Selasa, 15 Januari 2013

Skenario 1 Blok Gastrointestinal



Bayi Saya Kok Muntah Setelah Minum Susu Formula

Seorang bayi perempuan umur 5 hari dibawa ibunya ke dokter keluarga dengan keluhan selalu muntah sesudah minum susu formula. Alasan ibu memberikan susu formula karena produksi ASInya kurang lancar dan ibu belum terampil menyusui. Menurut ibunya sejak kemarin bayinya rewel, perutnya tampak membuncit dan kembung dan belum buang air besar. Selain itu ibu juga khawatir ketika mengamati kulit bayinya terlihat kekuningan.
Pada pemeriksaan tanda vital menunjukkan suhu tubuh per-rektal 37,2°C, repirasi 24x permenit, nadi 100x permenit. Pemeriksaan fisik menunjukkan kulit muka dan ekstremitas atas ikterik. Inspeksi abdomen tampak distended, tidak terlihat darm-contour maupun darm steifung. Palpasi: dinding abdomen supel, tidak terdapat defans muskuler. Perkusi: hipertimpani di area epigastric, timpani di area abdomen yang lain. Auskultasi terdengar bising usus 15 kali permenit, tidak terdengar borborigmi maupun metallic sound.
Dokter menanyakan lebih lanjut pola BAB selama 2 hari pertama dan menjelaskan kemungkinan bayi tersebut tidak dapat  mencerna susu formula dengan baik. Kemudian ibu bayi juga menanyakan: “apakah warna kekuningan berkaitan dengan muntah yang dialami bayinya?”.


STUDI PUSTAKA

A.      Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan atau systema digestiva dibagi menjadi 2 bagian yaitu systema digestiva propius dan systema digestiva accessoria. Systema digestiva propius merupakan saluran yang dilewati oleh makanan. Sedangkan systema digestiva accessoria merupakan organ-organ yang tidak dilewati makanan, namun dibutuhkan dalam proses pencernaan. Organ-organ tersebut adalah hepar, vesica fellea, lien dan pancreas.
Makanan masuk ke dalam tubuh manusia melalui rima oris, lalu menuju ke cavum oris. Dicavum oris, makanan mengalami 2 jenis pencernaan, yaitu pencernaan kimiawi dan mekanik. Pencernaan mekanik dilakukan oleh dentes. Berfungsi untuk memperkecil ukuran makanan sehingga luas permukaan semakin besar dan memperbesar kemungkinan kontak dengan enzim saat pencernaan kimiawi berlangsung di saluran selanjutnya. Pencernaan kimiawi dilakukan oleh enzim ptialin yang terdapat di saliva. Enzim ini dihasilkan oleh kelenjar saliva, terutama glandula submandibularis.
Selanjutnya makanan akan ditelan. proses menelan terdiri dari 3 tahap, yaitu fase volunter, fase pharyngeal dan fase oesophageal. Fase volunter adalah fase sadar ketika kita dengan sadar melakukan proses menelan. Pada fase pharyngeal, makanan sampai di bagian posterior oropharynx dan akan menyentuk epitel reseptor menelan yang terdapat di sekitar pintu pharynk. Hal ini akan merangsang proses berikut, 1) palatum molle menutup nares posterioses, agar tidak terjadi reflux makanan ke nasus, 2) plica palatopharingeal menyempit sehingga selektif untuk makanan yang telah siap ditelan, 3) epiglottis menutup, 4) sprinter faringoesophageal relaksasi. Masuknya makanan ke oesophagus menunjukkan dimulainya fase oesophageal. Di dalam oesophagus, makanan tidak mengalami pencernaan, namun hanya lewat dengan dibantu gerakan peristaltik. Pada oesophagus terdapat 3 penyempitan, yaitu saat pharynx bersatu dengan ujung atas oesophagus, saat terjadi persilangan antara arcus aorta dengan bronchus primarius sinister dam saat oesophadus memasuki hiatus oesophagus setinggi VT 10.

Makanan masuk ke dalam gaster melalui ostium cardiacum. Gaster memiliki bagian-bagian yaitu cardiac, fundus, corpus, dan anthrum piloricum. Sebelah dexter dan sinister, dibentuk oleh curvatura minor dan curvatura mayor. Pada minor terdapat pembuluh darah a.v gastrica sinistra, a.v gastrica dextra dan limfonodi. Pada kurvatura mayor terdapat a.v gastrica breves dan a.v gastro epiploica dexta et sinistra. Dalam gaster, makanan khususnya protein dicerna secara kimiawi. Protein dicerna oleh pepsin menjadi pepton. Disekresikan oleh chief sel dalam bentuk pepsinogen. Pepsinogen ini akan diaktivkan oleh asam lambung menjadi pepsin. Gaster memiliki keasaman yang sangat tinggi, yaitu 1-2. Keasaman ini disebabkan oleh adanya asam lambung yang disekresikan oleh sel parietal. Asam lambung berfungsi diantaranya untuk membunuh kuman dan untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin.
Setelah selesai dengan pencernaan di gaster, makanan akan masuk ke intestinum tenue melalui pylorus. Pada pylorus, terjadi penebalan musculus obique sehingga membentuk sprinter gastroduodenale. Intestinum tenue terdiri dari 3 bagian, yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum terdiri dari pars superior, pars descendens, pars horizontale dan pars ascendens. Pada pars descendens terdapat muara dari ductus pancreaticus dan ductus choledocus hepar yaitu papilla duodeni mayor. Mulai dari gaster hingga pars superior duodenum diperdarahi oleh arteri yang berasal dari truncus coeliacus. Pada duodenum terjadi pencernaan kimiawi maksimal. Di sini terjadi pencernaan lemak, karbohidrat dan protein. Enzim-enzim yang digunakan berasal dari pancreas dan mucosa duodenum. Pencernaan lemak dibantu oleh empedu yang dihasilkan oleh hepar. Empedu membantu menurunkan tegangan permukaan lemak sehingga lebih mudah dicerna oleh lipase. Dalam empedu terdapat pigmen empedu yaitu bilirubin. Bilirubin dihasilkan dari pemecahan eritrosit. Eritrosit yang sudah tua akan dipecah di lien menjadi haem dan globin. Haem diubah menjadi bilirubin indirect yang larut lemak namun tidak larut air. Sehingga agar bisa menuju ke hati untuk proses selanjutnya, biliribin harus berikatan dengan globulin. Selanjutnya bilirubin indirect diuban menjadi bilirubin direct dan disalurkan ke duodenum bersama dengan empedu. Gangguan pada metabolisme bilirubin ini dapat menyebakan ikterus. Oleh flora normal, bilirubin akan diubah menjadi sterkobilin dan urobilin. Sterkobilin dieksresikan melalui saluran pencernaan bersama feses, sedangkan urobilin diekskresikan bersama urin.
Setelah mengalami pencernaan di duodenum, makanan akan menuju ke jejunum. Di sini terjadi pencernaan maksimal bahan makanan yang telah dicerna. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida, protein diserap dalam pentuk asam amino, lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol. Selanjutnya makanan menuju ke ileum. Di sini terjadi pembersihan kuman-kuman oleh limfonodi di submucosa ileum.
Proses selanjutnya, makanan menuju ke caecum dilanjutkan ke colon. Colon memiliki 4 bagian, yaitu colon dextra, colon media, colon sinistra dan colon sigmoid. Pada colon, sisa makanan mengalami penyimpanan dan reabsorbsi air. Sisa makanan akan dikumpulkan di rectum. Jika rectum telah penuh dan terjadi dorongan dari colon, maka akan terjadi rangsangan defekasi. Feses akan keluar melalui anus. Anus memiliki 2 sphincter, yaitu sphincter ani interna yang dibentuk oleh otot polos dan sphincter ani externa yang dibentuk oleh otot lurik. Adanya sphincter ani externa memungkinkan manusia untuk menahan defekasi.

B.       Histologi dan Biokimia Saluran Pencernaan
1.    Histologi dinding saluran pencernaan
Lapisan-lapisan dinding saluran pencernaan dari luar sampai ke dalam: lapisan serosa, lapisan otot longitudinal, lapisan otot sirkuler, lapisan submukosa, lapisan mukosa. Selain itu, terdapat berkas tipis serabut-serabut otot polos, yaitu otot mukosa yang terletak di lapisan paling dalam dari mukosa. Fungsi motorik dari usus diselenggarakan oleh berbagai lapisan otot polos nadi (Guyton, 2007).
Pembungkus jaringan ikat di sebelah luar saluran cerna adalah serosa, yang mengeluarkan cairan serosa encer yang meluminasi dan mencegah gesekan antara organ-organ pencernaan dan visera di sekitarnya. Di sepanjang saluran pencernaan, serosa berhubungan dengan mesenterium, yang menggantung organ-organ pencernaan ke dinding dalam rongga abdomen seperti sebuah ayunan (Sherwood, 2001).
Lapisan muskularis eksterna, lapisan otot polos utama di saluran pencernaan, mengelilingi submukosa. Di sebagian besar saluran pencernan, lapisan isi terdiri dari bagian lapisan sirkuler dalam dan lapisan longitudinal luar. Bersama-sama aktivitas kontraksi otot polos menghasilkan gerakan propulsif dan mencampur (Sherwood, 2001).
Submukosa adalah lapisan tebal jaringan ikat yang menyebabkan saluran pencernaan memiliki elastisitas dan distensibilitas. Lapisan ini memiliki pembluh darah dan limfe yang besar, juga terdapat jaringan saraf yang dikenal sebagai pleksus submukosa, yang membantu mengontrol aktivitas lokal masing-masing bagian usus (Sherwood, 2001).
Mukosa melapisi permukaan luminal saluran pencernaan,. Bagian ini dibagi menjadi tiga lapisan:
1)        Komponen utama mukosa adalah membran mukosa, suatu lapisan epitel bagian dalam yang berfungsi sebagai permukaan protektif serta mengalami modifikasi  di daerah-daerah tertentu untuk sekresi dan absorbsi. Membran mukosa mengandung sel eksokrin untuk sekresi getah pencernaan, sel endokrin untuk sekresi hormon saluran pencernaan dan sel epitel yang khusus untuk penyerapan nutrien
2)        Lamina propia adalah lapisan tengah jaringan ikat tipis tempat epitel melekat. Lapisan ini mengandung gut assosiated lymphoid tissue (GALT).
3)        Mukosa muskularis adalah lapisan otot polos di sebelah luar yang terletak di sebelah lapisan sub mukosa.
(Sherwood, 2001)
Pada bagian lambung lapisan dindingnya tersusun atas empat lapisan:
1)      Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritonium viseralis.          
2)      Tunika muskularis, tersusun atas tiga lapis otot polos, yaitu lapisan longitudinal bagian luar, lapisan sirkuler di tengah dan lapisan oblik di bagian dalam.
3)      Lapisan submukosa, tersusun atas jaringan areolar longga yang membungkus lapisan mukosa dan lapisan muskularis
4)      Lapisan mukosa, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal (rugae), memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. (Wilson et al, 2007)


2.    Mekanisme enzim dan hormon dalam proses pencernaan
Beberapa jenis enzim yang berperan dalam proses pencernaan antara lain:
1)        enzim pencerna karbohidrat: amilase, disakaridase (sukrose, maltase, laktase).
2)        enzim pencerna protein: pepsin, tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, aminopeptidase.
3)        enzim pencerna lemak: lipase dan garam empedu (bukan suatu enzim).
(Sherwood, 2007)
Beberapa hormon berperan dalam mempengaruhi motilitas beberapa bagian traktus gastrointestinal. Diantara hormon-hormon tersebut adalah:
1)        Gastrin. Disekresi oleh sel “G” bagian antrum lambung sebagai respon terhadap rangsangan yang berhubungan dengan dengan penelanan makanan, seperti distensi lambung, produk-produk protein dan peptida pelepas gastrin yang dikeluarkan oleh saraf-saraf mukosa lambung yang dikeluarkan selama perangsangan saraf vagus. Kerja utama gastrin adalah (1) perangsangan sekresi asam lambung dan (2) perangsangan pertumbuhan mukosa lambung.
2)        Koleisitokinin disekresi oleh sel : “I” dalam mukosa duodenum dan yeyunum terutama sebagai respon terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan monogliserida di dalam isi usus. Hormon ini menimbulkan kontraksi kuat kandung empedu untuk mengeluarkan empedu ke usus halus, menghambat kontraksi lambung secara sedang.
3)        Sekretin merupakan hormon gastrointestinal yang pertama kali ditemukan dan disekresi oleh sel “S”  dalam mukosa duodenum sebagai respon terhadap getah asam lambung yang dikosongkan ke dalam duodenum ke dalam pylorus lambung. Sekretim mempunyai efek penghambat paling ringan terhadap motilitas gastrointestinal dan bekerja membantu sekresi bikarbonat pankreas yang selanjutnya membantu menetralisir asam di dalam usus.
4)        Peptida penghambat asam lambung, disekresi oleh mukosa usus halus bagian atas, terutama sebagai respon terhadap asam lemak dan asam amino. Mmemiliki efek paling ringan menurunkan aktivitas motorik lambung.
5)        Motilin, disekresi oleh usus halus bagian atas selama puasa. Berfungsi meningkatkan motilitas gastrointestinal.
(Guyton, 2007)

C.      Perkusi Abdomen
Perkusi abdomen dilakukan untuk menilai jumlah serta distribusi gas di dalam abdomen dan mengenali kemungkinan adanya massa yang padat ataupun berisi cairan. Perkusi dilakukan di seluruh kuadran abdomen untuk menilai distribusi bunyi timpani atau redup. Biasanya bunyi timpani lebih dominan karena keberadaan gas di dalam traktus gastrointestinal, namun daerah-daerah bunyi redup yang terpencar-pencar karena keberadaan cairan dan feses juga merupakan gambaran yang khas. Pada sisi sebelah kanan daerah di antara paru di sebelah atas dan margo kostalis di sebelah bawah biasanya akan menemukan pekak hati (liver dullness), pada sisi sebelah kirinya, bunyi timpani pada daerah di atas gelembung udara yang ada di dalam lambung dan fleksura lienalis kolon. Bunyi redup yang luas mungkin menunjukkan adanya massa atau pembesaran organ di balik daerah tersebut. Pada setiap sisi abdomen yang membuncit, harus diperhatikan tempat terjadinya perubahan bunyi dari timpani menjadi redup yang menandakan keberadaan struktur padat di belakangnya. Distensi karena gas dapat bersifat lokal atau menyeluruh. Distensi ini menyebabkan bunyi timpani. Peningkatan produksi gas dalam usus akibat jenis makanan tertentu menimbulkan distensi yang ringan. Keadaan yang lebih serius adalah obstruksi intestinal dan ileus paralitik (adinamik). Distensi akan lebih nyata pada obstruksi kolon dibanding obstruksi usus halus. Bunyi redup pada perkusi kedua pinggang menunjukkan perlunya pemeriksaan lebih lanjut terhadap kemungkinan asites. Pada situs inversus ( keadaan yang langka ), semua organ letaknya terbalik. Gelembung udara berada di sebelah kanan, bunyi redup pada perkusi hati (atau pekak hati) di sebelah kiri.


D.      Perbedaan Kandungan ASI dan Susu Formula
ASI mengandung komponen makro dan mikro nutrien. Yang termasuk makronutrien adalah karbohidrat, protein dan lemak sedangkan mikronutrien adalah vitamin & mineral. Perbedaan volume dan komposisi nutrien ASI berbeda untuk setiap ibu bergantung dari kebutuhan bayi, hal ini dapat terlihat pada masa menyusui (kolostrum, ASI transisi, ASI matang dan ASI pada saat penyapihan). Kolostrum yang diproduksi antara hari 1-5 menyusui kaya akan zat gizi terutama protein. ASI transisi mengandung banyak lemak dan gula susu (laktosa). Pada saat penyapihan, kadar lemak dan protein meningkat seiring bertambah banyaknya kelenjar payudara. Jumlah total produksi ASI dan asupan ke bayi bervariasi untuk setiap waktu menyusui dengan jumlah berkisar antara 450 -1200 ml dengan rerata antara 750-850 ml per hari.
1.    Air
ASI mengandung air sebanyak 87.5% sehingga bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu lagi mendapat tambahan air walaupun berada di tempat yang mempunyai suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada bayi yang mendapat susu formula.
2.    Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir dua kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu formula. Namun demikian angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencerna laktosa (intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding laktosa susu formula.
3.    Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula. Protein dalam ASI dan susu formula terdiri dari protein Whey dan Casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu formula lebih banyak mengandung protein Casein yang lebih sulit dicerna. Disamping itu, beta laktoglobulin (protein yang potensial menyebabkan alergi) merupakan fraksi dari protein whey yang banyak terdapat di protein susu formula tidak terdapat dalam ASI. 
ASI mempunyai jenis asam amino yang lebih lengkap dibandingkan susu formula. Salah satu contohnya adalah asam amino taurin yang hanya ditemukan dalam jumlah sedikit di dalam susu formula. Taurin diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak.
ASI juga kaya akan nukleotida dibanding dengan susu dan kualitas nukleotida ASI juga lebih baik dibanding susu formula. Nukleotida ini berperan dalam meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan bakteri baik dalam usus dan meningkatkan penyerapan besi dan daya tahan tubuh.
4.    Lemak
Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Disamping itu ASI juga mengandung banyak asam lemak rantai panjang diantaranya asam dokosaheksanoik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata. Susu formula tidak mengadung kedua komponen ini sehingga hampir semua susu formula ditambahkan DHA dan ARA. Tetapi sumber DHA dan ARA yang ditambahkan ke dalam susu formula tentunya tidak sebaik yang terdapat dalam ASI. ASI mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding susu formula yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh.
5.    Karnitin
Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu formula karena ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada tiga minggu pertama menyusui dan di dalam kolostrum. Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
6.    Vitamin K
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor pembekuan. Kadar vitamin K ASI hanya seperempatnya kadar dalam susu formula.
7.    Vitamin D
ASI hanya mengandung sedikit vitamin D. Hal ini dapat diimbangi dengan menjemur bayi pada pagi hari sehingga bayi akan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari sinar matahari.
8.    Vitamin E
Fungsi penting vitamin E adalah untuk ketahanan dinding sel darah merah. Keuntungan ASI adalah kandungan vitamin E nya tinggi terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal.
9.    Vitamin A
Vitamin A berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. ASI mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja vitamin A dan tetapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Sehingga bayi mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan tubuh yang baik. 

E.       Pemeriksaan Fisik dan Tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital menunjukkan suhu tubuh per rektal 37,2oC yang berarti normal. Normalnya yaitu 37,2o-38oC.  Respirasi 24x permenit dan nadi 100x permenit. Keduanya masih dalam batas normal. Untuk respirasi nilai normalnya yaitu 30-60x/menit, sedangkan untuk nadi yaitu 90-190x/menit. Palpasi: dinding abdomen supel, tidak terdapat defans muskuler, ini menunjukkan bahwa pada dinding abdomen tidak didapatkan adanya rangsang pada peritoneum parietale. Pada perkusi ditemukan hipertimpani di area epigastric dan timpani di area abdomen yang lain. Timpani merupakan suara perkusi normal pada dinding abdomen. Adanya suara hipertimpani di area epigastric menunjukkan bahwa di area tersebut terdapat banyak udara.  Auskultasi terdengar bising usus frekuensi 15 kali per menit yang menunjukkan keadaan normal, namun ditemukan ikterik pada ekstremitas atas. Pemeriksaan selanjutnya menunjukkan bahwa bayi mengalami masalah lain selain masalah pada saluran pencernaannya.








PEMBAHASAN

Kuning/ jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
Penyebab kuning pada bayi baru lahir
Kuning pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Kuning juga bisa terjadi karena beberapa kondisi klinis, di antaranya adalah:
1.        Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor ini maka disebut sebagai ikterus fisiologis.
2.        Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
3.        Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.
4.        Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga akan menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin dari sel darah merah.
5.        Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning.
6.        Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning.
Gejala kuning pada bayi baru lahir
Ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning akan dimulai dari kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki. Jika kadar bilirubin sudah cukup tinggi, bayi akan tampak kuning hingga di bawah lutut serta telapak tangan. Cara yang mudah untuk memeriksa warna kuning ini  adalah dengan menekan jari pada kulit yang diamati dan sebaiknya dilakukan di bawah cahaya/ sinar matahari.
Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa warna kuning pada kulit akan timbul jika jumlah bilirubin pada darah di atas 2 mg/dL. Pada bayi baru lahir akan tampak kuning jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL. Hal ini penting untuk mengenali dan menangani ikterus bayi pada baru lahir kerena kadar bilirubin yang tinggi akan menyebabkan kerusakan yang permanen pada otak yang disebut dengan kern icterus.
Kuning sendiri tidak akan menunjukkan gejala klinis tetapi penyakit lain yang menyertai mungkin akan menunjukkan suatu gejala seperti keadaan bayi yang tampak sakit, demam, dan malas minum.
Pada skenario didapatkan bayi tersebut perutnya buncit. Perut buncit pada bayi biasanya adalah suatu keadaan yang normal, hal ini disebabkan oleh otot-otot perut bayi masih lemah. Akan tetapi buncit juga bisa merupakan suatu keadaan yang patologis apabila terjadi distensi abdomen yang dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:
1.    adanya rongga udara dalam perut,
2.    adanya udara dalam lumen usus,
3.    adanya cairan dalam rongga perut,
4.    adanya massa abnormal.
            Pencernaan susu atau laktosa melibatkan enzim pencernaan yang dinamakan enzim laktase. Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare. Namun pada kasus di skenario bayi tersebut justru tidak diare bahkan belum pernah BAB. Bayi pada kasus muntah setelah minum susu formula.
Muntah pada bayi tersebut kemungkinan bisa disebabkan oleh karena setelah terjadi fermentasi terbentuk gas (H2) yang akan mengakibatkan distensi abdomen. Distensi abdomen ini akan merangsang muntah melalui serabut sensorik dan vagal ke pusat muntah di batang otak.
Dokter perlu menanyakan lebih lanjut mengenai pola BAB selama 2 hari pertama agar dapat diketahui adakah kelainan pada bayi, kelainan apa yang dialami, dan untuk menentukan pemeriksaan lanjutan yang diperlukan. Bayi di skenario disebutkan sudah berusia 5 hari tetapi belum BAB. Secara fisiologis bayi akan mengeluarkan meconium (tinja pertama) yang berwarna gelap paling lambat 48 jam setelah kelahiran.
DD dan Tatalaksana
A.  Hirschsprung atau Mega Colon
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.
( Betz, Cecily & Sowden : 2000)

·      Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
·      Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon. ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar. ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
·      Diagnosa Keperawatan
1.    Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces. ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan : Anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan.
o   Kriteria Hasil
- Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi.
- Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik.
o   Intervensi
- Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %.
- Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali.
- Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah.
- Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses.
- Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan.
2.    Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah.
Tujuan : Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan.
o   Kriteria Hasil
- Berat badan pasien sesuai dengan umurnya.
- Turgor kulit pasien lembab.
- Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan.
o   Intervensi
- Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan.
- Ukur berat badan anak tiap hari.
- Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral )    untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah.
3.    Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang. (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan : Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh.
o   Kriteria Hasil
- Turgor kulit lembab.
- Keseimbangan cairan.
o   Intervensi
-Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
-Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
-Observasi adanya peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera. 
4.    Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnya menjadi lebih adekuat.
o   Kriteria hasil
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya, perawatan dan obat – obatan lebih meningkat.
o   Intervensi
- Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang dialami pasien
- Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon.
- Kaji latar belakang keluarga.
- Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien.
- Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.

B.  Intoleransi Laktosa
Di dalam susu dan produk susu lainnya  terkandung  komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal,  tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa penyapihan,  pada manusia, laktase terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa  sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai  intoleransi laktosa atau defisiensi laktase.
Bisa dikatakan hampir setiap orang pernah mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak dari masa bayi hingga dewasa dan usia lanjut, orang terbiasa mengkonsumsi susu atau produk susu. Saat usia bayisampai usia balita adalah saat dimana konsumsi susu biasanya sangat diperlukan karena nilai gizi yang dikandung susu. Namun pemberian susu formula kepada bayi hanya dilakukan bila susu formula memang benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi keadaan dimana bayi  tidak bisa mendapatkan ASI karena berbagai sebab dan pertimbangan. Air Susu Ibu (ASI) tetap merupakan  makanan terbaik untuk bayi karena selain memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung komponen yang sangat spesifik, dan telah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat kekebalan tubuh) yang merupakan perlindungan alami bagi bayi baru lahir. Menurut WHO, 98% wanita mempunyai kemampuan fisiologis untuk menyusui, jadi hanya 2% saja yang tidak dapat menyusui dengan alasan kemampuan fisiologis.

Intoleransi laktosa
Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan  dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat  menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian  laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare.
Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik terhadap makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut alergi makanan jika mekanismenya melibatkan reaksi imunologi, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan IgE. Adapun intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas non alergi terhadap makanan.
Frekuensi kejadian intoleransi laktosa pada ras Kaukasia lebih sedikit/jarang dibandingkan pada orang Asia, Afrika, Timur Tengah, dan beberapa negara Mediterania, dan juga pada ras Aborigin Australia. Lima persen dari ras Kaukasia dan 75% dari yang bukan ras Kaukasia yang tinggal di Australia mengalami intoleransi laktosa.


·      Gejala
Orang yang mengalami intoleransi laktosa biasanya mempunyai batas toleransi untuk mengkonsumsi laktosa, yang jika mereka mengkonsumsi dalam batas ini maka mereka akan mengalami gejala yang minimal.
Beberapa gejala intoleransi laktosa antara lain sakit perut, perut kembung dan     diare. Kadang-kadang gejala intoleransi laktosa sering disalah artikan sebagai gejala dari irritable bowel syndrome (IBS), padahal penderita IBS bukanlah penderita intoleransi laktosa. Penderita IBS cenderung mengalami kesulitan dalam mentoleransi lemak.
Penyebab intoleransi laktosa Intoleransi laktosa sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik, dimana penderita mempunyai laktase lebih sedikit dibanding orang normal. Beberapa faktor lain penyebab intoleransi laktosa antara lain:
Ø  Gastroenteritis, dapat menyebabkan terjadinya penguraian enzim laktase yang   dapat berlangsung sampai beberapa minggu.
Ø  Infeksi parasit, dapat menyebabkan pengurangan jumlah  laktase sementara waktu.
Ø  Defisiensi besi, rendahnya asupan besi dapat mengganggu pencernaan dan penyerapan laktosa.

Intoleransi laktosa pada bayi
Sekitar dua pertiga bayi yang diberi air susu ibu (ASI) maupun susu formula bayi, akan mengalami defisiensi laktase pada bulan-bulan awal kelahirannya, tetapi hal ini tidak berbahaya. ASI mengandung sekitar 7 % laktosa. Jumlah laktosa dalam ASI tidak dipengaruhi oleh asupan makanan ibu menyusui, artinya ibu menyusui tidak dapat mempengaruhi jumlah laktosa dalam air susunya dengan mengurangi atau meniadakan makanan produk olahan susu.
Kelainan seperti gastroenteritis dapat menguraikan enzim lactase pada usus halus sehingga bayi membutuhkan susu formula yang bebas laktosa selama beberapa minggu sampai  kadar  enzim laktase mereka mengalami pemulihan kembali. Sediaan enzim laktase dalam bentuk drop (obat tetes) merupakan salah satu pilihan untuk mengatasi masalah ini, walaupun hal ini tidak selalu dapat menolong.
Pada sejumlah bayi yang dilahirkan tanpa enzim lactase sama sekali, formula susu bayi bebas laktosa merupakan pilihan utama untuk mengatasi keadaan yang terjadi. Intoleransi laktosa tidak atau jarang sekali menyebabkan muntah pada bayi, kalaupun terjadi muntah, maka kemungkinan lebih merupakan gejala alergi terhadap susu sapi.
·      Metoda diagnosis
Beberapa metoda dapat digunakan untuk mendiagnosa intoleransi laktosa, antara lain:
Ø Hydrogen breath test
Merupakan pengujian terhadap jumlah gas hidrogen yang ditiupkan keluar melalui pernafasan. Laktosa, yang seharusnya dicerna oleh laktase, mengalami fermentasi oleh bakteri di saluran pencernaan, sehingga akan menyebabkan produksi gas hidrogen lebih banyak dari keadaan normal.
Ø Elimination diet
Merupakan diagnosa dengan cara meniadakan konsumsi makanan yang mengandung laktosa untuk melihat perbaikan gejala. Jika gejala muncul kembali ketika makanan yang mengandung laktosa diberikan lagi, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah intoleransi terhadap laktosa.
·      Penanganan intoleransi laktosa
Banyak orang yang mengalami intoleransi laktosa mengatasinya dengan pembatasan konsumsi laktosa, seperti hanya minum segelas susu. Bagi mereka yang mengalami intoleransi laktosa, beberapa anjuran berikut ini mungkin dapat    membantu.
Baca label pangan dengan seksama. Bagi penderita intoleransi laktosa agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, penting untuk membaca label pangan dengan seksama pada bagian daftar bahan pangan  (ingredient).
Produk pangan perlu dihindari/dibatasi jumlah yang dikonsumsi, jika mengandung bahan-bahan seperti berikut ini misalnya padatan susu, padatan susu bebas lemak, whey, gula susu. Mengkonsumsi produk susu fermentasi seperti keju matang (mature atau ripened cheeses), mentega atau yoghurt, karena umumnya jenis makanan ini ditoleransi lebih baik dibanding susu.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.    Beberapa hal bisa menyebabkan ikterus pada bayi neonatus (Jaundice), bisa karena sebab-sebab fisiologis (misalnya karena organ hati belum terbentuk sempurna), maupun sebab-sebab patologis (misalnya pada kasus Breast Feeding Jaundice).
2.    Pada bayi dengan Intoleransi Lactose, jumlah enzim laktase tidak mencukupi untuk memecah laktosa menjadi mikromolekul (berupa glukosa dan galaktosa) sehingga bisa langsung diserap oleh usus.

B.     Saran
Sebaiknya si ibu tetap memberikan ASI, agar lebih terampil bisa terus dilatih, dan bila jumlah ASI si ibu memang tidak cukup banyak, mungkin bias mengkonsumsi formula untuk ibu menyusui atau yang alami seperti daun katuk.
Untuk bayi Intoleransi Lactosa, bisa mengkonsumsi susu rendah laktosa, atau mengganti susu formula dengan soybean milk (walau tidak begitu disarankan karena kandungan gizinya kurang).














DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lynn S. Bickley. 2009.  “Bates” Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta : EGC
Price, Sylvia, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Vol. 1, Ed. 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Ed. 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC






Tidak ada komentar:

Posting Komentar