BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kemampuan untuk mengganti atau
memperbaiki jaringan yang rusak atau bahkan seluruh bagian tubuh merupakan
impian dari para dokter. Transplantasi adalah memindahkan alat atau jaringan
tubuh dari satu orang ke orang lain. Hal tersebut merupakan tindakan pilihan
bila suatu alat atau jaringan tubuh yang vital rusak dan tidak dapat diperbaiki
lagi akibat proses penyakit. Hukum transplantasi adalah bahwa tandur akan
diterima bila resipien dan donor memiliki gen histokompatibilitas tertentu yang
sama (Baratawidjaja, 2010).
Pada skenario kali ini dituntut untuk
membahas mengenai transfusi darah beserta resiko, efek samping, dan
mekanismenya, transplantasi organ meliputi mekanisme serta pandangan dari
berbagai aspek, dan imunodefisiensi yang telah dipaparkan di skenario di bawah
ini. Berikut skenario yang akan dibahas:
Pak Eko datang ke rumah Pak Andi
menyampaikan kabar bahwa istri Pak Eko, sedang dirawat di rumah sakit karena
gagal ginjal dan perlu mendapatkan transfusi darah karena kadar hemoglobinnya
terus menurun. Pak Andi pernah membaca bahwa beberapa penyakit bisa ditularkan
melalui transfusi, seperti hepatitis, malaria, sifilis bahkan HIV/AIDS. Apakah
tidak beresiko untuk istri Pak Eko ya? Pak Eko menyatakan bahwa transfusi hanya
bersifat sementara. Dokter berharap istri Pak Eko bisa menjalani operasi
cangkok ginjal. Tapi tidak mudah mendapatkan organ donor. Karena kalau tidak
cocok, akan ditolak oleh tubuh penerima. Padahal, tubuh istri Pak Eko makin
lemah.
Menurut dokter, daya imunnya juga terus
menurun, baik karena perkembangan penyakit, diet yang ketat maupun terapi yang
harus diterimanya. Pak Andi kembali teringat anak tetangganya yang imunisasinya
tidak berhasil juga dikatakan anak tersebut mempunyai daya imun yang lemah.
Apakah sama ya dengan istri Pak Eko? Pak Eko meminta Pak Andi mau mendonorkan
darahnya. Tetapi Pak Andi ragu-ragu karena dahulu pernah terjadi saudaranya
saat mendapat transfusi tiba-tiba gatal-gatal dan sesak nafas. Kata dokter itu
karena darahnya tidak cocok. Ada juga kasus ibu guru di sekolah Pak Andi yang
pernah mengalami keguguran yang oleh dokter dikatakan karena darah janin dan
darah ibunya tidak cocok. Sebenarnya yang tidak cocok apanya ya?
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah transfusi darah beresiko
untuk istri Pak Eko?
2. Apakah lemahnya imun berpengaruh
pada keberhasilan cangkok ginjal?
3. Apa saja penyebab darah transfusi
tidak cocok bagi resipiennya?
C. Tujuan
a.
Untuk
mengetahui informasi yang terkait dengan transplantasi organ, termasuk
indikasi, kontra indikasi dan faktor yang mempengaruhi transplantasi organ.
b.
Untuk
mengetahui informasi yang terkait dengan transfusi darah, termasuk indikasi,
kontra indikasi, syarat, faktor yang mempengaruhi, risiko, serta dampak dari
transfusi darah.
c.
Untuk
mengetahui patofisiologi dan penyakit terkait imunodefisiensi.
D.
Manfaat
1. Mengetahui informasi yang terkait
dengan transplantasi organ, termasuk indikasi, kontra indikasi dan faktor yang
mempengaruhi transplantasi organ.
2. Mengetahui informasi yang terkait
dengan transfusi darah, termasuk indikasi, kontra indikasi, syarat, faktor yang
mempengaruhi, resiko, serta dampak dari transfusi darah.
3. Mengetahui patofisiologi dan
penyakit terkait imunodefisiensi.
BAB II
STUDI PUSTAKA
Transplantasi
Transplantasi
adalah memindahkan alat atau jaringan tubuh dari satu ke orang lain (Bratawidjaja,
2010).
Jenis-jenis
cangkok berdasarkan asal dari alat jaringan tubuh yang didonorkan:
1. Autograft
: memakai jaringan sendiri, misal
kulit
2. Isograft
: transfer jaringan dari donor
yang identik secara genetik (monozigot)
3. Allograft
: donor dari individu berbeda tapi
spesies sama
4. Xenograft
: donor dari spesies yang berbeda,
misal babi
Dasar
genetik transplantasi:
· Histokompatibel
dan histoinkompatibel
· Antigen
Histokompatibel Mayor : gen yang
menentukan apakah tandur dapat diterima
· Antigen
Histokompatibel Minor : gen yang
eksperesinya lebih lemah daripada mayor. Merupakan sasaran penolakan awitan
lambat
· Antigen
Histokompatibel non-MHC
Mekanisme
penolakan transplantasi:
1. Sistem
seluler : berlangsung sesuai
respons CMI. Gejala timbul setelah terjadi vaskularisasi. Terjadi invasi sel
tandur oleh sel-sel limfosit dan monosit melalui pembuluh darah. Menimbulkan
kerusakan pembuluh darah dan diikuti oleh nekrosis jaringan tandur.
2. Sistem
humoral : sel tandur dihancurkan
melalui hipersensitivitas tipe 2 yang melibatkan antibodi humoral.
Pencegahan
penolakan transplantasi:
a. Antigen
Rhesus : tipe antigen Rh yang
ditentukan sebekum transfusi dan reaksi transfusi yang berhubungan dengan Rh
dapat mencegah reaksi transfusi resipien Rh- dengan darah RH+
b. ABO typing
c. Cross Matching
dan Tissue Typing
Cross
matching: pemeriksaan serum resipien untuk memeriksa adanya
antibodi yang preformed terhadap
antigen/HLA donor, untuk mencegah reaksi penolakan hiperakut
Tissue
Typing: identifikasi antigen MHC-1 dan MHC-2
d. Seleksi
resipien: usia lanjut, sepsis berat, osteoporosis, kecenderungan perdarahan,
banyaknya spesifisitas yang dimiliki bersama oleh donor dan resipien
Jenis-jenis
penolakan:
· Penolakan
hiperakut: terjadi dalam beberapa menit atau jam setelah transplantasi.
Diakibatkan oleh antibodi yang sudah dimiliki resipien terhadap organ donor
· Penolakan
akut: penolakan yang biasa terjadi dalam waktu 10 hari. Karena organ tandur
yang mismatch dan pengobatan imunosupresif yang kurang
· Penolakan
tersembunyi dan lambat: disertai endapan Ig dan C3 subendotel di membran basal
glomerulus, mungkin ditimbulkan oleh kompleks imun atau pembentukan kompleks
dengan antigen larut asal ginjal yang dicangkokkan
· Penolakan
kronis: hilangnya fungsi organ yang dicangkokkan secara perlahan dalam beberapa
bulan-tahun sesudah organ berfungsi secara normal. Disebabkan oleh sensitivitas
yang timbul terhadap antigen tandur atau oleh timbulnya intoleransi terhadap
sel T
Organ
- organ yang dapat ditransplantasi:
· Ginjal
· Jantung
· Hati
· Kornea
· Kulit
· Pankreas
· Sumsum
tulang
· Sel
punca
Transfusi
Transfusi darah merupakan transplantasi jaringan hidup yang mengandung
banyak sumber manusia yang kompleks yang juga membawa potensi efek samping yang
tidak diinginkan pada penerima atau resipien. Beberapa risiko transfusi
sekarang telah diketahui namun ada juga yang belum. Untuk itu perlu penilaian
yang teliti dari risiko-risiko yang ada.
Transfusi darah
berdasarkan sumber darah donor dibedakan menjadi dua :
1. Allotransfusi
atau darah berasal dari orang lain.
2. Autotransfusi
atau darah berasal dari resipien sendiri.
Sedangkan indikasi transfusi darah adalah :
a.
Penggantian volume darah karena kehilangan darah
akut.
b.
Kekurangan eritrosit
c.
Defisiensi faktor koagulasi
d.
Berkurangnya jumlah leukosit atau trombosit
e.
Open heart surgery
f.
Transfuse tukar
IMUNOLOGI DARAH
Antigen adalah zat yang dikenali sebagai benda asing dalam tubuh dan
akan menimbulkan respon imun melalui dibentuknya antibodi yang bereaksi
spesifik terhadap antigen tersebut. Antibodi yang diproduksi oleh tubuh sebagai
reaksi imun adalah immunoglobulin (Ig) dan terdiri atas dua macam : IgM dan
IgG.
Ekspresi gen pada permukaan sel, dalam hal ini sel
darah, menjadi antigen apabila sel tersebut dimasukkan ke dalam sirkulasi
individu lain seperti pada proses transfusi. Hal ini dapat menimbulkan respon
imun dari tubuh resipien. Respon imun terhadap antigen sel darah individu lain
ini disebut aloimunisasi.
EFEK SAMPING TRANSFUSI
Saat ini transfusi darah sudah
menjadi jauh lebih aman, namun masih terdapat beberapa efek samping yang tetap
terjadi meskipun dari pemeriksaan sebelumnya dinyatakan bahwa darah tersebut
cocok. Efek samping ini dibagi menjadi tiga kelompok :4-10
- Immune-mediated
reactions, dibagi menjadi
immediate dan delayed.
- Nonimmunologic
reactions
Efek ini
disebabkan oleh sifat fisik dan kimia dari komponen darah yang disimpan dan
bahan aditifnya.
- Infeksi
- Immune Mediated Reactions
Transfusi komponen darah dapat menstimulasi
imunologi dan efek lain pada pasien.
Terdapat beberapa efek imuniologis dan efek lainnya termasuk stimulasi
aloantibodi terhadap antigen plasma sel dan protein plasma, transfer pasif
antibodi terhadap antigen yang sama, transfer pasif sel efektor imun
(limfosit), dan transmisi agen infeksius yang mempengaruhi sistem imun
(contohnya HIV). Reaksi antigen-antibodi menyebabkan berbagai peristiwa yang
dimediasi imun, termasuk hemolisis, reaksi alergi, dan anafilaksis. Transfusi
juga dapat menimbulkan imunosupresi, meskipun mekanismenya masih kontroversial.4,9
Kecepatan pembersihan eritrosit
yang ditransfusikan pada pasien dipengaruhi faktor humoral, yaitu isoantibodi
dan alloantibody atau karena kombinasi mekanisme imun humoral dan selular.
Meskipun faktor yang mempengaruhi proses ini kompleks, kecepatan pembersihan
eritrosit yang ditransfusikan dapat diperkirakan dengan pengetahuan tentang
antigen yang terlibat. Beberapa faktor yang menentukan kecepatan bersihan
eritrosit dari sirkulasi pada respon alloimun meliputi :4,9
o
Konsentrasi
antibodi dalam plasma
o
Rentang
suhu tertentu di mana antibodi bekerja secara efektif
o
Klas dan
subklas antibodi
o
Densitas
antigen eritrosit
- Immediate
Hemolytic Transfusion Reactions/ Reaksi Hemolitik Intravascular
Terjadi bila
terdapat komplemen yang terikat pada permukaan sel donor yang menyebabkan serangan kompleks
(C5-9) dan melisiskan eritrosit donor. Penyebab yang paling sering adalah
inkompatibilitas ABO. Aktivasi dan fiksasi komplemen menyebabkan destruksi
eritrosit dan melepaskan agen vasoaktif (C5a) dan materi prokoagulan, sejumlah
besar kompleks imun dibentuk. Bisa juga terjadi gagal ginjal karena deposisi
kompleks imun dan hipoperfusi. 4,9
- Delayed
Hemolytic Transfusion Reactions/ Reaksi Hemolitik Ekstravaskular
Disebabkan oleh
IgG yang diproduksi setelah paparan terhadap antigen asing melalui transfusi
dan kehamilan. Paling sering terjadi pada sistem Rhesus dan beberapa antigen
seperti Kell, Kidd, dan Duffy. Reaksi ini timbul 3-10 hari sesudah transfusi.
- Hemolytic
Disease of the Newborn
Inkompatibilitas
antara ibu dan janin terjadi bila ibu memiliki Rh negatif sedangkan ayah
memiliki Rh positif, sehingga dapat dipastikan bahwa janin memiliki Rh positif.
6,9
Tabel 5. Pola penurunan Rhesus
- Destruksi trombosit
Mayoritas
disebabkan oleh antibodi terhadap HLA pada leukosit dan beberapa kasus
disebabkan oleh antigen trombosit spesifik. Reaksi ini dapat dicegah dengan
penggunaan filter leukoreduksi. 4,5
- Reaksi demam nonhemolitik
Reaksi ini
ditandai dengan demam dan menggigil disertai dengan peningkatan suhu ≥1°C.
Diagnosa ditegakkan bila semua kemungkinan demam pada pasien sudah
disingkirkan. Mekanismenya mungkin disebabkan oleh antibodi terhadap leukosit
dan antigen HLA sehingga pasien dengan riwayat transfusi berulang dan multipara
mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pencegahannya adalah penggunaan filter
leukoreduksi pada komponen darah. Insidennya dapat dikurangi dengan memberikan
premedikasi antipiretik.5,9
- Reaksi alergi
Reaksi
hipersensitivitas ini timbul terhadap komponen protein plasma donor berupa
timbulnya urtikaria. Reaksi ringan dapat diatasi dengan menghentikan transfusi
sementara dan memberikan antihistamin (difenhidramin 50 mg oral ataupun
intramuskular).9
- Reaksi anafilaktik
Terjadi pada
resipien dengan defisiensi IgA sehingga individu dengan defisiensi IgA
sebaiknya menerima plasma dengan kondisi yang sama atau komponen darah yang
sudah dicuci.5
Gejalanya
meliputi sesak, batuk, mual dan muntah, hipotensi, bronkospasme, kehilangan
kesadaran, gagal napas, dan syok.5
Bila terjadi
reaksi ini transfusi harus segera dihentikan dan pasien diberikan epinefrin. Pada kasus berat diperlukan pemberian steroid.4,5
- Transfusion-related
acute lung injury
Terjadi bila pada
plasma donor mengandung antibodi anti-HLA dalam titer yang tinggi yang
menyebabkan agregasi leukosit pada pembuluh darah pulmoner dan melepaskan
mediator vasodilatasi.4
Pada pasien timbul
gejala demam, menggigil, batuk kering, sesak, dan hipotensi 4-6 jam setelah
transfusi. Ada foto roentgen thoraks ditemukan edema pulmoner nonkardiogenik
dan infiltrat interstisial bilateral. 4
Terapinya suportif dan
prognosisnya bonam, pasien biasanya sembuh.4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar