Selasa, 15 Januari 2013

Skenario 1 Blok Kardiovaskular



A.      SKENARIO
Sakit Jantungkah saya?
Laki-laki 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada anamnesis, tidak didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar. Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang, kadang-kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit pasien tidak menderita Diabetus Melitus. Dia takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan menderita sakit jantung koroner.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration rate 18 x/menit, JVP tidak meningkat.
Pada inspeksi menunjukkan apeks tidak ada heaving, nampak di linea medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi jantung I intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal, normal splitting. Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada ronchi.
Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada foto thorax CTR = 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test (treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography menunjukkan jantung dalam batas normal.

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa hubungan Diabetus Melitus dengan penyakit jantung?
2.         Apakah jantung koroner dapat diturunkan?
3.         Apa hubungan keluhan dengan hasil pemeriksaan fisik?
4.         Mengapa hasil pemeriksaan fisik cenderung normal?
5.         Apa hubungan kebiasaan pasien dengan jantung koroner?
6.         Bagaimanakah penilaian hasil CTR?
7.         Bergesernya apeks ke lateral mengarah pada kelainan apa?
8.         Mengarah kemanakah bila pada pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya kelainan?
9.         Apakah EKG abnormal hanya dijumpai pada orang dengan penyakit jantung saja?
10.     Apa gold standart pemeriksaan kardiovaskuler?
11.     Bagaimanakah Differential Diagnosis?
12.     Bagaimana patofisiologi perbedaan gejala kelainan jantung dengan gejala kelainan pada paru?
13.     Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam skenario?



DASAR TEORI DAN PEMBAHASAN

   Nyeri Dada
Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
1.    Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti  ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan  nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga,  pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.  Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik.

2.      Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke  tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
a.    Kardial
1)        Iskemik miokard.
Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan O2 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
·           Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort):
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
·           Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut):
Jenis angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
·           Infark miokard:
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
2)        Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama.
3)        Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
b.    Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma. Nyeri perikardikal lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.  Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat  menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina.  Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung  seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.

c.    Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.
D.      Elektrokardiografi
Otot jantung menghasilkan arus listrik selama depolarisasi dan repolarisasi. Berhubung tubuh merupakan suatu konduktor maka arus yang dibentuk oleh jantung dapat menyebar ke seluruh tubuh. Sebagian aktivitas listrik ini dapat mencapai permukaan tubuh dan dapat dideteksi dengan sebuah galvanometer melalui elektroda-elektroda yang diletakkan pada berbagai posisi di permukaan tubuh.  Grafik yang tercatat melalui rekaman ini disebut elektrokardiogram (EKG), ilmu yang mempelajari EKG disebut elektrokardiografi.
Gelombang EKG normal
·    Gelombang P       : mewakili depolarisasi atrium atau saat atrium berkontraksi
·    Segmen PR          : perlambatan nodus AV
·    Kompleks QRS   : depolarisasi ventrikel dan repolarisasi atrium, gelombang pada depolarisasi ventrikel lebih besar daripada gelombang depolarissasi atrium karena massa otot ventrikel yang lebih besar
·    Segmen ST          : waktu yang diperlukan ventrikel untuk kontraksi dan mengosongkan diri
·    Gelombang T       : repolarisasi atrium atau saat atrium berelaksasi
·    Interval TP          : waktu yang digunakan ventrikel berelaksasi dan mengisi diri dan ketika otot jantung beristirahat total
·    Gelombang U      :  defleksi positif yang kecil sesudah gelombang T, disebut juga after potensial. Gelombang U yang negatif selalu berarti abnormal.
Aplikasi Klinis
Pola EKG dapat memberikan informasi tentang status jantung, termasuk kecepatan denyut, irama, dan kesehatan otot-ototnya. Beberapa deviasi utama yang dapat diketahui melalui elektrokardiogram antara lain:
a.    Kelainan kecepatan, jarak antara dua kompleks QRS diartikan sebagai kecepatan denyut jantung, apabila jarak semakin pendek maka jantung semakin cepat berdenyut.
b.    Kelainan irama, irama yang terekam EKG dapat mempunyai pola tidak teratur yang disebut aritmia, seperti:
·           Flutter atrium, depolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat.
·           Fibrilasi ventrikel, kelainan irama yang mengacu pada kontraksi yang kacau dan tidak terkoordinasi pada ventrikel.
·           Blok jantung, timbul akibat defek pada sistem penghantaran jantung, sehingga atrium tetap kontraksi tetapi ventrikel tidak dapat berkontraksi
c.       Miopati jantung, merupakan kerusakan otot jantung yang dapat menimbulkan gelombang yang abnormal pada elektrokardiogram.

E.       Hubungan Diabetus Melitus dengan penyakit jantung
Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien DM (baik DM tipe I maupun DM tipe II) adalah penyakit jantung koroner, yang merupakan salah satu penyulit makrovaskuler pada diabetus melitus. Penyulit makrovaskuler ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Pada pasien DM resiko payah jantung kongestif meningkat  sampai 4 kali. Peningkatan resiko ini tidak hanya disebabkan karena penyakit jantung iskemik. Dalam beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa pasien DM dapat pula mempengaruhi otot jantung secara independen. Selain melalui keterlibatan aterosklerosis dini arteri koroner yang dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik juga dapat terjadi perubahan-perubahan berupa fibrosis interstisial, pembentukan kolagen dan hipertrofi sel-sel otot jantung. Pada tingkat seluler terjadi gangguan pengeluaran kalsium dari sitoplasma, perubahan struktur troponin T dan peningkatan aktifitas piruvat kinase. Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan gangguan kontraksi dan relaksasi otot jantung serta peningkatan tekanan end-diastolic sehingga dapat menimbulkan kardiomiopati restriktif.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa: 1. Angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi pada pasien DM dibanding populasi non DM; 2. Pasien DM mempunyai risiko tinggi untuk mengalami trombosis, penurunan fibrinolisis dan peningkatan respon inflamasi; 3. Pada pasien DM terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah.
Lesi aterosklerosis pada pasien DM dapat terjadi karena: hiperglikemia, resistensi insulin dan hiperinsulinemia, hiperamilinemi, inflamasi, trombosis, dislipidemia, hipertensi maupun hiperhomosisteinemia.
Manifestasi klinis penyakit jantung pada pasien DM yaitu terjadinya iskemi atau infark miokard kadang-kadang tidak disertai dengan nyeri dada yang khas (angina pektoris). Keadaan ini dikenal dengan silent myocardial ischaemia atau silent myocardial infarction (SMI). Terjadinya SMI pada pasien DM diduga akibat gangguan sensitivitas sentral terhadap rangsang nyeri, penurunan konsentrasi  endorpin, neuropati perifer yang menyebabkan denervasi sensorik. (Sudoyo, dkk, 2009)
F.       Hubungan Kebiasaan Pasien dengan Sakit Jantung
Faktor risiko aterosklerosis ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang penting dan dapat dimodifikasi adalah merokok, hiperlipoproteinemia, dan hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes mellitus, dan kegemukan (obesitas). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin (pria), riwayat keluarga dengan penyakit aterosklerosis.
Merokok adalah salah satu faktor resiko yang dapat dimodifikasi.  Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksid (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. (Hanafi dan Kusmana, 2003)
Selain itu, kebiasaan pasien yang jarang berolahraga menjadi salah satu faktor risiko minor yang tidak langsung karena mungkin saja terjadi dislipidemia akibat gaya hidup yang tidak sehat.
G.      Apex Jantung Bergeser ke Lateral:
1.    Hipertrofi Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan letaknya di belakang sternum. Bila ventrikel ini membesar, dinding nya akan menempel jauh keatas pada sternum sehingga mediastinum anterior superior tampak sempit. Selain itu pembesaran ventrikel kanan mendesak ventrikel kiri ke lateral sehingga terjadi perputaran jantung dan jantung melebar ke kiri dengan iktus tetap diatas diafragma. Pada foto thoraks PA terlihat membesar ke kiri, dan pinggang jantung mendatar atau menonjol oleh pembesaran arteri pulmonalis.
2.    Hipertrofi Ventrikel Kiri
Hipertrofi Ventrikel Kiri menyebabkan bayangan jantung bergeser ke kiri, dan biasanya apeks jantung tampak di bawah diafragma kiri. Selain ke bawah, pembesaran ventrikel kiri juga mengarah ke belakang. Pada foto lateral pembesaran ventrikel kiri menutupi ruang di belakang jantung, bahkan kadang-kadang menutupi sebagian kolumna vertebralis.
            Kesulitan pada penafsiran pembesaran ventrikel kiri ini terjadi apabila ventrikel kiri besar sekali sehingga ada kemungkinan seluruh jantung terdorong ke depan. Ventrikel kanan ikut terdorong ke depan dan menekan sternum jauh ke atas, sehingga timbul kesan seolah-olah ventrikel kanan yang membesar. Sebaliknya bila ventrikel kanan membesar, ada kemungkinan ventrikel kanan ini mendorong ventrikel kiri ke belakang dan ke bawah, sehingga timbul kesan seolah-olah ventrikel kiri yang membesar.
(Soedarmo. 1996)
H.      Tingkat Keparahan Angina
Berdasarkan sistem penilaian Canadian Cardiovascular Society Classification, keparahan gejala pada angina dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
·       Grade 0          : Pasien tidak mengalami angina/ gejala angina.
·       Grade I           : Angina dengan pengerahan tenaga yang berat, cepat, atau berkepanjangan (aktivitas fisik biasa seperti naik tangga tidak memprovokasi angina).
·       Grade II         : Sedikit terbatasnya aktivitas biasa (Angina terjadi dengan postprandial, berjalan menanjak, atau cepat; ketika berjalan lebih dari 2 blok dari permukaan tanah atau berjalan menaiki lebih dari 1 tangga; selama stres emosional, atau pada jam-jam awal setelah bangun tidur).
·       Grade III        : Ditandai dengan keterbatasan aktivitas biasa (Angina terjadi dengan berjalan 1-2 blok atau mendaki tangga pada kecepatan yang normal).
·         Grade IV        : Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman (nyeri saat istirahat terjadi).
Berdasar klasifikasi di atas, jika grade masi pada tahap awal manifestasi klinisnya tidak berubah. Pemeriksaan fisiknya pun masih dalam batas normal.
(Sylvia A Price, 2006)
I.         Pemeriksaan Jantung
Gold standard pemeriksaan jantung berbeda-beda menurut jenis penyakitnya. Akan tetapi, pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) merupakan pemeriksaan diagnostik yang penting, sehingga pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap kurang lengkap. Beberapa kelainan jantung sering hanya diketahui berdasarkan EKG saja. Tetapi, pemeriksaan EKG juga harus disertai dengan pemeriksaan keadaan pasien, yang meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pada penyakit jantung koroner EKG merupakan sarana diagnostik yang penting, karena yang dapat ditangkap ialah kelainan miokard yang disebabkan terganggunya aliran koroner. Terganggunya aliran koroner ini menyebabkan kerusakan miokard yang dibagi menjadi tiga tingkat:
-          Iskemia
Kelainan yang paling ringan dan masih reversible.
-          Injuri
Kelainan yang lebih berat tetapi masih reversible.
-          Nekrosis
Kelainan yang irreversibel karena kerusakan sel-sel miokardnya sudah permanen.
(Pratanu et.al, 2009)
J.        Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada angina pectoris:
1.      Pengobatan terhadap serangan akut, berupa nitrogliserin sublingual 1 tablet yang merupakan obat pilihan yang bekerja sekitar 1-2 menit dan dapat diulang dengan interval 3-5 menit.
2.      Pencegahan serangan lanjutan:
a.       Long-acting nitrate, yaitu ISDN 3 x 10-40 mg oral.
b.      Beta blocker: propanolol, metoprolol, nadolol, atenolol, dan pindolol.
c.       Kalsium antagonis: verapamil, diltiazem, nifedipin, nikardipin, atau isradipin.
3.      Tindakan invasif: percutaneus transluminal coronary angioplasty (PTCA), laser coronary angioplasty, coronary artery bypass grafting (CABG).
4.      Olahraga yang disesuaikan.
(Mansjoer A, Kapsel 2000)

PEMBAHASAN
            Tersumbatnya arteri dapat disebabkan oleh bererapa sebab. Seseorang yang mengalami Diabetes Mellitus lebih memiliki resiko terjadinya penyakit jantung. Salah satu tanda DM ialah hiperlipidemia. Lipid yang berlebih akan menyumbat pembuluh darah sehingga menimbulkan atherosclerosis. Seperti yang telah dijelaskan pada  bab sebelumnya, kebiasaan merokok juga dapat memicu atherosclerosis.
Atherosclerosis dapat terjadi pada berbagai pembuluh darah, namun terparah bila menyumbat pembuluh darah otak dan jantung. Akibat dari penyumbatan arteri tersebut maka suplai oksigen ke jaringan akan terhambat. Di otak penyempitan dapat memicu stroke, sedang di jantung kelainan ini menimbulkan ischemic myocard. Ischemic myocard dapat menimbulkan nyeri yang disebut angina pectoris. O2 digunakan otot jantung untuk bermetabolisme, namun karena suplai O2 kurang, maka otot jantung harus mengkompensasi hal tersebut dengan cara glikolisis anaerob. Nyeri dada pada penyakit jantung diyakini disebabkan oleh stimulasi ujung-ujung saraf oleh asam laktat yang dihasilkan selama glikolisis anaerob.
Jenis kelamin (laki-laki) menjadi faktor risiko yang meningkat pada penyakit jantung koroner, karena pada perempuan lebih kebal terdapat efek perlindungan dari esterogen. Kemudian faktor risiko juga meningkat berdasarkan usia (pada usia 40-60 tahun, risiko meningkat 5 kali lipat). Hal ini dapat dikarenakan adanya dua proses utama, yaitu degenerasi dan akumulasi. Faktor ayah pasien yang merupakan pasien PJK menjadi predisposisi PJK yang berasal dari faktor genetik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penyakit jantung koroner dapat diturunkan.
Pada pasien di skenario, hasil pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium masih dalam batas normal. Hal ini menunjukkan bahwa angina yang diderita masih pada grade awal. Hasil pemeriksaan EKG pasien normal dikarenakan penyempitan arteri yang terjadi tidak sampai menggangu systema conducent jantung pasien.
Evaluasi sakit dada iskemia dimulai dengan lima pertanyaan berikut: dimana sakitnya (lokasi), seperti apa sakitnya (sifat), apa penyebabnya (sebab/pencetus), kemana menjalarnya (radiasi), apa yang mengurangi sakitnya; apa yang anda lakukan bila sakitnya datang (bebas sakit).
            Sakit yang khas adalah retroseternal, dan radiasi dapat ke leher dengan perasaan tercekik. Sering menyebar ke bagian dalam tangan kiri dibawah ketiak sedangkan rasa sakit dari musculoskeletal biasanya terasa di bahu atau di bagian luar tangan.
            Sifat sakitnya seperti tertekan, perasaan kencang atau berat, seperti diperas, rasa sesak atau pegal. Perasaan seperti pisau ditusuk pisau biasanya bukan disebabkan oleh iskemia miokard apalagi kalau bisa ditunjuk dengan jarinya.

Perbedaan sifat sakit dada
Jantung
Non Jantung
Tegang tidak enak
Tajam
Tertekan
Seperti pisau
Berat
Ditusuk
Mengencangkan/diperas
Dijahit
Nyeri/pegal
Ditimbulkan tekanan/posisi
Menekan/menghancurkan
Terus menerus seharian
Penyebab sakit dada berhubungan dengan pengisian arteri koronaria sewaktu diastole. Setiap keadaan yang akan meningkatkan denyut jantung akan meningkatkan juga kebutuhan jantung yang tidak bisa dipenuhi oleh pasok aliran darah koroner dan akan mengakibatkan sakit. Sakit menghilang bila kecepatan denyut jantung diperlambat, relaksasi, istirahat, atau makan obat glyceryl trinitrat. Sakit biasanya hilang dalam 5 menit.
            Disamping faktor riwayat penyakit, kelamin dan umur harus diperhatikan juga bahwa prevalensi penyakit jantung koroner lebih tinggi pada pria (dibawah 50 tahun) dan umur lanjut. Ketepatan diagnostik dapat juga ditingkatkan dengan memperhatikan adanya faktor-faktor risiko.
(Hanafiah, dkk, 1996)
            Kesimpulannya, pasien mengalami angina pectoris, namun masih dalam penanda awal adanya predisposisi kearah penyakit jantung koroner (PJK). Penatalaksanaan pasien dengan angina pectoralis dilakukan dengan pemberian nitrogliserin untuk serangan akut, pencegahan serangan lanjutan, tindakan invasive, dan olahraga.





BAB III
PENUTUPAN

A.      Kesimpulan
1.    Lelaki dalam skenario sudah mulai harus berhati-hati karena sudah menunjukan gejala menuju penyakit jantung koroner berupa angina pectoralis.
2.    Penyakit DM dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria secara langsung, melalui  mekanisme pemecahan lemak untuk memenuhi kebutuhan sel-sel yang ‘kelaparan’.

B.       Saran
1.      Lelaki dalam skenario harus mulai mengurangi jumlah batang rokok yang dihisap per harinya hingga berhenti total.
2.      Memulai gaya hidup sehat sedini mungkin seperti memulai berolah raga agar penyakit dapat dicegeh sedini mungkin.
3.      Seorang dokter yang baik akan menganamnesis secara lengkap dan menuntun pasiennya untuk melakukan pemeriksaan sesuai diagnosis bandingnya.








DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Moechtar dan Dede Kusmana. 2003. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta  
Kunaryo, Bambang Hadi; dkk. “Aplikasi Tapis Adaptif Fir Untuk Menghilangkan Artefak Pada Sinyal Elektrokardiografi”. http://eprints.undip.ac.id/25290/1/ML2F302468.pdf. diakses pada 4 Maret 2012.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.
Pratanu, Sunoto. dkk. 2009. Elektrokardiografi dalam Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Price. Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sudjadi, dkk. “Pengenalan Pola Sinyal Elektrokardiograf (EKG) dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Diagnosa Kelainan Jantung Manusia”. http://eprints.undip.ac.id/25791/1/MT101950579.pdf. diakses pada 4 Maret 2012.
Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Soedarmo. 1996. Pemeriksaan Radiologi dan Pencitraan pada Penyakit Kardiovaskuler. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.
Hanafiah, Asikin, dkk. 1996. Angina Pectoris. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar