BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Skenario
berjudul “ Mata Kuning” :
Seorang
mahasiswa, 20 tahun mengeluh putih matanya berwarna kuning sejak satu minggu,
yang diketahui teman sekosnya. Pada anamnesis diketahui keluhan ini disertai febris sejak 10 hari, tidak sampai
menggigil, nausea dan vomitus. Hasil pemeriksaan dokter: sklera ikterik, hepatomegali, nyeri tekan regio
hipokondrida kanan, Murphy sign
negatif. Dokter curiga adanya infeksi pada penderita, lalu menyarankan tes
laboratorium darah. Hasilnya adalah leukopeni,
hiperbilirubinemia, peningkatan enzim
hepar, HbsAg negatif, Anti HAV positif, darah tebal tipis malaria negatif, serologi
untuk Salmonella thypi, Leptospirosis, dan DHF negatif. Teman satu kosnya juga ada yang menderita keluhan
seperti ini. Penderita sering makan di warung dekat tempat kosnya.
Tubuh manusia rawan
terhadap infeksi oleh berbagai mikroorganisme patogen. Agar dapat menyebabkan
terjadinya infeksi, mula-mula mikroorganisme harus mengadakan kontak dengan
hospes dan kemudian membentuk fokus infeksi. Mikroorganisme patogen mempunyai
pola hidup dan cara patogenesis yang berbeda-beda, sehingga memerlukan respon
pertahanan tubuh yang berbeda-beda pula. Tubuh mempertahankan diri terhadap
mikroorganisme patogen dengan berbagai cara. Fungsi fisiologik imun dipakai
untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme patogen. Evolusi penyakit
infeksi pada seseorang melibatkan serangkaian interaksi antara mikroorganisme
dengan tubuh antara lain mulai dari masuknya mikroorganisme, invasi dan kolonisasi
dalam jaringan tubuh, proses menghindar dan proses penyembuhan luka. Apabila
proses pertahanan tubuh gagal mempertahankan keseimbangan akibat serangan
mikroorganisme, akan terjadi keadaan yang kita sebut sebagai infeksi. Karena
berbagai macamnya mikroorganisme patogen yang berupa bakteri, parasit dan virus
menyebabkan berbagai jenis penyakit dengan berbagai macam patogenesisnya
(Kaplain, 2000).
Berdasarkan
skenario di atas, maka mahasiswa tersebut kemungkinan diagnosisnya adalah
penyakit Hepatitis A. Hepatitis A merupakan penyakit virus swasirna dengan
distribusi di seluruh dunia yang disebabkan oleh virus hepatitis A, yang lebih
sering ditemukan di daerah dengan tingkat kebersihan rendah dan keadaan sosial
ekonomi rendah, ditularkan terutama melalui jalur oral-fekal, meskipun
transmisi parenteral juga mungkin, tidak terdapat keadaan karier. Masa inkubasi
sekitar 30 hari dengan durasi 15-50 hari. Kebanyakan kasus tidak tampak secara
klinis atau hanya bergejala seperti flu; ikterus jika ada biasanya ringan (Tim
EGC, 2006). Letusan penyakit ini terjadi akibat adanya kontaminasi air dan
makanan, terutama sering terjadi di negara berkembang.
Karena Hepatitis
A sering terjadi di negara tropis dan berkembang maka negara Indonesia ini yang
masuk ke dalam kedua kriteria tersebut mempunyai potensi besar untuk terjadinya
penyebaran penyakit tersebut. Untuk itu sebagai calon dokter yang baik, kita
harus mengetahui mengenai seluk beluk penyakit ini sehingga kelak jika menemui
kasus serupa di lapangan maka kita bisa melakukan penatalaksanaan yang tepat
dengan begitu maka prognosis pasien kita juga akan baik.
B.
RUMUSAN
MASALAH
·
Bagaimanakah anatomi, fungsi dari hepar
serta enzim yang dihasilkannya dan juga sedikit penjelasan mengenai metabolisme
bilirubin?
·
Bagaimanakah etiologi, patologi,
penyebab dan gejala klinis, cara mendiagnosis, komplikasi, prognosis dan juga
penatalaksanaan yang tepat dari Hepatitis A?
·
Apakah diagnosis banding dan sedikit
penjelasannya mengenai penyakit yang ada pada skenario tersebut?
·
Bagaimanakah patofisiologi dari
gejala-gejala yang ada di dalam skenario tersebut?
·
Apakah makna/ penjelasan singkat
mengenai berbagai macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dalam
skenario tersebut?
C.
TUJUAN
PENULISAN
§
Mengidentifikasi anatomi, fungsi serta
enzim yang dihasilkan hepar (hati) dan juga metabolisme bilirubin secara
singkat.
§
Mengidentifikasi etiologi, gejala
klinis, patofisiologi, patologi terjadinya, cara mendiagnosis, prognosis dan penatalaksanaan
yang tepat dari Hepatitis A.
§
Menjelaskan diagnosis banding yang bisa
dipakai berdasar kasus dalam skenario tersebut.
§
Menjelaskan mengenai maksud dari
pemeriksaan penunjang yang dilakukan.
D.
MANFAAT
PENULISAN
o
Mengetahui anatomi, fungsi serta enzim
yang dihasilkan hepar (hati) dan juga metabolisme bilirubin secara singkat.
o
Mengetahui etiologi, gejala klinis,
patofisiologi, patologinya, cara mendiagnosis, prognosis dan penatalaksanaan
yang tepat dari Hepatitis A.
o
Mengetahui maksud dari pemeriksaan
penunjang yang dilakukan.
E.
HIPOTESIS
Berdasarkan data
yang ada di dalam skenario tersebut terutama yang menginformasikan bahwa tes
Anti HAV positif, maka kelompok kami mendiagnosis pasien dalam skenario
tersebut menderita penyakit Hepatitis A,
dengan diagnosis bandingnya yaitu Malaria, Hepatitis B, Demam Tifoid,
Leptospirosis, DHF, dan beberapa kelainan hati lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
ANATOMI,
FUNGSI, ENZIM HEPAR DAN METABOLISME BILIRUBIN
Anatomi
dari hepar
Waktu lahir,
berat hati manusia sekitar 120-160 gram. Kemudian berat ini bertambah sesuai
dengan pertumbuhan anak. Pada umur 2 tahun berat hati bertambah 2 kali lipat,
pada usia 3 tahun beratnya menjadi 3 kali lipat, sedangkan pada umur 9 tahun
dan masa pubertas mencapai masing-masing 6 dan 10 kali berat hati waktu lahir,
jadi saat dewasa berat hati manusia dapat mencapai 1,2-1,8 kg. Hati berada di
bawah rongga dada dengan bagian atas memotong linea medioclavicularis dexter
pada SIC V-VI dan memotong linea axillaris dexter pada SIC VII. Batas bawah
berada 1 cm di bawah garis arcus costae dexter. Pendorongan hati dapat terjadi
karena kelainan dinding toraks seperti pda penyakit rakitis, pada beberapa
keadaan yang menyebabkan kelainan dinding perut seperti MEP berat dan amiotonia
kongenital. Tekanan intratorakal yang meningkat seperti pada empiema dan
pneumotoraks dapat menyebabkan perubahan letak hati akibat pendorongan. Abses
subfrenik serta perforasi usus berakibat peranjakan hati.
Fungsi
hati yaitu:
1. Hati
berperan dalam mempertahankan kadar gula darah dengan jalan membentuk dan
menyimpan glikogen. Glikogen dibentuk dari glukosa, levulosa, galaktosa dan
laktosa. Hati dapat juga merubah asam amino glikogenik dan gliserol menjadi
dekstrosa, yang kemudian diubah jadi glikogen (glikogenesis). Sedangkan glikogen
dapat diubah oleh hati menjadi glukosa sesuai dengan kebutuhan
(glikogenolisis).
2. Tempat
sintesis dan oksidasi lemak. Hampir semua lemak dimetabolisir di dalam hati.
Zat lemak yang dipadukan dengan lesitin akan membentuk fosfolipid yang mudah
diangkut dan dalam keadaan siap pakai. Kolesterol dibuat di hati dari asam
asetat, sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dan asam lemak.
Lipoprotein plasma yang mengangkut trigliserida juga dibuat di hati. Hati
bersama ginjal memecah asam lemak berantai panjang menjadi benda-benda keton.
Benda keton ini akan banyak dihasilkan oleh tubuh pada masa kelaparan. Benda
keton akan dikeluarkan bersama air kemih.
3. Ureum
dibuat di hati dan merupakan deaminasi protein. Zat protein seperti fibrinogen,
globulin, dan protrombin dibuat di hati.
4. Vitamin
A, C dan D disimpan di hati. Hati juga mengolah bahan baku vitamin A
(provitamin A) menjadi vitamin A. Riboflavin, vitamin E dan K juga disimpan di
hati.
5. Hati
juga berfungsi sebagai pembentuk darah terutama pada masa neonatus dan juga
sebagai tempat cadangan penyimpanan zat besi.
6. Hati
berfungsi sebagai penawar racun yang membahayakan tubuh serta berupaya agar
bahan tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh dengan segera (Hassan, 1985).
Enzim dari hepar yaitu:
1. Golongan
Fosfatase
a. Fosfatase alkali
Kadarnya dapat meningkat sampai
4-5 kali normal pada ikterus kolestatik, sedangkan pada ikterus hepatoseluler
peninggiannya lebih kecil. Peninggian ini berasal dari fosfatase alkali di
dalam hati. Produksi enzim ini dapat dicegah apabila sintesis protein dalam
hati dihambat. Enzim ini terikat erat pada membran lipid terutama di daerah
kanalikulus. Asam empedu dianggap merupakan stimulus peninggiannya. Pada
kolestasis yang tidak lengkap, peninggian fosfatase melebihi bilirubin. Peninggian
juga dijumpai pada penyakit tulang, penyakit Hodgkin, dll.
b. 5-Nukleotidase
Enzim ini menghidrolisis
nukleotida pada posisi C-5 dari pentosa. Pada penyakit hepatobilier terutama
pada ikterus kolestatik terjadi peninggian, sedangkan pada penyakit tulang nilainya
tetap. Jadi pemeriksaan enzim ini bermanfaat untuk memastikan sebab peninggian
fosfatase alkali.
c. Gama-glutamil transpeptidase (gama-GT)
Enzim ini ditemukan pada berbagai
jaringan tubuh. Pada kolestasis dan penyakit hepatoselular terjadi peninggian. Pada
kolestasis peninggiannya terjadi bersama fosfatase alkali. Pada hepatitis,
peninggian masih tetap berlangsung selama beberapa bulan setelah hepatitis
sembuh.
2. Golongan
Transaminase
SGOT
adalah enzim mitokondria yang banyak ditemukan dalam jantung, hati, otot tubuh
dan ginjal. Nilainya meninggi bila terjadi kerusakan sel yang akut. SGPT adalah
enzim sitosol, jumlah absolutnya kurang dari SGOT, tetapi jumlahnya lebih
banyak di dalam hati dibandingkan dalam jantung dan otot tubuh. Peninggiannya
lebih khas untuk kerusakan hati. SGPT kurang stabil dalam serum yang disimpan.
Kedua enzim ini berguna untuk diagnosis dini hepatitis virus, terutama pada
keadaan epidemi dan anikterik. Pemeriksaan harus segera dilakukan karena
nilainya cepat menurun, misal terlihat pada hepatitis yang fatal.
3. Enzim-enzim
Lain
a.
Laktat
dehidrogenase
Pemeriksaan ini tidak begitu
sensitif untuk mendiagnosis kelainan hepatoselular, peninggian dapat terjadi
pada penderita neoplasma, terutama yang mengenai hati.
b.
Isositrat
dehidrogenase
Pemeriksaan enzim ini lebih
spesifik dibandingkan SGOT untuk memeriksa penyakit hati. Meninggi pada
kelainan hepatoselular, normal pada infark miokard.
c.
Kolinesterase
Enzim ini merupakan suatu
esterase non spesifik, disintesis oleh hati. Pada sirosis kadarnya menurun
karena sintesis berkurang disertai gizi yang jelek.
(Sudoyo, 2006)
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah
anion organik yang berwarna oranye dengan berat molekul 584. Bilirubin berasal
dari heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi, 80% heme berasal
dari perombakan eritrosit, sisanya dari heme non eritrosit seperti mioglobin,
sitokrom, katalase, dan peroksidase serta hasil sistem eritropoetik yang tidak
efektif. Oleh enzim hemoksigenase, heme diubah menjadi biliverdin yang kemudian
diubah lagi menjadi bilirubin atas pengaruh enzim bilirubin reduktase.
Proses tersebut
berlangsung di dalam jaringan sistem retikuloendotelial. Bilirubin yang masuk
ke dalam darah akan diikat oleh albumin dan dibawa ke hati. Bilirubin mempunai
daya larut yang tinggi terhadap lemak dan kecil terhadap air, sehingga pada
reaksi van den Bergh, zat ini harus
dilarutkan dulu dalam akselertor (metanol atau etanol) sehingga disebut bilirubin indirek. Zat ini sangat
toksik, terutama untuk otak. Pengikatan dengan albumin merupakan upaya tubuh
untuk menyingkirkan bilirubin indirek dari tubuh dengan segera. Daya ikat
albumin-bilirubin (kapasitas ikat total) berkisar 25 mg/dl. Bilirubin ndirek
mudah memasuki hepatosit berkat adanya protein akseptor sitoplasmik Y dan Z
hepatosit. Di dalam hepatosit blirubin akan diikat asam glukoronat yang berasal
dari asam uridin difosfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase.
Hasil gabungan ini larut dalam air sehingga disebut bilirubin direk ataubilirubin
terikat (conjugated bilirubin). Selain dalam bentuk diglukoronida dapat
juga berbentuk ikatan monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan
sulfat. Bilirubin konjugasi dikeluarkan melalui proses yang tergantung dari
energi ke dalam sistem bilier. Bilirubin yang diekskresikan ke dalam usus akan
diubah menjadi sterkobilin. Enzim glukoronil
transferase diinduksi oleh fenobarbital. Fenobarbital juga menambah protein
akseptor Y. Bilirubin direk dikeluarkan melalui mwmbran kanalikuli ke saluran
empedu.
Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu
yang kemudian dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan. Di dalam saluran ini
bilirubin direk akan direduksi oleh bakteri menjadi urobilinogen. Sebagian
urobilinogen akan diserap usus, masuk ke dalam darah dan selanjutnya akan dikeluarkan
oleh ginjal bersma urine. Bilirubin direk sebagian besar diserap oleh ileum
terminal secara akti, sebagian kecil yang tidak diserap masuk ke dalam kolon,
dirusak oleh bakteri usus menjadi bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin
ini diserap secara pasif oleh kolon. Melalui vena porta bilirubin ini memasuki
hati dan dikeluarkan lagi ke dalam sistem bilier/ sirkulasi enterohepatik
(Hassan, 1985).
B.
DIFFERENTIAL
DIAGNOSIS YANG SESUAI KASUS PADA SKENARIO
1.
PENYAKIT
HEPATITIS
Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa
jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel
organ hati manusia. Hepatitis diketegorikan beberapa golongan, diantaranya hepatitis
A,B,C,D,E,F dan G.
a.
Hepatitis A
Definisi.
Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan
jarang sekali menyebabkan kematian, Virus hepatitis A (VHA) penyebarannya
melalui kotoran/ tinja penderita yang penularannya melalui makanan dan minuman
yang terkomtaminasi (fekal-oral), bukan melalui aktivitas sexual atau melalui
darah.
Etiologi. HAV adalah virus RNA tidak berkapsul, ukuran 27 nm,
ikosahedral, kubik simetris. Merupakan anggota famili Picornaviridae, genus Hepatovirus.Virus
ini stabil dalam panas dan asam. Transmisi melalui fekal-oral; penyebaran utama
paling sporadis adalah dari ekskresi orang sakit ke orang sehat. Antigennya HAV
antigen; antibodinya adalah anti HAV. Virio mengandung 4 polipeptida kapsid
yang ditandai VP1-VP4 yg dihasilkan dari pembelahan produk poliprotein suatu
genom nukleotida 7500 pasca translasi. Masa inkubasi kurang lebih 4 mgg (10-50
hari; rata-rata 25-30).
(Behrman, 2000)
Manifestasi Klinis. Manifestasi klinik dari hepatitis A dapat ikterik atau non
ikterik. Pada fase pra-ikterik (fase prodromal) terdapat sedikit demam, anoreksia,
mual, muntah-muntah dan nyeri perut, lelah; lamanya beberapa hari sampai dua
minggu. Fase ikterik biasanya timbul sesudah gejala demam dan gejala gastrointestinal
mereda, sklera menjadi ikterus, kencing warna gelap, pembesaran hati disertai
rasa nyeri, splenomegali. Kira-kira 5-10% menunjukkan gejala seperti penyakit
serum yang disebabkan komplek imun daripada virus yang bersirkulasi, yaitu
sakit sendi, nyeri otot, demam dan rash. Permulaan
penyakit daripada hepatitis A biasanya akut.
(Nurman, 2008)
Patogenesis. Berawal karena timbulnya jejas, tanpa
memandang mekanisme jejas awal terhadap hati, cedera akibat hepatitis virus
nyata dalam 3 cara: merupakan refleksi
jejas pada hepatosit, yang melepaskan ALT dan AST ke dalam aliran darah. ALT
lebih spesifik pada hati daripada AST
yang juga bisa naik ketika cedera
eritrosit, otot skelet, sel miokardium. hepatitis virus juga disertai
ikhterus kolestatis, dimana kadar bilirubin direk and indireknya naik. ikhterus
akibat obstruksi aliran saluran empedu dan cedera terhadap hepatosit. kenaikan
alkali fosfatase serum, 5’-nukleotidase, gama-glutamil transpeptidase, dan
urobilonogen serum merefleksikan cedera terhadap system biliaris (Behrman,
2000).
Penegakan Diagnosis. Dengan Anamnesis mengenai: adanya riwatyat ikterus pada
keluarga atau teman dekat, gejala mulai dari asimptomatis sampai simptomatic
berupa: demam, malaise, nausea, vomitus, anoreksia, diare pada anak, konstipasi
pada dewasa, nyeri kuadran kanan aas perut, urin gelap. Lalu dengan pemeriksaan
fisik ada hepatomegali. Pemeriksaan Penunjang yaitu tes darah hati: menunjukan
kelainan hepatoselular akut( kenaikan predominan dari SGOT, dengan kenaikan
bilirubin dan fosfatase alkali yang lebih tidakjelas), pemeriksaan feses
ditemukan HAV sekitar 1-2 minggu, pemeriksaan serologis: Anti HAV timbul dalam fraksi IgM
selama fase akut, Ig-G anti HAV timbul setelah onset penyakit dan bertahan
selama sepuluh tahun; dan tes ELIZA (Sudoyo, 2006).
Pencegahan. Pencegahan
dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi/ kebersihan lingkungan sekitar; dengan
pencegahan radang hati malalui penghindaran terhadap penebabnya, misalnya
alkohol maupun obat-obatan yang merusak hati. Melakukan
vaksinasi HAV secara IM pada otot
deltoideus; ataupun dengan Ig/imunoglobulin
(mengandung anti-HAV) → perlindungan sebelum dan sesudah terpajan HAV.
b.
Hepatitis B
Definisi. Hepatitis B adalah penyakit hepatitis yang disebabkan oleh vrius
hepatitis B (HBV) yang dapat berakibat terjadinya hepatoma dan sirosis hati.
Etiologi. HBV adalah anggota famili Hepadnaviridae (Hepadnavirus tipe 1), genus Orthohepadnavirus,
kelompok virus DNA hepatotropik nonsitopatik, mempunyai genom DNA sirkuler,
sebagai helai ganda tersusun sekitar 3.200 nukleotid. Empat gena yang telah
dikenali yaitu gana S, C, X dan P. Stabiltas sensitif
asam,transmisi secara parenteral. Replikasi terjadi dalam hati, limpa, ginjal,
pankreas.
Komponen
sistem :
§ HBsAg:
antigen permukaan hepatitis B; positif kira-kira 2 minggu sebelum timbul gejala
klinis.
§ HBeAg:
antigen hepatitis B e. Dihubungkan dengan nukleokapsid HBV; menunjukkan
replikasi virus; beredar sbg antigen yang dapat larut dalam serum.
§ HBcAg: antigen inti (core) hepatitis B.
§ Anti-HBs: antibodi terhadap HBsAg. Menunjukkan infeksi
HBV masa lalu dan imunitas terhadap HBV.
§ Anti-HBe: antibodi terhadap HbeAg, adanya antibodi
tersebut dalam serum carrier HBsAg menunjukkan titer HBV lebih rendah.
§ Anti-HBc: antibodi terhadap HBcAg. Menunjukkan infeksi
HBV pada masa lampau pada waktu yang tidak dapat ditentukan.
§ IgM anti –HBc: antibodi golongan IgM terhadap HbcAg.
Menunjukkan infeksi HBV yang baru terjadi ; positif pada 4-6 bulan setelah
infeksi (Behrman, 2000).
Patogenesis. Hepatitis B merupakan virus nonsitopatis yang mungkin
nenyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun. Langkah pertama dalam
proses hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, sehingga muncul
antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting adalah antigen
nukleokapsid, HbcAg dan HbeAg. Antigen ini bersama protein histokompatibilitas
(MHC) mayor kelas 1, membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis.
Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti baik. Untuk
memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas 1
tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksis tidak dapat diaktifkan, atau beberapa
mekanisme lain yang belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit.
Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang mengandung
virus harus bertahan hidup.
Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada
keadaan ekstrahepatis yang dapat dihubungkan
dengan infeksi HBV. Kompleks imun yang sedang bersirkulasi yang
mengandung HBsAg dapat terjadi pada penderita yang mengalami poliartritis,
glomerulonefritis, polimialgia reumatika, krioglobulinemia (Behrman, 2000).
Manifestasi Klinik.
Berlangsung dalam dua fase yaitu fase preikterik, yang ditandai demam (37,8-40oC), sakit
kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, sakit perut, artralgia dan urtikaria;
hepatomegali, spenomegali, dan limfadenopati. Sedangkan pada fase ikterik, gejala ikterik mulai
timbul pada saat demam menurun yang didahului dengan urin yang berwarna gelap
(biliuria). Pada orang dewasa bisa timbul depresi, bradikardia dan pruritus,
pada anak tidak. Hepatospenomegali, dan tinja bisa berwarna seperti tanah liat.
Fase ikterik berlangsung terus-menerus selama kuarng lebih 8-11 hari
(Rampengan, 2007).
Penegakan
Diagnosis. Dengan adanya
HBsAg dalam darah penderita menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis. HBsAg
dapat terdeteksi dengan metode RIA 6-30 hari setelah kontak pertama secara
parenteral dan 56-60 hari setelah kontak secara oral. HBsAg ada selama akhir
masa inkubasi dan selama fase ikterik, hilang setelah timbul gejala ikterus.
Aktivitas SGOT meningkat secara bertahap setalah masa inkubasi (30-60 hari).
Antibodi terhadap HBsAg lambat timbul, kira-kira 1-2 bulan setelah HBsAg tidak
terdeteksi. Anti HBcAg merupakan pertanda serologis infeksi HBV akut yang
berharga karena muncul hampir seawal HBsAg dan terus ada dalam perjalanan
penyakit bila HBsAg telah hilang (Rampengan, 2007; Behrman, 2000).
Pengobatan. Pengobatannya bersifat simptomatik dan suportif, belum
ada pengobatan yang spesifik.
o
Istirahat yang
cukup, aktivitas normal biasanya dimulai secara bertahap. Penderita dengan
keadaan umum jelek seperti somnolen, kejang, muntah, disertai komplikasi berat,
didukung hasil pemeriksaan bilirubin direk lebih dari 10 mg/dl dan SGPT di atas
10x normal, harus dirawat di rumah sakit.
o
Diet, sesuai selera
penderita. Untuk mengatasi anoreksia dapat diberikan cairan seperti air daging,
sari buah., tidak ada kontraindikasi terhadap lemak.
o
Suplementasi
vitamin terutama vitamin B kompleks.
o
Obat-obatan seperti
kortikosteroid tidak dianjurkan untuk hepatitis yang tanpa disertai komplikasi
(Rampengan, 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar