang tinggi menekan arus masuk ion Na+
yang dikenal sebagai efek stabilisasi membran. Tiroidektomi adalah suatu
tindakan yang sangat beresiko karena apabila dilakukan kemungkinan besar akan
mengenai organ paratiroid dan nervus
laringeus rekurens, sehingga apabila mengenai organ paratiroid akan
menyebabkan sekresi hormon paratiroid akan terganggu dan akhirnya menyebabkan
hipopearatiroidisme ataupun hiperparatiroidisme sedangkan efek terhadap nervus
laringeus adalah apabila organ tersebut terkena atau rusak akibat tiroidektomi
mengakibatkan suara akan serak dan lebih parah lagi tidak keluar.
IV.
KESIMPULAN
1.
Pasien
wanita telah mendapat diagnosis pasti yaitu Grave’s Disease.
2.
Tindakan
tiroidektomi adalah tindakan yang beresiko karena dapat mengenai organ lain
sebagai contohnya paratiroid nervus laringeus rekurens.
3.
Hipotiroidisme
atau hipertiroidisme dapat diturunkan apabila terjadi kerusakan pada kromosom,
sehingga mengakibatkan adanya defek pada gen yang diturunkan.
V. SARAN
1.
Sebelum
mendiagnosis seseorang, seorang praktisi kesehatan harus melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
2.
Tindakan
operasi adalah tindakan yang sangat beresiko apalagi operasi yang berkaitan
dengan pemotongan atau pengambilan organ/ggota badan. Oleh karena itu setiap
praktisi kesehatan wajib memberikan informed consent terhadap setiap pasien
yang akan menjalani operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C., John E.Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9.
Jakarta: EGC.
Ganong, W. F. 1990. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta kedokteran edisi III jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta
: Pusat Penerbitan Fakultas Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
terimakasih gan, membantu sekali
BalasHapus