BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Skenario
berjudul “ Berat Badan Bertambah” :
Seorang wanita,
32 tahun, dirawat di ruang rawat inap Penyakit Dalam RS dengan keluan badan
lemah dan kelebihan berat badan. Riwayat penyakit dahulu: 5 bulan yang lalu penderita
merasakan badannya kelihatan makin membesar, muka tampak bulat, ada garis-garis
putih disekitar perut bagian bawah, badannya lemah, sakit pinggang kumat-kumatan,
lalu diperiksakan ke RS Orthopedi dan dirontgen tulang belakang dikatakan
menderita osteoporosis dan hipertensi. Sebulan sebelum masuk RS
badannya makin melemah dan sering pindah dokter tidak sembuh, penderita sudah
tidak menstruasi sejak 4 bulan dan tidak hamil. Karena kondisinya makin melemah
kemudian oleh keluarganya di rawat di rumah sakit. Hasil pemeriksaan fisik: keadaan umum lemah, gizi obeis, kesadaran compos
mentis. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110 kali/menit, respirasi 24
kali/menit. Muka moon face, tumbuh rambut banyak di dada, striae di abdomen dan kulit seluruh
badan hiperpigmentasi. Hasil
pemeriksaan laboratorium: two-day
low-dose dexamethason test masih menunggu hasil, kadar Natrium serum 130
mg/dl, kadar gula darah puasa 70 mg/dl. Penderita direncanakan untuk dilakukan
pemeriksaan CT scan doubel kontras kepala
(hipofise dan hipotalamus) dan kelenjar
adrenal.
Setelah melihat
semua gejala yang ada dan hasil pemeriksaan laboratorium, maka pasien dalam
skenario tersebut kemungkinan menderita penyakit Sindrom Chusing. Sindrom Chusing merupakan kumpulan gejala yang
disebabkan oleh hiperadrenocorticocisme
akibat neoplasma korteks adrenal atau
adenohipofisis, atau karena asupan glukokortikoid yang berlebihan (Tim EGC,
2006).
Jadi, penyakit tersebut
berhubungan dengan kelebihan sekresi hormon glukokortikoid (kortisol) yang disekresi oleh kelenjar
adrenal. Kelenjar adrenal terdiri atas medula dan korteks adrenal. Medula
secara fungsional berkaitan dengan sistem saraf simpatis, nemyekresi hormon epinefrin dan norepinefrin. Sedangkan korteks adrenal menyekresi kelompok hormon mineralokortikoid (aldosteron), glukokortikoid (kortisol) dan sedikit
hormon androgen (Guyton, 2007).
Karena begitu
pentingnya peran hormon kortikosteroid hasil sekresi korteks adrenal di tubuh
kita, maka jika terjadi gangguan pada kelenjar adrenal dan produksi hormon
kortikosteroid, baik yang berlebihan maupun kurang akan menyebabkan kelainan
yang berakibat pada gangguan dalam tubuh kita. Untuk itu, maka kita perlu
mengetahui seluk beluk mengenai kelainan pada kelenjar adrenal terutama pada
bagian korteks adrenal, terutama mengetahui mengenai Sindrom Chusing yang
diduga terjadi pada skenario tersebut.
B.
RUMUSAN
MASALAH
· Bagaimanakah
anatomi, fungsi fisiologis dan hormon yang dihasilkan oleh korteks kelenjar
andrenal?
· Kelainan
apa sajakah yang mungkin terjadi pada kelenjar adrenal?
· Bagaimanakah
patofisiologis dari gejala-gejala yang muncul yang dirasakan oleh ibu dalam
skenario tersebut?
· Bagaimana
cara menetapkan diagnosis untuk penyakit yang dialami ibu tersebut?
· Apakah
alasan dilakukan semua pemeriksaan yang ada di dalam skenario?
· Bagaimanakah
penatalaksanaan yang tepat bagi pasien dalam skenario tersebut?
C.
TUJUAN
PENULISAN
§ Mengidentifikasi
penyakit yang diderita oleh pasien dalam skenario berdasarkan gejala,
pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratoriumnya.
§ Mengidentifikasi
penyakit atau kelainan yang berhubungan dengan abnormalitas kelenjar adrenal.
§ Mengidentifikasi
penatalaksanaan yang tepat bagi ibu dalam skenario tersebut.
D.
MANFAAT
PENULISAN
o
Mengetahui tentang kelenjar adrenal
terutama pada bagian korteks adrenal, hormon yang dihasilkannya dan juga fungsi
fisiologisnya.
o
Mengetahui seluk beluk dari kelainan
korteks kelenjar adrenal dan hormonnya.
o
Mengetahui penatalaksanaan dasar yang
tepat bagi penderita Sindrom Chusing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
KELENJAR
ADRENAL DAN HORMON KORTIKOSTEROID
Anatomi,
embriologi dan fisiologi dari kelenjar adrenal
Pada minggu ke-4
sampai minggu ke-6 kehidupan fetus, sel dari choelomic mesoderm dinding perut belakang mendekati mesonefron, membentuk sekelompok sel
antara mesenterium dan genital ridge disebut korteks adrenal fetus. Lima minggu
kemudian, sel-sel basofilik kecil
muncul disekitar korteks membentuk korteks
adrenal permanen. Pada minggu ke-7 perkembangan embrio, korteks adrenal
fetus disusupi sel-sel yang bermigrasi dari neural
crest yaitu, simpatogonia menjadi
medula adrenal. Selanjutnya membagi
diri menjadi sel ganglion dan sel kromafin. Kelenjar adrenal relatif
besar semasa fetus dan cepat mengalami involusi beberapa bulan pertama setelah
lahir (Sudoyo, 2006).
Manusia normal mempunyai
sepasang kelenjar adrenal, berbentuk piramid, dan terletak pada kutub superior
dari kedua ginjal. Tiap kelenjar terdiri atas dua bagian yang berbeda, yakni medula adrenal dan korteks adrenal. Medula adrenal berkaitan dengan syaraf simpatis,
mensekresi hormon epinefrin dan nonepinefrin sebagai respon terhadap
rangsangan simpatis. Korteks adrenal mensekresi kelompok hormon kortikosteroid.
Hormon ini semuanya disintesis dari steroid,
yaitu suatu senyawa yang struktur dasarnya adalah cincin siklopentanoperhidrofenantren, suatu rangka 17-karbon yang berasal
dari kolesterol. Kortikosteroid dibagi tiga jenis yaitu:
§
Glukokortikoid
→
steroid-steroid 21-karbon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat intermediet.
Hormon ini disekresi setiap hari, umumnya berasal dari zona fasikulata dan zona
retikularis. Jenis hormon yang paling utama adalah kortisol. Konsentrasi kortisol dalam darah 12 µg/dl dan kecepatan
sekresinya sekitar 15-20 mg/hari.
§
Mineralokortikoid
→
steroid 21-karbon yang meningkatkan ekskresi K ginjal dan menyebabkan retensi
air dengan retensi Na di ginjal. Disintesis dan disekresikan oleh zona
glomerulosa. Jenis hormon yang paling utama adalah aldosteron. Konsentrasi normal dari aldosteron dalam darah sekitar
6 ng/dl dan kecepatan sekresinya kira-kira 150-250 µg/hari.
§ Dehidroepiandrosteron (DHEA) → merupakan
androgen adrenal yang paling penting.
Disekresikan secara terus-menerus oleh korteks adrenal (zona fasikulata dan
zona retikularis) (Guyton, 2007).
Tahapan
pembentukan hormon kortikosteroid di korteks adrenal
Pembentukan
hormon kortikosteroid yang terjadi pada bagian korteks, berasal dari kolesterol
yang diserap oleh tubuh. Jenis kolesterol yang digunakan adalah kolesterol LDL,
sebab LDL memiliki suatu reseptor spesifik terhadap membran sel dari korteks
adrenal, sehingga mampu melakukan endositosis
terhadap lipoprotein densitas rendah. Selain menggunakan LDL, sel korteks adrenal
juga mampu memproduksi kolesterol densitas rendah, dengan menggunakan asetil koenzim A. Namun produksinya
lebih rendah, dibanding penggunaan LDL langsung dari tubuh. Selanjutnya,
kolesterol akan diubah oleh enzim
sitokrom P-450 menjadi prognenolon.
Selanjutnya prognenolon dapat diubah menjadi progesteron oleh enzim 3β-hidroksisteroid dehidrogenase: Δ5,4 isomerase,
maupun 17-hidroksipregnenolon oleh enzim 17α-hidroksilase.
Apabila terbentuk progesteron, maka progesteron dapat diubah menjadi 17-hidroksiprogesteron (untuk menjadi
glukokortikoid) oleh enzim P450c17,
maupun menjadi 11-deoksikortikosteron
oleh enzim 21-hidroksilase.
11-deoksikortikosteron merupakan awal pembentukan spesifik
mineralkortikoid, yang selanjutnya oleh enzim
11 β-hidroksilase akan
diubah menjadi kortikosteron, yang
selanjutnya oleh enzim 18-hidroksilase
dan 18-hidroksihidrogenase diubah
menjadi aldosteron, yang merupakan mineralkortikoid.
Adapun 17-hidroksipregnenolon yang
dibentuk dari pregnenolon, dapat diubah menjadi 17-hidroksiprogesteron (yang juga merupakan hasil perubahan oleh
progesteron) oleh enzim 3β-hidroksisteroid dehidrogenase: Δ5,4 isomerase, dan
juga dapat terbentuk dihidroepiandrosteron
(DHEA) oleh enzim C17-20liase. 17-hidroksiprogesteron, dan dihidroepiandrosteron,
dapat diubah menjadi androstenedion
oleh masing-masing enzim, yaitu P450c17
dan 3β-hidroksisteroid
dehidrogenase:
Δ5,4 isomerase.
Androstenidon ini merupakan awal dari terbentuknya testosteron, dimana akan
terjadi reduksi pada atom C17, sehingga terbentuk hormon testosteron. Sedangkan 17-hidroksiprogesteron yang tidak diubah
menjadi androstenidon, akan diubah menjadi 11-deoksikortisol
oleh enzim 21-hidroksilase.
Selanjutnya 11-deoksikortisol akan diubah menjadi kortisol (glukokortikoid) oleh enzim 11 β-hidroksilase
(Murray, 2003; Sudoyo, 2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar