Senin, 23 Januari 2012

Skenario 3 Blok Endokrin


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Skenario berjudul “ Berat Badan Bertambah” :
Seorang wanita, 32 tahun, dirawat di ruang rawat inap Penyakit Dalam RS dengan keluan badan lemah dan kelebihan berat badan. Riwayat penyakit dahulu: 5 bulan yang lalu penderita merasakan badannya kelihatan makin membesar, muka tampak bulat, ada garis-garis putih disekitar perut bagian bawah, badannya lemah, sakit pinggang kumat-kumatan, lalu diperiksakan ke RS Orthopedi dan dirontgen tulang belakang dikatakan menderita osteoporosis dan hipertensi. Sebulan sebelum masuk RS badannya makin melemah dan sering pindah dokter tidak sembuh, penderita sudah tidak menstruasi sejak 4 bulan dan tidak hamil. Karena kondisinya makin melemah kemudian oleh keluarganya di rawat di rumah sakit. Hasil pemeriksaan fisik: keadaan umum lemah, gizi obeis, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110 kali/menit, respirasi 24 kali/menit. Muka moon face, tumbuh rambut banyak di dada, striae di abdomen dan kulit seluruh badan hiperpigmentasi. Hasil pemeriksaan laboratorium: two-day low-dose dexamethason test masih menunggu hasil, kadar Natrium serum 130 mg/dl, kadar gula darah puasa 70 mg/dl. Penderita direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan CT scan doubel kontras kepala (hipofise dan hipotalamus)  dan  kelenjar adrenal.
Setelah melihat semua gejala yang ada dan hasil pemeriksaan laboratorium, maka pasien dalam skenario tersebut kemungkinan menderita penyakit Sindrom Chusing. Sindrom Chusing merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh hiperadrenocorticocisme akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau karena asupan glukokortikoid yang berlebihan (Tim EGC, 2006).
Jadi, penyakit tersebut berhubungan dengan kelebihan sekresi hormon glukokortikoid (kortisol) yang disekresi oleh kelenjar adrenal. Kelenjar adrenal terdiri atas medula dan korteks adrenal. Medula secara fungsional berkaitan dengan sistem saraf simpatis, nemyekresi hormon epinefrin dan norepinefrin. Sedangkan korteks adrenal menyekresi kelompok hormon mineralokortikoid (aldosteron), glukokortikoid (kortisol) dan sedikit hormon androgen (Guyton, 2007).
Karena begitu pentingnya peran hormon kortikosteroid hasil sekresi korteks adrenal di tubuh kita, maka jika terjadi gangguan pada kelenjar adrenal dan produksi hormon kortikosteroid, baik yang berlebihan maupun kurang akan menyebabkan kelainan yang berakibat pada gangguan dalam tubuh kita. Untuk itu, maka kita perlu mengetahui seluk beluk mengenai kelainan pada kelenjar adrenal terutama pada bagian korteks adrenal, terutama mengetahui mengenai Sindrom Chusing yang diduga terjadi pada skenario tersebut.
B.     RUMUSAN MASALAH
·      Bagaimanakah anatomi, fungsi fisiologis dan hormon yang dihasilkan oleh korteks kelenjar andrenal?
·      Kelainan apa sajakah yang mungkin terjadi pada kelenjar adrenal?
·      Bagaimanakah patofisiologis dari gejala-gejala yang muncul yang dirasakan oleh ibu dalam skenario tersebut?
·      Bagaimana cara menetapkan diagnosis untuk penyakit yang dialami ibu tersebut?
·      Apakah alasan dilakukan semua pemeriksaan yang ada di dalam skenario?
·      Bagaimanakah penatalaksanaan yang tepat bagi pasien dalam skenario tersebut?
C.    TUJUAN PENULISAN
§  Mengidentifikasi penyakit yang diderita oleh pasien dalam skenario berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratoriumnya.
§  Mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang berhubungan dengan abnormalitas kelenjar adrenal.
§  Mengidentifikasi penatalaksanaan yang tepat bagi ibu dalam skenario tersebut.
D.    MANFAAT PENULISAN
o  Mengetahui tentang kelenjar adrenal terutama pada bagian korteks adrenal, hormon yang dihasilkannya dan juga fungsi fisiologisnya.
o  Mengetahui seluk beluk dari kelainan korteks kelenjar adrenal dan hormonnya.
o  Mengetahui penatalaksanaan dasar yang tepat bagi penderita Sindrom Chusing.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    KELENJAR ADRENAL DAN HORMON KORTIKOSTEROID
Anatomi, embriologi dan fisiologi dari kelenjar adrenal
Pada minggu ke-4 sampai minggu ke-6 kehidupan fetus, sel dari choelomic mesoderm dinding perut belakang mendekati mesonefron, membentuk sekelompok sel antara mesenterium dan genital ridge disebut korteks adrenal fetus. Lima minggu kemudian, sel-sel basofilik kecil muncul disekitar korteks membentuk korteks adrenal permanen. Pada minggu ke-7 perkembangan embrio, korteks adrenal fetus disusupi sel-sel yang bermigrasi dari neural crest yaitu, simpatogonia menjadi medula adrenal. Selanjutnya membagi diri menjadi sel ganglion dan sel kromafin. Kelenjar adrenal relatif besar semasa fetus dan cepat mengalami involusi beberapa bulan pertama setelah lahir (Sudoyo, 2006).
Manusia normal mempunyai sepasang kelenjar adrenal, berbentuk piramid, dan terletak pada kutub superior dari kedua ginjal. Tiap kelenjar terdiri atas dua bagian yang berbeda, yakni medula adrenal dan korteks adrenal. Medula adrenal berkaitan dengan syaraf simpatis, mensekresi hormon epinefrin dan nonepinefrin sebagai respon terhadap rangsangan simpatis. Korteks adrenal mensekresi kelompok hormon kortikosteroid. Hormon ini semuanya disintesis dari steroid, yaitu suatu senyawa yang struktur dasarnya adalah cincin siklopentanoperhidrofenantren, suatu rangka 17-karbon yang berasal dari kolesterol. Kortikosteroid dibagi tiga jenis yaitu:
§ Glukokortikoid → steroid-steroid 21-karbon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat intermediet. Hormon ini disekresi setiap hari, umumnya berasal dari zona fasikulata dan zona retikularis. Jenis hormon yang paling utama adalah kortisol. Konsentrasi kortisol dalam darah 12 µg/dl dan kecepatan sekresinya sekitar 15-20 mg/hari.
§ Mineralokortikoid → steroid 21-karbon yang meningkatkan ekskresi K ginjal dan menyebabkan retensi air dengan retensi Na di ginjal. Disintesis dan disekresikan oleh zona glomerulosa. Jenis hormon yang paling utama adalah aldosteron. Konsentrasi normal dari aldosteron dalam darah sekitar 6 ng/dl dan kecepatan sekresinya kira-kira 150-250 µg/hari.
§ Dehidroepiandrosteron (DHEA) → merupakan androgen adrenal yang paling penting. Disekresikan secara terus-menerus oleh korteks adrenal (zona fasikulata dan zona retikularis) (Guyton, 2007).
Tahapan pembentukan hormon kortikosteroid di korteks adrenal
Pembentukan hormon kortikosteroid yang terjadi pada bagian korteks, berasal dari kolesterol yang diserap oleh tubuh. Jenis kolesterol yang digunakan adalah kolesterol LDL, sebab LDL memiliki suatu reseptor spesifik terhadap membran sel dari korteks adrenal, sehingga mampu melakukan endositosis terhadap lipoprotein densitas rendah. Selain menggunakan LDL, sel korteks adrenal juga mampu memproduksi kolesterol densitas rendah, dengan menggunakan asetil koenzim A. Namun produksinya lebih rendah, dibanding penggunaan LDL langsung dari tubuh. Selanjutnya, kolesterol akan diubah oleh enzim sitokrom P-450 menjadi prognenolon. Selanjutnya prognenolon dapat diubah menjadi progesteron oleh enzim 3β-hidroksisteroid dehidrogenase: Δ5,4 isomerase, maupun 17-hidroksipregnenolon oleh enzim 17α-hidroksilase. Apabila terbentuk progesteron, maka progesteron dapat diubah menjadi 17-hidroksiprogesteron (untuk menjadi glukokortikoid) oleh enzim P450c17, maupun menjadi 11-deoksikortikosteron oleh enzim 21-hidroksilase. 11-deoksikortikosteron merupakan awal pembentukan spesifik mineralkortikoid, yang selanjutnya oleh enzim 11 β-hidroksilase akan diubah menjadi kortikosteron, yang selanjutnya oleh enzim 18-hidroksilase dan 18-hidroksihidrogenase diubah menjadi aldosteron, yang merupakan mineralkortikoid. Adapun 17-hidroksipregnenolon yang dibentuk dari pregnenolon, dapat diubah menjadi 17-hidroksiprogesteron (yang juga merupakan hasil perubahan oleh progesteron) oleh enzim 3β-hidroksisteroid dehidrogenase: Δ5,4 isomerase, dan juga dapat terbentuk dihidroepiandrosteron (DHEA) oleh enzim C17-20liase. 17-hidroksiprogesteron, dan dihidroepiandrosteron, dapat diubah menjadi androstenedion oleh masing-masing enzim, yaitu P450c17 dan 3β-hidroksisteroid dehidrogenase: Δ5,4 isomerase. Androstenidon ini merupakan awal dari terbentuknya testosteron, dimana akan terjadi reduksi pada atom C17, sehingga terbentuk hormon testosteron. Sedangkan 17-hidroksiprogesteron yang tidak diubah menjadi androstenidon, akan diubah menjadi 11-deoksikortisol oleh enzim 21-hidroksilase. Selanjutnya 11-deoksikortisol akan diubah menjadi kortisol (glukokortikoid) oleh enzim 11 β-hidroksilase (Murray, 2003; Sudoyo, 2006).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar