Bayi
Saya Kok Muntah Setelah Minum Susu Formula
Seorang bayi
perempuan umur 5 hari dibawa ibunya ke dokter keluarga dengan keluhan selalu
muntah sesudah minum susu formula. Alasan ibu memberikan susu formula karena
produksi ASInya kurang lancar dan ibu belum terampil menyusui. Menurut ibunya
sejak kemarin bayinya rewel, perutnya tampak membuncit dan kembung dan belum
buang air besar. Selain itu ibu juga khawatir ketika mengamati kulit bayinya
terlihat kekuningan.
Pada pemeriksaan
tanda vital menunjukkan suhu tubuh per-rektal 37,2°C, repirasi 24x permenit,
nadi 100x permenit. Pemeriksaan fisik menunjukkan kulit muka dan ekstremitas
atas ikterik. Inspeksi abdomen tampak distended,
tidak terlihat darm-contour maupun darm steifung. Palpasi: dinding abdomen
supel, tidak terdapat defans muskuler. Perkusi: hipertimpani di area
epigastric, timpani di area abdomen yang lain. Auskultasi terdengar bising usus
15 kali permenit, tidak terdengar borborigmi
maupun metallic sound.
Dokter
menanyakan lebih lanjut pola BAB selama 2 hari pertama dan menjelaskan
kemungkinan bayi tersebut tidak dapat
mencerna susu formula dengan baik. Kemudian ibu bayi juga menanyakan:
“apakah warna kekuningan berkaitan dengan muntah yang dialami bayinya?”.
STUDI
PUSTAKA
A. Anatomi
dan Fisiologi Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan atau systema
digestiva dibagi menjadi 2 bagian yaitu systema digestiva propius dan systema
digestiva accessoria. Systema digestiva propius merupakan saluran yang dilewati
oleh makanan. Sedangkan systema digestiva accessoria merupakan organ-organ yang
tidak dilewati makanan, namun dibutuhkan dalam proses pencernaan. Organ-organ
tersebut adalah hepar, vesica fellea, lien dan pancreas.
Makanan masuk ke dalam tubuh manusia
melalui rima oris, lalu menuju ke cavum oris. Dicavum oris, makanan mengalami 2
jenis pencernaan, yaitu pencernaan kimiawi dan mekanik. Pencernaan mekanik
dilakukan oleh dentes. Berfungsi untuk memperkecil ukuran makanan sehingga luas
permukaan semakin besar dan memperbesar kemungkinan kontak dengan enzim saat
pencernaan kimiawi berlangsung di saluran selanjutnya. Pencernaan kimiawi
dilakukan oleh enzim ptialin yang terdapat di saliva. Enzim ini dihasilkan oleh
kelenjar saliva, terutama glandula submandibularis.
Selanjutnya makanan akan ditelan. proses
menelan terdiri dari 3 tahap, yaitu fase volunter, fase pharyngeal dan fase
oesophageal. Fase volunter adalah fase sadar ketika kita dengan sadar melakukan
proses menelan. Pada fase pharyngeal, makanan sampai di bagian posterior oropharynx
dan akan menyentuk epitel reseptor menelan yang terdapat di sekitar pintu
pharynk. Hal ini akan merangsang proses berikut, 1) palatum molle menutup nares
posterioses, agar tidak terjadi reflux makanan ke nasus, 2) plica
palatopharingeal menyempit sehingga selektif untuk makanan yang telah siap
ditelan, 3) epiglottis menutup, 4) sprinter faringoesophageal relaksasi.
Masuknya makanan ke oesophagus menunjukkan dimulainya fase oesophageal. Di
dalam oesophagus, makanan tidak mengalami pencernaan, namun hanya lewat dengan
dibantu gerakan peristaltik. Pada oesophagus terdapat 3 penyempitan, yaitu saat
pharynx bersatu dengan ujung atas oesophagus, saat terjadi persilangan antara
arcus aorta dengan bronchus primarius sinister dam saat oesophadus memasuki
hiatus oesophagus setinggi VT 10.
Makanan masuk ke dalam gaster melalui
ostium cardiacum. Gaster memiliki bagian-bagian yaitu cardiac, fundus, corpus, dan
anthrum piloricum. Sebelah dexter dan sinister, dibentuk oleh curvatura minor
dan curvatura mayor. Pada minor terdapat pembuluh darah a.v gastrica sinistra,
a.v gastrica dextra dan limfonodi. Pada kurvatura mayor terdapat a.v gastrica
breves dan a.v gastro epiploica dexta et sinistra. Dalam gaster, makanan
khususnya protein dicerna secara kimiawi. Protein dicerna oleh pepsin menjadi
pepton. Disekresikan oleh chief sel dalam bentuk pepsinogen. Pepsinogen ini
akan diaktivkan oleh asam lambung menjadi pepsin. Gaster memiliki keasaman yang
sangat tinggi, yaitu 1-2. Keasaman ini disebabkan oleh adanya asam lambung yang
disekresikan oleh sel parietal. Asam lambung berfungsi diantaranya untuk
membunuh kuman dan untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin.
Setelah selesai dengan pencernaan di
gaster, makanan akan masuk ke intestinum tenue melalui pylorus. Pada pylorus,
terjadi penebalan musculus obique sehingga membentuk sprinter gastroduodenale.
Intestinum tenue terdiri dari 3 bagian, yaitu duodenum, jejunum dan ileum.
Duodenum terdiri dari pars superior, pars descendens, pars horizontale dan pars
ascendens. Pada pars descendens terdapat muara dari ductus pancreaticus dan
ductus choledocus hepar yaitu papilla duodeni mayor. Mulai dari gaster hingga
pars superior duodenum diperdarahi oleh arteri yang berasal dari truncus
coeliacus. Pada duodenum terjadi pencernaan kimiawi maksimal. Di sini terjadi
pencernaan lemak, karbohidrat dan protein. Enzim-enzim yang digunakan berasal
dari pancreas dan mucosa duodenum. Pencernaan lemak dibantu oleh empedu yang
dihasilkan oleh hepar. Empedu membantu menurunkan tegangan permukaan lemak
sehingga lebih mudah dicerna oleh lipase. Dalam empedu terdapat pigmen empedu
yaitu bilirubin. Bilirubin dihasilkan dari pemecahan eritrosit. Eritrosit yang
sudah tua akan dipecah di lien menjadi haem dan globin. Haem diubah menjadi
bilirubin indirect yang larut lemak namun tidak larut air. Sehingga agar bisa
menuju ke hati untuk proses selanjutnya, biliribin harus berikatan dengan
globulin. Selanjutnya bilirubin indirect diuban menjadi bilirubin direct dan
disalurkan ke duodenum bersama dengan empedu. Gangguan pada metabolisme
bilirubin ini dapat menyebakan ikterus. Oleh flora normal, bilirubin akan
diubah menjadi sterkobilin dan urobilin. Sterkobilin dieksresikan melalui
saluran pencernaan bersama feses, sedangkan urobilin diekskresikan bersama
urin.
Setelah mengalami pencernaan di
duodenum, makanan akan menuju ke jejunum. Di sini terjadi pencernaan maksimal
bahan makanan yang telah dicerna. Karbohidrat diserap dalam bentuk
monosakarida, protein diserap dalam pentuk asam amino, lemak diserap dalam
bentuk asam lemak dan gliserol. Selanjutnya makanan menuju ke ileum. Di sini
terjadi pembersihan kuman-kuman oleh limfonodi di submucosa ileum.
Proses selanjutnya, makanan menuju ke
caecum dilanjutkan ke colon. Colon memiliki 4 bagian, yaitu colon dextra, colon
media, colon sinistra dan colon sigmoid. Pada colon, sisa makanan mengalami
penyimpanan dan reabsorbsi air. Sisa makanan akan dikumpulkan di rectum. Jika
rectum telah penuh dan terjadi dorongan dari colon, maka akan terjadi
rangsangan defekasi. Feses akan keluar melalui anus. Anus memiliki 2 sphincter,
yaitu sphincter ani interna yang dibentuk oleh otot polos dan sphincter ani
externa yang dibentuk oleh otot lurik. Adanya sphincter ani externa
memungkinkan manusia untuk menahan defekasi.
B. Histologi
dan Biokimia Saluran Pencernaan
1. Histologi dinding saluran pencernaan
Lapisan-lapisan
dinding saluran pencernaan dari luar sampai ke dalam: lapisan serosa, lapisan
otot longitudinal, lapisan otot sirkuler, lapisan submukosa, lapisan mukosa.
Selain itu, terdapat berkas tipis serabut-serabut otot polos, yaitu otot mukosa
yang terletak di lapisan paling dalam dari mukosa. Fungsi motorik dari usus
diselenggarakan oleh berbagai lapisan otot polos nadi (Guyton, 2007).
Pembungkus jaringan ikat di
sebelah luar saluran cerna adalah serosa, yang mengeluarkan cairan serosa encer
yang meluminasi dan mencegah gesekan antara organ-organ pencernaan dan visera
di sekitarnya. Di sepanjang saluran pencernaan, serosa berhubungan dengan
mesenterium, yang menggantung organ-organ pencernaan ke dinding dalam rongga
abdomen seperti sebuah ayunan (Sherwood, 2001).
Lapisan
muskularis eksterna, lapisan otot polos utama di saluran pencernaan,
mengelilingi submukosa. Di sebagian besar saluran pencernan, lapisan isi
terdiri dari bagian lapisan sirkuler
dalam dan lapisan longitudinal luar.
Bersama-sama aktivitas kontraksi otot polos menghasilkan gerakan propulsif dan
mencampur (Sherwood, 2001).
Submukosa
adalah lapisan tebal jaringan ikat yang menyebabkan saluran pencernaan memiliki
elastisitas dan distensibilitas. Lapisan ini memiliki pembluh darah dan limfe
yang besar, juga terdapat jaringan saraf yang dikenal sebagai pleksus
submukosa, yang membantu mengontrol aktivitas lokal masing-masing bagian usus (Sherwood, 2001).
Mukosa melapisi permukaan
luminal saluran pencernaan,. Bagian ini dibagi menjadi tiga lapisan:
1)
Komponen
utama mukosa adalah membran mukosa, suatu lapisan epitel bagian dalam yang
berfungsi sebagai permukaan protektif serta mengalami modifikasi di daerah-daerah tertentu untuk sekresi dan
absorbsi. Membran mukosa mengandung sel
eksokrin untuk sekresi getah pencernaan, sel endokrin untuk sekresi hormon saluran pencernaan dan sel epitel
yang khusus untuk penyerapan nutrien
2)
Lamina
propia adalah lapisan tengah jaringan ikat tipis tempat epitel melekat. Lapisan
ini mengandung gut assosiated lymphoid
tissue (GALT).
3)
Mukosa
muskularis adalah lapisan otot polos di sebelah luar yang terletak di sebelah
lapisan sub mukosa.
(Sherwood, 2001)
Pada bagian lambung lapisan dindingnya tersusun
atas empat lapisan:
1)
Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritonium
viseralis.
2)
Tunika muskularis, tersusun atas tiga lapis otot polos, yaitu lapisan
longitudinal bagian luar, lapisan sirkuler di tengah dan lapisan oblik di
bagian dalam.
3)
Lapisan
submukosa, tersusun atas jaringan areolar longga yang membungkus lapisan mukosa
dan lapisan muskularis
4)
Lapisan
mukosa, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal (rugae), memungkinkan
terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. (Wilson et al, 2007)
2. Mekanisme enzim dan hormon dalam proses pencernaan
Beberapa jenis enzim yang berperan dalam proses
pencernaan antara lain:
1)
enzim pencerna karbohidrat: amilase, disakaridase (sukrose, maltase, laktase).
2)
enzim pencerna protein: pepsin, tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, aminopeptidase.
3)
enzim pencerna lemak: lipase dan garam empedu (bukan suatu enzim).
(Sherwood, 2007)
Beberapa
hormon berperan dalam mempengaruhi motilitas beberapa bagian traktus
gastrointestinal. Diantara hormon-hormon tersebut adalah:
1)
Gastrin. Disekresi oleh sel “G” bagian antrum lambung sebagai respon
terhadap rangsangan yang berhubungan dengan dengan penelanan makanan, seperti
distensi lambung, produk-produk protein dan peptida pelepas gastrin yang
dikeluarkan oleh saraf-saraf mukosa lambung yang dikeluarkan selama
perangsangan saraf vagus. Kerja utama gastrin adalah (1) perangsangan sekresi
asam lambung dan (2) perangsangan pertumbuhan mukosa lambung.
2)
Koleisitokinin disekresi oleh sel : “I” dalam mukosa duodenum dan yeyunum
terutama sebagai respon terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan
monogliserida di dalam isi usus. Hormon ini menimbulkan kontraksi kuat kandung
empedu untuk mengeluarkan empedu ke usus halus, menghambat kontraksi lambung
secara sedang.
3)
Sekretin merupakan hormon gastrointestinal yang pertama kali ditemukan dan
disekresi oleh sel “S” dalam mukosa
duodenum sebagai respon terhadap getah asam lambung yang dikosongkan ke dalam
duodenum ke dalam pylorus lambung. Sekretim mempunyai efek penghambat paling
ringan terhadap motilitas gastrointestinal dan bekerja membantu sekresi
bikarbonat pankreas yang selanjutnya membantu menetralisir asam di dalam usus.
4)
Peptida penghambat asam lambung, disekresi oleh mukosa usus halus bagian
atas, terutama sebagai respon terhadap asam lemak dan asam amino. Mmemiliki
efek paling ringan menurunkan aktivitas motorik lambung.
5)
Motilin, disekresi oleh usus halus bagian atas selama puasa. Berfungsi
meningkatkan motilitas gastrointestinal.
(Guyton,
2007)
C. Perkusi
Abdomen
Perkusi abdomen dilakukan untuk menilai
jumlah serta distribusi gas di dalam abdomen dan mengenali kemungkinan adanya
massa yang padat ataupun berisi cairan. Perkusi dilakukan di seluruh kuadran
abdomen untuk menilai distribusi bunyi timpani atau redup. Biasanya bunyi
timpani lebih dominan karena keberadaan gas di dalam traktus gastrointestinal,
namun daerah-daerah bunyi redup yang terpencar-pencar karena keberadaan cairan
dan feses juga merupakan gambaran yang khas. Pada sisi sebelah kanan daerah di
antara paru di sebelah atas dan margo kostalis di sebelah bawah biasanya akan
menemukan pekak hati (liver dullness),
pada sisi sebelah kirinya, bunyi timpani pada daerah di atas gelembung udara
yang ada di dalam lambung dan fleksura lienalis kolon. Bunyi redup yang luas
mungkin menunjukkan adanya massa atau pembesaran organ di balik daerah
tersebut. Pada setiap sisi abdomen yang membuncit, harus diperhatikan tempat
terjadinya perubahan bunyi dari timpani menjadi redup yang menandakan
keberadaan struktur padat di belakangnya. Distensi karena gas dapat bersifat
lokal atau menyeluruh. Distensi ini menyebabkan bunyi timpani. Peningkatan
produksi gas dalam usus akibat jenis makanan tertentu menimbulkan distensi yang
ringan. Keadaan yang lebih serius adalah obstruksi intestinal dan ileus
paralitik (adinamik). Distensi akan lebih nyata pada obstruksi kolon dibanding
obstruksi usus halus. Bunyi redup pada perkusi kedua pinggang menunjukkan
perlunya pemeriksaan lebih lanjut terhadap kemungkinan asites. Pada situs
inversus ( keadaan yang langka ), semua organ letaknya terbalik. Gelembung
udara berada di sebelah kanan, bunyi redup pada perkusi hati (atau pekak hati)
di sebelah kiri.
D. Perbedaan
Kandungan ASI dan Susu Formula
ASI
mengandung komponen makro dan mikro nutrien. Yang termasuk makronutrien adalah
karbohidrat, protein dan lemak sedangkan mikronutrien adalah vitamin &
mineral. Perbedaan volume dan komposisi nutrien ASI berbeda untuk setiap ibu
bergantung dari kebutuhan bayi, hal ini dapat terlihat pada masa menyusui
(kolostrum, ASI transisi, ASI matang dan ASI pada saat penyapihan). Kolostrum
yang diproduksi antara hari 1-5 menyusui kaya akan zat gizi terutama protein. ASI
transisi mengandung banyak lemak dan gula susu (laktosa). Pada saat penyapihan,
kadar lemak dan protein meningkat seiring bertambah banyaknya kelenjar payudara.
Jumlah total produksi ASI dan asupan ke bayi bervariasi untuk setiap waktu
menyusui dengan jumlah berkisar antara 450 -1200 ml dengan rerata antara
750-850 ml per hari.
1. Air
ASI
mengandung air sebanyak 87.5% sehingga bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu
lagi mendapat tambahan air walaupun berada di tempat yang mempunyai suhu udara
panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu formula
lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya
diare pada bayi yang mendapat susu formula.
2. Karbohidrat
Laktosa
adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber
energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir dua kali lipat
dibanding laktosa yang ditemukan pada susu formula. Namun demikian angka
kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencerna laktosa (intoleransi
laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan
karena penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding laktosa susu formula.
3. Protein
Kandungan
protein ASI cukup tinggi dan berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu
formula. Protein dalam ASI dan susu formula terdiri dari protein Whey dan
Casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih
mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu formula lebih banyak mengandung
protein Casein yang lebih sulit dicerna. Disamping itu, beta laktoglobulin (protein
yang potensial menyebabkan alergi) merupakan fraksi dari protein whey yang
banyak terdapat di protein susu formula tidak terdapat dalam ASI.
ASI
mempunyai jenis asam amino yang lebih lengkap dibandingkan susu formula. Salah
satu contohnya adalah asam amino taurin yang hanya ditemukan dalam jumlah
sedikit di dalam susu formula. Taurin diperkirakan mempunyai peran pada
perkembangan otak.
ASI juga
kaya akan nukleotida dibanding dengan susu dan kualitas nukleotida ASI juga
lebih baik dibanding susu formula. Nukleotida ini berperan dalam meningkatkan
pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan bakteri baik dalam usus
dan meningkatkan penyerapan besi dan daya tahan tubuh.
4. Lemak
Kadar lemak
dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu formula. Kadar lemak yang tinggi
ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi.
Disamping itu ASI juga mengandung banyak asam lemak rantai panjang diantaranya
asam dokosaheksanoik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap
perkembangan jaringan saraf dan retina mata. Susu formula tidak mengadung
kedua komponen ini sehingga hampir semua susu formula ditambahkan DHA dan ARA.
Tetapi sumber DHA dan ARA yang ditambahkan ke dalam susu formula tentunya tidak
sebaik yang terdapat dalam ASI. ASI mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh
yang seimbang dibanding susu formula yang lebih banyak mengandung asam lemak
jenuh.
5. Karnitin
Konsentrasi
karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat
susu formula karena ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada tiga
minggu pertama menyusui dan di dalam kolostrum. Karnitin ini mempunyai peran
membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan
metabolisme tubuh.
6. Vitamin K
Vitamin K
dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor pembekuan.
Kadar vitamin K ASI hanya seperempatnya kadar dalam susu formula.
7. Vitamin D
ASI hanya
mengandung sedikit vitamin D. Hal ini dapat diimbangi dengan menjemur bayi pada
pagi hari sehingga bayi akan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari
sinar matahari.
8. Vitamin E
Fungsi penting
vitamin E adalah untuk ketahanan dinding sel darah merah. Keuntungan ASI adalah
kandungan vitamin E nya tinggi terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal.
9. Vitamin A
Vitamin A
berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. ASI
mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja vitamin A dan tetapi juga bahan
bakunya yaitu beta karoten. Sehingga bayi mempunyai tumbuh kembang dan daya
tahan tubuh yang baik.
E. Pemeriksaan
Fisik dan Tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital
menunjukkan suhu tubuh per rektal 37,2oC yang berarti normal.
Normalnya yaitu 37,2o-38oC. Respirasi 24x permenit dan nadi 100x
permenit. Keduanya masih dalam batas normal. Untuk respirasi nilai normalnya
yaitu 30-60x/menit, sedangkan untuk nadi yaitu 90-190x/menit. Palpasi: dinding
abdomen supel, tidak terdapat defans muskuler, ini menunjukkan bahwa pada
dinding abdomen tidak didapatkan adanya rangsang pada peritoneum parietale.
Pada perkusi ditemukan hipertimpani di area epigastric dan timpani di area
abdomen yang lain. Timpani merupakan suara perkusi normal pada dinding abdomen.
Adanya suara hipertimpani di area epigastric menunjukkan bahwa di area tersebut
terdapat banyak udara. Auskultasi
terdengar bising usus frekuensi 15 kali per menit yang menunjukkan keadaan normal,
namun ditemukan ikterik pada ekstremitas atas. Pemeriksaan selanjutnya
menunjukkan bahwa bayi mengalami masalah lain selain masalah pada saluran
pencernaannya.
PEMBAHASAN
Kuning/
jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum
merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada
beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Gejala
ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih tinggi
lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan
yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang
tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
Penyebab
kuning pada bayi baru lahir
Kuning
pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih belum
sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Kuning juga bisa terjadi
karena beberapa kondisi klinis, di antaranya adalah:
1.
Ikterus fisiologis
merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Jenis
bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin
tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi.
Hati bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih
mudah dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga
masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga akan
terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan
kuning pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor ini
maka disebut sebagai ikterus fisiologis.
2.
Breastfeeding jaundice,
dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif. Terjadi
akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada
waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
3.
Ikterus ASI (breastmilk
jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan
biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung pada kemampuan
bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul
setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis
yaitu 3-12 minggu.
4.
Ikterus pada bayi baru
lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan golongan darah (inkompatibilitas
ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi
antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga akan menyebabkan
pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin dari
sel darah merah.
5.
Lebam pada kulit kepala
bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul dalam proses persalinan.
Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah kulit kepala. Secara
alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar
yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga
timbul kuning.
6.
Ibu yang menderita
diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning.
Gejala kuning pada bayi baru lahir
Ketika
kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning akan dimulai dari
kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki. Jika kadar bilirubin
sudah cukup tinggi, bayi akan tampak kuning hingga di bawah lutut serta telapak
tangan. Cara yang mudah untuk memeriksa warna kuning ini adalah dengan menekan jari pada kulit yang
diamati dan sebaiknya dilakukan di bawah cahaya/ sinar matahari.
Pada
anak yang lebih tua dan orang dewasa warna kuning pada kulit akan timbul jika
jumlah bilirubin pada darah di atas 2 mg/dL. Pada bayi baru lahir akan tampak
kuning jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL. Hal ini penting untuk mengenali
dan menangani ikterus bayi pada baru lahir kerena kadar bilirubin yang tinggi
akan menyebabkan kerusakan yang permanen pada otak yang disebut dengan kern
icterus.
Kuning
sendiri tidak akan menunjukkan gejala klinis tetapi penyakit lain yang
menyertai mungkin akan menunjukkan suatu gejala seperti keadaan bayi yang
tampak sakit, demam, dan malas minum.
Pada skenario didapatkan bayi tersebut perutnya
buncit. Perut buncit pada bayi biasanya adalah suatu keadaan yang normal, hal
ini disebabkan oleh otot-otot perut bayi masih lemah. Akan tetapi buncit juga
bisa merupakan suatu keadaan yang patologis apabila terjadi distensi abdomen
yang dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:
1. adanya
rongga udara dalam perut,
2.
adanya udara dalam
lumen usus,
3.
adanya cairan dalam
rongga perut,
4.
adanya massa abnormal.
Pencernaan
susu atau laktosa melibatkan enzim pencernaan yang dinamakan enzim laktase.
Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa
usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang
siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan
laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan
mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus.
Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung
dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan
tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses
sehingga penderita akan mengalami diare. Namun pada kasus di skenario bayi
tersebut justru tidak diare bahkan belum pernah BAB. Bayi pada kasus muntah
setelah minum susu formula.
Muntah
pada bayi tersebut kemungkinan bisa disebabkan oleh karena setelah terjadi
fermentasi terbentuk gas (H2) yang akan mengakibatkan distensi
abdomen. Distensi abdomen ini akan merangsang muntah melalui serabut sensorik
dan vagal ke pusat muntah di batang otak.
Dokter
perlu menanyakan lebih lanjut mengenai pola BAB selama 2 hari pertama agar
dapat diketahui adakah kelainan pada bayi, kelainan apa yang dialami, dan untuk
menentukan pemeriksaan lanjutan yang diperlukan. Bayi di skenario disebutkan
sudah berusia 5 hari tetapi belum BAB. Secara fisiologis bayi akan mengeluarkan
meconium (tinja pertama) yang berwarna gelap paling lambat 48 jam setelah
kelahiran.
DD dan Tatalaksana
A. Hirschsprung
atau Mega Colon
Hirschsprung atau Mega Colon adalah
penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian
rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.
( Betz, Cecily
& Sowden : 2000)
· Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab
Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor
genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan
sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal
pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
· Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega
Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion
pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam
rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat
berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan
adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon. ( Betz, Cecily &
Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural
plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik
secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul
didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon
tersebut melebar. ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
· Diagnosa
Keperawatan
1. Konstipasi
berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces. (
Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan
: Anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi
eliminasi secara normal dan bisa dilakukan.
o Kriteria
Hasil
-
Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi.
-
Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik.
o Intervensi
-
Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %.
-
Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali.
-
Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah.
-
Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses.
-
Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan.
2. Perubahan
nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual
dan muntah.
Tujuan
: Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang
dianjurkan.
o Kriteria
Hasil
-
Berat badan pasien sesuai dengan umurnya.
-
Turgor kulit pasien lembab.
-
Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan.
o Intervensi
-
Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan.
-
Ukur berat badan anak tiap hari.
-
Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai
merasa mual dan muntah.
3. Resiko
kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang. (Betz, Cecily
& Sowden 2002:197)
Tujuan : Status hidrasi pasien dapat
mencukupi kebutuhan tubuh.
o Kriteria
Hasil
-
Turgor kulit lembab.
-
Keseimbangan cairan.
o Intervensi
-Berikan
asupan cairan yang adekuat pada pasien
-Pantau
tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
-Observasi
adanya peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan
segera.
4. Kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong,
2004).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang
penyakitnya menjadi lebih adekuat.
o Kriteria
hasil
Pengetahuan
pasien dan keluarga tentang penyakitnya, perawatan dan obat – obatan lebih
meningkat.
o Intervensi
- Beri
kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingin diketahui
sehubungan dengan penyakit yang dialami pasien
-
Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon.
-
Kaji latar belakang keluarga.
- Jelaskan tentang proses penyakit,
diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien.
- Jelaskan
semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.
B. Intoleransi
Laktosa
Di dalam susu dan produk susu
lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang dikenal
dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula
sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia
yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa penyapihan, pada manusia, laktase terus diproduksi
sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna
laktosa sehingga akan mengalami gangguan
pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase.
Bisa dikatakan hampir setiap orang
pernah mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak dari masa bayi hingga dewasa
dan usia lanjut, orang terbiasa mengkonsumsi susu atau produk susu. Saat usia
bayisampai usia balita adalah saat dimana konsumsi susu biasanya sangat
diperlukan karena nilai gizi yang dikandung susu. Namun pemberian susu formula
kepada bayi hanya dilakukan bila susu formula memang benar-benar dibutuhkan
untuk mengatasi keadaan dimana bayi
tidak bisa mendapatkan ASI karena berbagai sebab dan pertimbangan. Air
Susu Ibu (ASI) tetap merupakan makanan
terbaik untuk bayi karena selain memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan,
ASI mengandung komponen yang sangat spesifik, dan telah disiapkan untuk
memenuhi kebutuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat
kekebalan tubuh) yang merupakan perlindungan alami bagi bayi baru lahir.
Menurut WHO, 98% wanita mempunyai kemampuan fisiologis untuk menyusui, jadi
hanya 2% saja yang tidak dapat menyusui dengan alasan kemampuan fisiologis.
Intoleransi laktosa
Enzim laktase yang berfungsi memecah
gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja
memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu
glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa
yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus
halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat
menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan
sebagian laktosa yang tidak dicerna akan
tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses
sehingga penderita akan mengalami diare.
Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik
terhadap makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut alergi
makanan jika mekanismenya melibatkan reaksi imunologi, yang dapat diketahui
dengan pemeriksaan IgE. Adapun intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas
non alergi terhadap makanan.
Frekuensi kejadian intoleransi laktosa
pada ras Kaukasia lebih sedikit/jarang dibandingkan pada orang Asia, Afrika,
Timur Tengah, dan beberapa negara Mediterania, dan juga pada ras Aborigin
Australia. Lima persen dari ras Kaukasia dan 75% dari yang bukan ras Kaukasia
yang tinggal di Australia mengalami intoleransi laktosa.
· Gejala
Orang yang mengalami intoleransi laktosa
biasanya mempunyai batas toleransi untuk mengkonsumsi laktosa, yang jika mereka
mengkonsumsi dalam batas ini maka mereka akan mengalami gejala yang minimal.
Beberapa gejala intoleransi laktosa
antara lain sakit perut, perut kembung dan
diare. Kadang-kadang gejala intoleransi laktosa sering disalah artikan
sebagai gejala dari irritable bowel
syndrome (IBS), padahal penderita IBS bukanlah penderita intoleransi laktosa.
Penderita IBS cenderung mengalami kesulitan dalam mentoleransi lemak.
Penyebab intoleransi laktosa Intoleransi
laktosa sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik, dimana penderita
mempunyai laktase lebih sedikit dibanding orang normal. Beberapa faktor lain
penyebab intoleransi laktosa antara lain:
Ø Gastroenteritis,
dapat menyebabkan terjadinya penguraian enzim laktase yang dapat berlangsung sampai beberapa minggu.
Ø Infeksi
parasit, dapat menyebabkan pengurangan jumlah
laktase sementara waktu.
Ø Defisiensi
besi, rendahnya asupan besi dapat mengganggu pencernaan dan penyerapan laktosa.
Intoleransi laktosa
pada bayi
Sekitar dua pertiga bayi yang diberi air
susu ibu (ASI) maupun susu formula bayi, akan mengalami defisiensi laktase pada
bulan-bulan awal kelahirannya, tetapi hal ini tidak berbahaya. ASI mengandung
sekitar 7 % laktosa. Jumlah laktosa dalam ASI tidak dipengaruhi oleh asupan makanan
ibu menyusui, artinya ibu menyusui tidak dapat mempengaruhi jumlah laktosa
dalam air susunya dengan mengurangi atau meniadakan makanan produk olahan susu.
Kelainan seperti gastroenteritis dapat
menguraikan enzim lactase pada usus halus sehingga bayi membutuhkan susu
formula yang bebas laktosa selama beberapa minggu sampai kadar
enzim laktase mereka mengalami pemulihan kembali. Sediaan enzim laktase
dalam bentuk drop (obat tetes) merupakan salah satu pilihan untuk mengatasi
masalah ini, walaupun hal ini tidak selalu dapat menolong.
Pada sejumlah bayi yang dilahirkan tanpa
enzim lactase sama sekali, formula susu bayi bebas laktosa merupakan pilihan
utama untuk mengatasi keadaan yang terjadi. Intoleransi laktosa tidak atau jarang
sekali menyebabkan muntah pada bayi, kalaupun terjadi muntah, maka kemungkinan
lebih merupakan gejala alergi terhadap susu sapi.
· Metoda diagnosis
Beberapa
metoda dapat digunakan untuk mendiagnosa intoleransi laktosa, antara lain:
Ø Hydrogen
breath test
Merupakan
pengujian terhadap jumlah gas hidrogen yang ditiupkan keluar melalui pernafasan.
Laktosa, yang seharusnya dicerna oleh laktase, mengalami fermentasi oleh
bakteri di saluran pencernaan, sehingga akan menyebabkan produksi gas hidrogen
lebih banyak dari keadaan normal.
Ø Elimination
diet
Merupakan
diagnosa dengan cara meniadakan konsumsi makanan yang mengandung laktosa untuk
melihat perbaikan gejala. Jika gejala muncul kembali ketika makanan yang
mengandung laktosa diberikan lagi, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah
intoleransi terhadap laktosa.
· Penanganan intoleransi
laktosa
Banyak orang yang mengalami intoleransi
laktosa mengatasinya dengan pembatasan konsumsi laktosa, seperti hanya minum
segelas susu. Bagi mereka yang mengalami intoleransi laktosa, beberapa anjuran
berikut ini mungkin dapat membantu.
Baca label pangan dengan seksama. Bagi
penderita intoleransi laktosa agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan,
penting untuk membaca label pangan dengan seksama pada bagian daftar bahan
pangan (ingredient).
Produk pangan perlu dihindari/dibatasi
jumlah yang dikonsumsi, jika mengandung bahan-bahan seperti berikut ini
misalnya padatan susu, padatan susu bebas lemak, whey, gula susu. Mengkonsumsi produk susu fermentasi seperti keju
matang (mature atau ripened cheeses), mentega atau yoghurt,
karena umumnya jenis makanan ini ditoleransi lebih baik dibanding susu.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Beberapa
hal bisa menyebabkan ikterus pada bayi neonatus (Jaundice), bisa karena
sebab-sebab fisiologis (misalnya karena organ hati belum terbentuk sempurna),
maupun sebab-sebab patologis (misalnya pada kasus Breast Feeding Jaundice).
2. Pada
bayi dengan Intoleransi Lactose, jumlah enzim laktase tidak mencukupi untuk
memecah laktosa menjadi mikromolekul (berupa glukosa dan galaktosa) sehingga
bisa langsung diserap oleh usus.
B.
Saran
Sebaiknya si ibu tetap memberikan ASI,
agar lebih terampil bisa terus dilatih, dan bila jumlah ASI si ibu memang tidak
cukup banyak, mungkin bias mengkonsumsi formula untuk ibu menyusui atau yang
alami seperti daun katuk.
Untuk bayi Intoleransi Lactosa, bisa
mengkonsumsi susu rendah laktosa, atau mengganti susu formula dengan soybean
milk (walau tidak begitu disarankan karena kandungan gizinya kurang).
DAFTAR
PUSTAKA
Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lynn S. Bickley. 2009. “Bates” Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan
Riwayat Kesehatan. Jakarta : EGC
Price, Sylvia, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Vol. 1, Ed. 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Sherwood, Lauralee.
2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Ed. 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar