PENDAHULUAN
TAKUT
CUCI DARAH
Lima
hari yang lalu Joni (25 th) datang ke RSDM karena tidak bisa buang air kecil.
Sebelumnya setiap buang air kecil pancaran
urin kecil sejak 1 bulan terakhir dan harus mengejan. Oleh dokter dicoba
dipasang kateter urin per uretra, tapi tidak berhasil, dan pasien menolak untuk
dilakukan pemasangan kateter suprapubik. Oleh dokter di IGD diduga ada sumbatan
pada saluran kencing dan kemungkinan
harus di operasi. Pasien menjadi takut dan memilih untuk pulang paksa.
Setelah
dua hari berada di rumah Joni menjadi lemas, dan muntah-muntah. Karenba gejala
tidak menghilang dan bertambah berat, Joni dibawa keluarganya ke RSDM lagi.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang, dokter menyarankan Joni
untuk menjalani operasi, tapi sebelumnya Joni harus cuci darah.
Keluarga
Joni, sebetulnya tidak setuju bila Joni harus menjalani cuci darah. Mereka
khawatir Joni akan “kecanduan cuci darah”. Hal yang mendasari pemikiran
keluarga adalah kejadian yang menimpa tetangga mereka yang bernama pak Darno.
Pak Darno memang telah mengidap penyakit infeksi ginjal selama bertahun-tahun
dan menjalani cuci darah rutin 2 X seminggu dengan pertimbangan hasil perhitungan
CCT kurang dari 10cc/menit.
Akan tetapi dokter yang merawat Joni
menjelaskan, bahwa apa yang dialami Joni dan pak Darno berbada. Menurut dokter,
jika dilakukan operasi dan cuci darah kemungkinan fungsi ginjal Joni akan
mengalami perbaikan.
A.
Rumusan Masalah
1
Bagaiman Anatomi dan Histologi sistem Uropoetika?
2
Bagaimana mekanisme pembentukan urin?
3
Apa saja macam-macam infeksi di sistema Uropoetika?
4
Apa saja macam-macam dan indikasi kateterisasi?
5
Bagaimana cara kerja teknik cuci darah beserta indikasinya?
6
Apa saja macam-macam batu dalam sistema uropoetika?
7
Pemeriksaan fisik apa yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis?
8
Pemeriksaan penunjang apa yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis?
B.
Tujuan Penulisan
1
Untuk mengetahui Anatomi dan Histologi sistem Uropoetika.
2
Untuk mengetahui mekanisme pembentukan urin.
3
Untuk mengetahui macam-macam infeksi di sistema Uropoetika.
4
Untuk mengetahui macam-macam dan indikasi kateterisasi.
5
Untuk mengetahui cara kerja teknik cuci darah beserta
indikasinya.
6
Untuk mengetahui macam-macam batu dalam sistema uropoetika.
7
Untuk mengetahui pemeriksaan fisik apa yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.
8
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang apa yang dibutuhkan
untuk menegakkan diagnosis.
C. Manfaat Penulisan
1.
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Anatomi dan Histologi
sistem Uropoetika.
2.
Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme pembentukan urin.
3.
Mahasiswa mampu mengetahui macam-macam infeksi di sistema
Uropoetika.
4.
Mahasiswa dapat mengerti dan memahami macam-macam dan indikasi
kateterisasi.
5.
Mahasiswa dapat mengetahui cara kerja teknik cuci darah
beserta indikasinya.
6.
Mahasiswa dapat mengetahui macam-macam batu dalam sistema
uropoetika.
7.
Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan fisik apa yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
8.
Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang apa yang
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.
BAB II
STUDI PUSTAKA
ANATOMI
SISTEM UROPOETIKA
Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang,
terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang
lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak
ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra
T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.
Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2
(kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah
pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal
kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara
umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
- Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
- Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
- Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
- Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
- Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
- Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.
- Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
- Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
- Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.
- Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari
korpus renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus
pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh
kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta
kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya
nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus
renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya
sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron
juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula,
memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan
percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena
cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang
menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada
ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior
serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk
persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui
n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan
untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui
n.vagus.
Ureter
Ureter
merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal
(filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria.
Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu
untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan
turun di depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan
a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral
pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria.
Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki
kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan
yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter
ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta
abdominalis, a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis
inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui
pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan
inferior.
Vesica
urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau
buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal
tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai
pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum,
organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik
dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral
yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta
mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta
empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding
vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal,
sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum
vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri
dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat
dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan
inferior. Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh
a.vaginalis.
Sedangkan
persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus
imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui
n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari
vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada
pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga
berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat),
sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria
memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari
m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars
membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki
m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika,
pars prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.
- Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
- Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
- Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis).
- Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.
Sedangkan
uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada pria.
Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya
di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter
urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti
uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.
HISTOLOGI
SISTEM UROPOETIKA
A.
GINJAL
Ginjal
dibagi atas daerah luar yaitu korteks dan daerah dalam yaitu medulla. Korteks
ditutup oleh simpai jaringan ikat dan jaringan ikat perirenal dan jaringan
lemak. Di dalam korteks terdapat tubuli kontortus, glomeruli, tubuli lurus dan
berkas medulla. Korteks juga mengandung korpuskulum renal, tubuli kontortus
proksimal dan distal nefron di dekatnya, arteri interlobular dan vena
interlobular. Berkas medular mengandung bagian-bagian lurus nefron dan duktus
koligens. Berkas medulla tidak meluas ke dalam kapsul ginjal karena ada zona
sempit tubuli kontorti. (Eroschenko, 2003)
Medula
dibentuk oleh sejumlah pyramid renal. Dasar setiap pyramid menghadap ke korteks
dan apeksnya mengarah ke dalam. Apeks pyramid renal membentuk papilla yang
terujulur ke dalam kaliks minor. Medulla juga mengandung ansa henle dan duktus
koligens. Duktus koligens bergabung di medulla membentuk duktus papilaris yang
besar. (Eroschenko, 2003)
Papila
biasanya ditutupi epitel selapis silindris. Saat epitel ini berlanjut ke
didnding luar kaliks, epitel ini menjadi epitel epitel transisional. Di bawah
epitel, terdapat selapis tipis jaringan ikat dan otot polos yang kemudian
menyatu dengan jaringan ikat sinus renalis. (Eroschenko, 2003)
B.
URETER
Ureter
yang tidak diregangkan memiliki lumen berkelok karena adanya lipatan memanjang.
Dinding ureter terdiri atas mukosa, muskularis dan adventisia. Mukosa terdiri
atas epitel transisional dan lamina propria lebar. Epitel transisional terdiri
atas beberapa lapis sel, lapisan terluar ditandai sel-sel kuboid besar. Sel-sel
intermediate berbentuk polyhedral karena sel di basal berbentuk kuboid atau
silindris rendah. Permukaan basal epitel ini licin, tanpa lekukan papil-papil
jaringan ikat. (Eroschenko, 2003)
Lamina
propria terdiri atas jaringan ikat fibroelastis dengan fibroblast lebih padat
di bawah epitel dibandingkan dengan fibroblast di dekat muskularis yang lebih
longgar. Jaringan limfoid difus dan kadang-kadang limfonodus kecil mungkin
terlihat di lamina propria. (Eroschenko, 2003)
Pada
ureter bagian atas, muskularis terdiri atas lapisan otot polos longitudinal
dalam dan sirkular luar. Lapisan-lapisan ini tidak selalu jelas. Lapisan
longitudinal luar tambahan terdapat pada sepertiga ureter bagian bawah.
Adventisia menyatu dengan jaringan ikat fibroelastis dan jaringan lemak di
sekitarnya yang mengandung banyak aretri, venul dan saraf kecil. (Eroschenko, 2003)
C.
VESICA
URINARIA
Lapisan
otot polos dinding vesica urinaria serupa dengan lapisan otot di ureter,
kecuali ketebalannya. Dinding vesica urinaria terdiri atas mukosa, muskularis
dan serosa pada permukaan superior vesica urinaria. Permukaan inferiornya ditutupi
adventisia yang menyatu dengan jaringan ikat struktur-struktur di dekatnya.
(Eroschenko, 2003)
Mukosa
vesica yang kosong tampak berlipat-lipat namun lipatan ini hilang sewaktu
vesica diregangkan. Epitel transisional mengandung lebih banyak lapisan sel dan
lamina propria lebih lebar daripada ynag di ureter. Jaringan ikat longgar di
bagian lebih dalam megandung lebih banyak serat elastin. (Eroschenko, 2003)
Muskularisnya
tebal dan ketiga lapisan dil bagian leher vesica tersusun dalam berkas yang
saling beranastoosis dengan jaringan ikat longgar di antaranya. (Eroschenko,
2003)
FISIOLOGI
PEMBENTUKAN DAN PENGELUARAN URINE
Urin dibentuk dari hasil filtrasi
glomerulus yang kemudian direabsorbsi di tubulus dan ditambah sekresi zat-zat
oleh tubulus. Filtrasi
zat yang terjadi di glomerulus berbeda-beda tergantung pada jenis zat
btersebut. filtrasi sendiri dipengaruhi oleh kecepatan filtrasi glomerulus dan
konsentrasi plasma (Guyton, 2008).
Filtrasi
glomerulus secara relatif tidak selektif (artinya, semua hal yang terlarut
dalam plasma akan difilttrasi kecuali protein plasma dan zat-zat yang terikat
protein). Sedangkan reabsorbsi tulus sendiri bersifat sangat selektif. Beberapa
zat seperti glukosa dan asam amino di reabsorbsi secara sempurna di tubulus,
sehingga pada dasarnya, kecepatan ekskresi urin adalah nol. Banyak ion dalam
plasma, seperti natrium, klorida, dan bikarbonat juga direabsorbsi, hanya saja
kecepatan reabsorbsinya berbeda-beda tergantung dari kebutuhan tubuh.
Sebaliknya, produk buangan seperti ureun dan kreatinin sulit direabsorbsi dari
tubulus dan diekskresi dalam jumlah yang relatif besar.
Bila
suatu zat akan direabsorbsi, pertama zat tersebut harus ditranspor (1)
melintasi membran epitel tubulus ke dalam cairan interstisial ginjal dan
kemudian (2) melalui membran kapiler peritubulus kembali ke dalam darah.
Reabssorbsi sendiri meliputi serangkaian langlah transpor aktif atau pasif. Zat
terlarut diangkut melewati sel (jalur transseluler) dengan cara difusi pasif
atau transpor aktif, atau antara sel-sel (jalur paraseluler) dengan difusi. Air
diangkut melalui sel dan antara sel-sel tubulus dengan osmosis. Pengangkutan
air dan zat terlarut dari cairan interstisial masuk keb dalam kapiler
peritubulus terjadi melalui ultrafiltrasi (aliran yang besar).
Transpor
aktif adalah mendorong zat terlarut melawan gradien. Transpor aktif yang
berhubungan langsung dengan sumber energi seperti hidrolisis ATP disebut
transpor aktif primer. Sedangkan yang tidak berhubungan langsung dengan sumber
energi disebut transpor aktif sekunder, sebagai contoh glukosa.
Reabsorbsi
klorida, ureum, dan zat-zat terlarut lainnya melalui difusi pasif. Sedangkan
air sendiri do reabsorbsi secara pasif melalui osmosis terutama menyertai
reabsorpsi natrium.
Pada
tubulus proksimal terjadi proses
reabsorbsi aktif dan pasif. Sel epitelnya yang bersifat sangat metabolik
dan menpunyai sejumlah besar mitokondria mendukung proses transpor aktif yang
kuat. Selain itu, terdapat banyak brush border pada sisi lumen (apikal)
membran, dan juga labirin interseluler serta kanal basalis yang luas yang
secara bersama-sama menghasilkan arean permukaan membran yang luas pada sisi
lumen dan sisi basolateral dari epitel untuk mentranspor ion natrium dan
zat-zat lain cepat. Pada tubulus proksimal terjadi reabsorbsi Na+,
Cl- , HCO3-, K+, H2O, glukosa, dan
asam amino. Sekresi juga terjadi pada tubulus ini, zat yang disekresi adalah H+,
asam organik, basa.
Ansa
henle terdiri dari segmen tipis dan segmen tebal. Pada segmen tipis ansa henle
terjadi reabsorbsi air. Sedangkan pada segmen tebal ansa henle terjadi
reabsorbsi Na+, Cl- , HCO3-, K+ ,
Ca+ + , dan Mg+ + . Pada segmen tipis ansa henle tidak
terjadi sekresi zat, namun pada segmen tebal ansa henle terjadi sekresi H+
.
Segmen
tebal asenden ansa henle berlanjut ke dalam tubulus distal. Bagian paling
pertama dari tubulus distal membentuk bagian kompleks jukstaglomerulus yang
menimbulkan kontrol umpan balik GFR dan aliran darah dalam nefron yang sama.
Fungsi reabsorbsi tubulus distal sendiri sama dengan ansa henle segmen tebal.
Tubulus
distal bagian akhir dan tubulus koligentes korikalis mempunyai ciri-ciri
fungsional yang sama. Namun mempunyai tipe sel yang berbeda, sel-sel
prinsipalis dan sel-sel interkalatus. Sel-sel prinsipalis mereabsorbsi natrium
dan air dari lumen dan menyekresikan ion kalium ke lumen. Sel-sel interkalatus
mereabsorbsi ion kalium dan menyekresikan ion hidrogen ke dalam lumen tubulus. Yang terakhir adalah
duktus koligentes medulla. Duktus koligentes medulla mereabsorbsi Na+ ,
Cl- , HCO3-, dan ureum. Sekaligus menyekresikan H+
(Guyton, 2008).
KATETERISASI
URINE
Kateterisasi uretra
adalah memasukkan kateter kedalam buli-buli melalui uretra. Tindakan
kateterisasi ini dimaksudkan untuk tujuan diagnosis maupun untuk tujuan terapi
(Purnomo, 2000).
Tindakan diagnosis
antara lain:
1. Kateterisasi
pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urin untuk pemeriksaan kultur urin
untuk mengurangi kontaminasi dari bakteri di vagina.
2. Mengukur
residu (sisa) urin yang dikerjakan sesaat setelah pasien miksi.
3. Memasukkan
bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi antara lain: sistografi atau
pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui pemeriksaan voiding
cysto-urethrography (VCUG).
4. Pemeriksaan
urodinamik untuk menentukan tekanan intravesika.
5. Untuk
menilai produksi urin pada saat dan setelah operasi besar (Purnomo, 2000).
Sedangkan tindakan kateterisasi untuk
tujuan terapi antara lain adalah:
1. Mengeluarkan
urin dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal baik karena hiperplasi
prostat maupun oleh benda asing yang menyumbat uretra.
2. Mengeluarkan
urin pada disfungsi buli-buli.
3. Diversi
urin setelah tindakan operasi system urinary bagian bawah, yaitu pada
prostatektomi, vesikolitotomi.
4. Sebagai
splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi uretra.
5. Pada
tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala.
6. Memasukkan
obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptic untuk
buli-buli (Purnomo, 2000).
Kateterisasi suprapubik
adalah memasukkan kateter dengan membuat lubang pada buli-buli dengan insisi
suprapubik dengan tujuan untuk mengeluarkan urin. Pemasangan kateter sistosomi
dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka atau dengan perkutan (trokar)
sistosomi.
Kateterisasi ini
biasanya dikerjakan pada:
1. Kegagalan
pada saat melakukan kateterisasi uretra
2. Ada
kontraindikasi untuk melakukan tindakan transuretra misalkan pada rupture
uretra atau dugaan adanya rupture uretra.
3. Jika
ditakutkan akan terjadi kerusakan uretra pada pemakaian kateter uretra yang
terlalu lama.
4. Untuk
mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri.
5. Mengurangi
penyulit timbulnya sindrom intoksikasi air pada saat TUR Prostat (Purnomo,
2000).
Alat
yang disiapkan untuk pemeasangan kateter urin antara lain, sarung tangan
steril, duk steril, antiseptic, kapas lidi steril, penjepit (forcep), aquades steril, foley catheter, syringe 10 cc,
lubricant, collection bag dan tubing. Ukuran kateter adalah unit yang disebut
French, dimana satu French sama dengan 1/3 dari 1 mm. Ukuran kateter bervariasi
dari 12 FR (kecil) sampai 48 FR (besar) sekitar 3-16 mm. Kateter juga
bervariasi dalam hal ada tidaknya bladder
balloon dan beberapa ukuran bladder
balloon (Widjanarko, et.al.,
2012).
INFEKSI
PADA SISTEM UROPOETIKA
A.
Bakteri
infeksi saluran kemih
a)
Enterobacteriaceae
1.
Esherichia
coli
E.coli adalah penyebab yang paling lazim dari
infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada
kira-kira 90% wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering
kencing, disuria, hematuria, dan puria. Nyeri pinggang berhubungan dengan
infeksi saluran kemih bagian atas. Tak satupun dari gejala atau tanda-tanda ini
bersifat khusus untuk bakteri e. Coli. Infeksi saluran kemih dapat
mengakibatkan bakterimia dengan tanda-tanda khusus sepsis.
E.coli yang nefropatogenik secara khas menghasilkan
hemolisin. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh e.coli dengan sejumlah kecil tipe
antigen o. Antigen k tampaknya penting dalam patogenesis infeksi saluran atas.
Pieloneftritis berhubungan dengan jenis philus khusus, philus p yang mengikat
zat golongan darah p. Infeksi saluran kemih misalnya sistitis, pielitis dan
pielonefritis. Infeksi dapat terjadi akibat sumbatan saluran kemih karena
adanya pembesaran prostat, baru dan kehamilan.
E.coli yang biasa menyebabkan infeksi saluran kemih
ialah jenis 1, 2, 4, 6, dan 7. Jenis-jenis pembawa antigen k dapat menyebabkan
timbulnya piolonefritis.
2.
Klebsiella
Klebsiella pneumoniae kadang-kadang menyebabkan
infeksi saluran kemih dan bakteremia dengan lesi fokal pada pasien yang lemah.
Ditemukan pada selaput lendir saluran napas bagian atas, usus dan saluran kemih
dan alat kelamin. Tidak bergerak, bersimpai, tumbuh pada perbenihan biasa
dengan membuat koloni berlendir yang besar yang daya lekatnya berlain lainan.
3.
Enterobacter
aerogenes
Organisme ini mempunyai simpai yang kecil , dapat
hidup bebas seperti dalam saluran usus, serta menyebabkan saluran kemih dan
sepsis. Infeksi saluran kemih terjadi melalui infeksi nosokomial.
4.
Proteus
Spesies ini ditemukan pada infeksi saluran kemih dan
menyebabkan bakterimia, pnewnonia dan lesi fokal pada penderita yang lemah atau
pada penderita yang menerima infus intravena. P.mirabilis menyebabkan infeksi
saluran kemih dan kadang-kadang infeksi lainnya. Karena itu, pada infeksi
saluran kemih oleh proteus, urine bersifat basa, sehingga memudahkan
pembentukan batu dan praktis tidak mungkin mengasamkannya. Pergerakan cepat
oleh proteus mungkin ikut berperan dalam invasinya terhadap saluran kemih.
Spesies proteus menghasilkan urease mengakibatkan hidrolisis urea yang cepat
dengan pembebasan amonia.
5.
Providensia
Spesies providensia (providensia rettgeri,
providencia alcalifaciens dan providensia stuartii) adalah anggota flora usus
normal. Semuanya menyebabkan infeksi saluran kemih dan sering resisten terhadap
pengobatan antimikroba.
6.
Citrobacter
Citrobacter dapat menyebabkan infeksi saluran kemih
dan sepsis.
b)
Pseudomonas aeroginosa
Patogenesis
P.aeruginosa bersifat patogen bila masuk ke daerah
yang fungsi pertahanannya abnormal, misalnya bila selaput mukosa dan kulit
"robek" karena kerusakan kulit langsung ; pada pemakaian kateter
intravena atau kateter air kemih ; atau bila terdapat netropenia, misalnya pada
kemoterapi kanker. Kuman melekat dan mengkoloni selaput mukosa atau kulit dan
menginvasi secara lokal dan menimbulkan penyakit sistemik. Proses ini dibantu
oleh pili, enzim dan tosin. Lipopolisakarida berperan langsung yang menyebabkan
demam, syok, oliguria, leukositosis, dan leukopenia, disseminated intravascular
coagulation dan respiratory distress syndrome pada orang dewasa.
c) Acinetobacter
Acinetobacter calroaceticus adalah spesies bakteri gram-negatif
aerob yang tersebar luas ditanah dan air dan kadang-kadang dapat dibiakkan dari
kulit, selaput mukosa dan sekresi.
d)
Streptokokus
Berbentuk Kokus
tunggal berbentuk bulat atau bulat telur, tersusun dalam bentuk rantai .kokus
membelah pada bidang yang tegak lurus sumbu panjang rantai. Anggota rantai
sering tampak sebagai diplokokus dan bentuknya kadang-kadang menyerupai batang.
e)
Stafilokokus saprophyticus
Stafilokokus secara khas tidak berpigmen, resisten
terhadap novobiosin, dan nonhemolitik ; bakteri ini menyebabkan infeksi saluran
kemih pada wanita muda (Boel, 2004).
B.
Bakteri
penyakit kelamin
A.
Neisseria
gonorrhoea gonorea
Gonorea adalah penyakit bernanah yang sagat menular.
Sering kali disebut pula uretritis spesifik (radang aliran kandung kemis
khusus). Gejala penyakit ini tergantung pada situs infeksi, jenis kelamin dan
umur korban, lamanya menderita infeksi, serta terjadinya penyebab sel-sel
bakteri penyebab.
Pada laki-laki gonorea menyebabkan uretritis
(infeksi pada uretra, yaitu saluran tempat lewatnya air seni dari kandung kemih
ke luar tubuh) akut. Tanda pertama dapat berupa rasa panas mendadak pada waktu
kencing dan keluarnya cairan bernanah pada 2-8 hari setelahh tereksposi. Pada
wanita biasanya terjadi infeksi pada uretra dan mulut rahim. Hal ini dapat
menyebabkan rasa sakit pada waktu kencing dan keluarnya cairan dari vagina,
walaupun kebanyakan wanita (cukup banyak pria) tidak memperlihatkan gejala yang
kentara pada infeksi dini. Infeksi tanpa gejala semacam itu. Mungkin merupakan
suatu sebab bagi penyebaran penyakit ini. Penyakit ini terutama menyerang
saluran kemih kelamin. Namun, kontaminasi pada bayi ,waktu dilahirkan dapat
menimbulkan radang selaput mata gonokokal, yang mempengaruhi mata. Dapat juga
timbul berbagai komplikasi gonorea diantaranya adalah endokarditis (radang pada
lapisan dalam jantung) dan meningitis (radang selaput otak).
Pada pria maupun wanita, infeksi dapat menyebab di
sepanjang saluran kelamin. Pada pria bila infeksi meluas sampai ke prostat,
epididimis (bagian saluran mani yang terletak buah zakar), dan buah zakar, maka
dapat mengakibatkan kemandulan. Pada wanita, penyebaran lebih umum terjadi dan
akibat lanjutannya lebih gawat. Pada lebih kurang 15% wanita yang terinfeksi,
infeksi menjalar sampai ke tuba falopii (saluran yang membawa telur dari
kandung telur ke rahim). Dan menyebabkan peradangan (salpingitis). Pada masa
haid yang pertama, timbul rasa sakit dibagian perut sebelah bawah. Salpingitis
menyebabkan penyumbatan tuba falopii yang mengakibatkan kehamilan dalam tuba
atau kemandulan. Tertanamnya telur yang telah dibuahi di dalam tuba falopii
dapat mematikan dan biasanya membutuhkan pembedahan secepatnya.
Gonorea tidak selalu terbatas pada saluran kelamin
dan kemih. Pada beberapa penderita, bakteri penyebabnya masuk ke dalam darah
dan menyebab ke seluruh tubuh sehingga menginduksi demam, rasa menggigil, serta
hilangnya nafsu makan..
B.
Treponema
pallidum
Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh sewaktu
terjadi hubungan kelamin melalui luka-luka goresan yang amat kecil pada epitel,
dengan cara menembus selaput lendir yang utuh ataupun mungkin melalui kulit
yang utuh lewat kantung rambut. Masa inkubasi sifilis berkisar 10-90 hari
(rata-rata 21 hari) setelahh infeksi. Bila tidak diobati, sifilis dapat timbul
dalam beberapa stadium penyakit.
Sifilis primer: gejala
pertamanya adalah munculnya bisul kecil keras yang disebut syanker pada situs
infeksi. Biasanya di ujung batang pelir pada pria dan di leher rahim atau
vagina wanita. Syanker itu terlihat jelas pada pria, tetapi pada wanita
seringkali tersembunyi. Bisul itu tidak gatal ataupun sakit. Jadi sifilis
primer dapat berkembang tanpa diketahui. Treponema biasanya dapat ditemukan di
dalam syanker semacam itu melalui pemeriksaan mikroskopis medan gelap. Juga
dalam stadium ini, spiroketa menyerang kelenjar getah bening, menyebabkan
menjadi lebih besar dan keras. Setelahh 3-5 minggu, syanker itu sembuh secara
spontan, dan penyakit itu dari luar nampak tenang-tenang saja. Tetapi sementara
itu organisme tersebut disebarkan lewat aliran darah ke seluruh tubuh.
Sifilis
sekunder: stadium penyakit ini di dahului oleh ruam (pemunculan pada kulit)
yang timbul setiap saat pada 2 sampai 12 minggu setelahh hilangnya syanker.
Penyakit itu sekarang tersebar umum dan juga terjadi limfodenopati (kelenjar
getah belling yang berpenyakit) yang tersebar luas. Sifilis disebut pula
"peniru besar" karena gejala-gejala yang timbul pada stadium ini
mirip dengan yang ditimbulkan oleh penyakit lain seperti flu atau mononuleosis
menular. Selain ruam gejala-gejala lainnya meliputi radang tenggorokan,
kelenjar getah bening yang lembek, demam, lesu dan pusing. Kadang-kadang
disertai rontoknya rambut sebagian-sebagian. Luka patogenik terjadi pada
selaput lendir, mata, dan sistim syaraf pusat luka-luka ini penuh dengan
treponema. Korban dapat menderita hanya satu atau dua dari seluruh gejala
penyakit ini atau semua gejala. Stadium ini berlangsung beberapa minggu, dan
gejala-gejalanya termasuk luka-luka patogenik, hilang tanpa pengobatan. Tetapi
sementara itu treponema mungkin sudah mulai menyerang organ-organ lain dalam
tubuh.
Seorang penderita dapat menularkan penyakit ke orang
lain hanya bila menderita sifilis stadium primer dan sekunder, yang berlangsung
sampai selama 2 tahun.
Sifilis
laten: bila tidak diobati, sifilis sekunder berlanjut menjadi sifilis
laten. Selama stadium ini penderita sama sekali tidak menunjukkan gejala yang
jelas. Stadium ini dapat berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun atau bahkan
seumur hidup. Stadium laten hanya dapat diketahui dengan melakukan uji darah
(serologis).
Sifilis
tersier atau lanjut: stadium ini timbul pada sekitar 30% dari orang-orang
yang tidak diobati dan dapat terjadi 5 sampai 40 tahun sesudah infeksi
mula-mula. Hasil kerja spiroketa secara diam-diam tetapi mematikan selama
stadium laten itu menjadi jelas. Luka-luka patogenik tersier terjadi pada
sistim safar pusat, sistim pembuluh darah jantung, kulit dan organ-organ vital
lain seperti mata, otak, tulang, ginjal dan hati. Luka-luka ini yang disebut
gumata lalu pecah dan menjadi borok .penderita dapat terserang sakit jiwa,
kebutaan atau penyakit jantung ; dan akhirnya dapat meninggal.
Sifilis syaraf: Selama stadium
early, sepertiga dari penderita sifilis dapat terkena susunan syaraf pusatnya
dan setengah dari golongan ini jika tidak mendapat pengobatan akan menderita
laten neurosifilis, yang jaraknya dari stadium primer dapat mencapai waktu
lebih dari 5 tahun. Penyakit ini terjadi tanpa gejala, sedangkan gejala klasik
dapat timbul dalam bentuk dementia paralytica, tabes dorsalis dan sebagainya.
Gejala penyakit yang timbul juga dapat menyerupai penyakit saraf lainnya.
Sifilis kardiovaskuler: Setelahh
10-40 tahun sejak terjadinya sifilis primer, penderita yang tidak mendapat
pengobatan dapat,menunjukkan tanda-tanda terkena sistim kardiovaskuler. Terjadi
kelainan sifilis pada aorta dan arteritis paru-paru. Reaksi peradangan yang
terjadi dapat menyebabkan stenosis yang berakibat angina, insufisiensi
miokardium yang dapat mengakibatkan kematian.
Sifilis kongenital:
merupakan penyakit sifilis yang timbul pada bayi waktu lahir, beberapa waktu
atau beberapa tahun sesudahnya. Wanita hamil yang sedang menderita sifilis,
terutama stadium sekunder, dapat menularkannya pada bayi yang sedang
dikandungnya secara transplasenta. Treponema pallidum yang terdapat dalam
peredaran darah ibu masuk ke janin pada waktu kehamilan minggu ke 16. Pada saat
itu lapisan gel langhans telah menjadi atropik. Jika infeksinya terjadi secara
masif,maka dapat mengakibatkan kematian janin, atau bayi lahir terus mati.
Infeksi treponema juga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intra
atau ekstrauteri. Jika wanita hamil baru terkena sifilis pada waktu 6 minggu
terakhir kehamilannya, maka biasanya janin belum sempat terkena sifilis, karena
kuman belum sempat tersebar di dalam peredaran darah ibu.
Sifilis kongenital praekoks: Penyakit
ini mulai menunjukkan gejala pada waktu bayi lahir atau setelahh berumus 1-3
bulan. Terlihat bullae pada telapak tangan, condylomata lata, osteochondritis
atau periostitis epiphysis tulang panjang yang dapat menyebabkan terjadinya
pseudoparalisis dari parrot, kelainan pada tulang tibia atau sabre bone, terjadi
patah tulang spontan atau penonjolan tulang dahi. Selain itu dapat terjadi
gejala penyumbatan hidung atau snuffle-nose, hepatosplenomegali, atropi dan
distropi otot, sehingga berat badan statis tidak bertambah.
Sifilis kongenital tarda: Penyakit
ini mulai menunjukkan gejala pada usia lebih dari satu tahun sampat usia 6- 7
tahun. Akan ditemukan trias hutchinson, yaitu berupa tuli syaraf ke-8 atau tuli
perseptif, defo~itas gigi seri atas tengah dan keratitisinterstitialis.
Syphilis d'emblee: Penyakit
ini terjadi karena infeksi treponema lewat tusukan jarum yang dalam, misalnya
pada transfusi darah yang berasal dari penderita sifilis. Biasanya tidak
dijumpai stadium primer melainkan langsung muncul gejala-gejala stadium
sekunder.
Sifat patogenitas: Sifilis
berjangkit secara alamiah hanya pada manusia dan terutama ditularkan lewat
hubungan kelamin atau dari ibu yang terinfeksi kepada janinnya (sifilis bawaan
atau sebelum lahir) lewat ari-ari. Pada kasus yang tidak diobati 25% di antara
janin meninggal meninggal sebelum lahir 25-30% meninggal segera setelah
dilahirkan yang lain menunjukkan gejala komplikasi lanjut (misalnya menjadi
tuli).sejumlah besar treponema dalarn darah dan jaringan musnah selama sifilis
sekunder. Penisilin adalah adalah antibiotik yang dipilih untuk pengobatan sifilis
(Boel, 2004).
C.
Bakteri
penyebab penyakit kelamin lain
a) Chlamydia trachomatis
Uretritis non-spesifik
Penyakit ini menyerang sekitar 2, 5 juta pria di
amerika serikat setiap tahunnya, dan sekitar setengah dari kasus-kasus ini
disebabkan oleh bakteri kecil yang dinamakan chlamydia trachomatis. Pada pria,
gejala-gejala uretritis nonspesifik menyerupai gejala-gejala nonspesifik ;
yaitu meliputi sering buang air kecil serta rasa sakit, keluarnya cairan
bernanah dari uretra, serta peradangan pada mata, persendian, mulut, atau buah
zakar. Pada wanita penyakit ini tidak mempunyai batas yang begitu jelas. Banyak
wanita tidak memperlihatkan gejala sama sekali ; beberapa mungkin mengeluarkan
cairan bernanah, pendarahan dari leher rahim, atau infeksi pada leher rahim. .
b) Haemophylus ducreyi
Haemophylus
ducreyi, suatu bakteri berbentuk batang gram negatif yang sangat kecil, dan
tidak bergerak. Satu sampai lima hari setelahh tereksposi timbul borok yang
sakit pada situs yang kontak.
c) Calymmatobacterium granulomatis
Berbentuk batang gram negatif pleomorfik. Penyakit
ini menimbulkan borok kecil, menyebar dan penuh dengan nanah pada alat kelamin.
Sekurang-kurangnya diperlukan waktu 3 bulan untuk timbulnya gejala-gejala ini.
Sementara itu banyak orang dapat menjadi terinfeksi sebelum penderita berobat
(Boel, 2004).
GANGGUAN
OBSTRUKSI DI SISTEM UROPOETIKA
Macam-macam
obstruksi pada system uropoetika dapat terjadi pada :
1. Kulup
Penyempitan liang kulup
menyebabkan kulup mengem-bung sewaktu buang air kecil. Bila keadaan ini
berlarut-larut mengakibatkan radang balanopostitis atau batu di liang kulup
dengan penyulit-penyulitnya.
2. Uretra
Penyempitan atau
penyumbatan pada uretra menyebabkan bagian hulunya melebar sehingga dinding
uretra tersebut menjadi tipis, kadang menimbulkan divertikel dan bisa pecah
yang mengalirkan air kemih di sekitamya. Pipa semprot manipun bisa melebar.
Pada setempat bisa terjadi batu dan infeksi sebagai penyulit-penyulitnya
3. Kandung Kemih
Penyumbatan atau
penyempitan saluran kemih pada leher kandung kemih dan uretra menyebabkan
gangguan lintas pembuangan air kemih sehingga kandung kemih mengadakan usaha
dengan meningkatkan daya pompa ditunjang dengan pengerutan persambungan
ureter-kandung kemih untuk melebarkan leher kandung kemih. Dengan peningkatan
daya pompa ini, maka tekanan hidrostatis di dalam kandung me- ningkat dari 20
-- 40 cm air menjadi 50 -- 100 cm air atau lebih. Keadaan ini biasanya terdapat
pada penyempitan uretra pada anak laki-laki pada pangkal dan pada anak
perempuan pada ujung dan pada laki-laki tua oleh karena pembesaran prostat atau
pada sindroma prostatismus sans prostate. Pada waktu dini kandung kemih masih
dapat memenuhi faalnya dengan sempurna karena otot detrusornya menjadi
hipertrofi dan jika berlarut-larut berlangsung ototnya menjadi tipis dan lemah
hingga tak dapat memenuhi faalnya lagi dengan sempurna. Keadaan berobah dari
kompensasi menjadi dekompensas
4.
Ureter
Lintasan ureter yang
miring melalui dinding kandung kemihuntuk bermuara ke dalam rongga kandung
kemih, berperan seakan-akan katub yang melalukan kemih mengalir dari ureter
masuk ke dalam rongga kandung kemih, sebaliknya menghalangi pengaliran kembali
(melalukan efflux dan menghalangi reflux). Meskipun tekanan di dalam kandung
kemih tinggi sewaktu memompa, namun tidak disalurkan berbalik ke dalam ureter,
piala dan seterusnya ke ginjal, hal ini dise- babkan kompetensi persambungan
ureter kandung kemih Pada keadaan dekompensasi kandung kemih di mana dijumpai
persambungan ureter kandung kemih menjadi inkompeten, tekanan ini disalurkan ke
dalam ureter, piala dan seterusnya ke ginjal. Juga pada kandung kemih yang
berbalok-balok, edema dan meradang dapat mengakibatkan peran katub tak kompeten
lagi.
Rentetan akibat-akibat
dari berbalik alir ini terjadi dengan hal yang sama dijumpai seperti pada
penyumbatan ureter atau piala ginjal. Pada hulu pe- nyumbatan atau penghalangan
alir air kemih otot dinding ureter menjadi hipertrofis dalam usaha meningkatkan
gerak peristaltik mendorong air kemih. Berpapasan dengan
sumbatan di bagian hulu ureter melebar (dilatasi) karena pelonggokan air kemih.
Gerakan peristaltik yang meninggi ini menyebab- kan ureter bertambah panjang
(elongasi) sampai berliku-liku. Lama-kelamaan di sekitar ureter terbentuk
jaringan ikat dan kerutan jaringan ini menyebabkan penekikan (angulasi) yang
menambah kesulitan pengaliran air kemih. Bila pengaliran air kemih ini
sedemikian terus berkelanjutan maka otot dinding ureter dan piala menjadi lemah
dan terjadi dekompensasi. Pelebaran ureter (ureteriksasi, hidro-ureter)
kemudian melibatkan piala ginjal (pielektasi) untuk selanjutnya
mengikutsertakan ginjal (hidro-nefrosis) yang keseluruhannya menjadi
hidroureteropi nefrosis, yaitu suatu atrofi ginjal yang disebabkan oleh
penyumbatan saluran yang tidak menyumbat sempurna (sub-total), di mana sebagian
air kemih masih lewat dan selainnya tertahan.
Pada penyumbatan yang
sempurna (total) terjadi atrofi primer ginjal. Penyumbatan semakin ke hulu
dengan menyumbat hampir sempurna dan berlangsung lama, dengan cepat merusak
ginjal. Pada keadaan dekompensasi kandung kemih di mana dijumpai persambungan
ureter -- kandung kemih menjadi inkompeten, tekanan ini disalurkan ke dalam
ureter, piala dan seterusnya ke ginjal. Juga pada kandung kemih yang
berbalok-balok, edema dan meradang dapat mengakibatkan peran katub tak kompeten
lagi. Rentetan akibat-akibat dari berbalik alir ini terjadi dengan hal yang
sama dijumpai seperti pada penyumbatan ureter atau piala ginjal. Pada hulu penyumbatan
atau penghalangan alir air kemih otot dinding ureter menjadi hipertrofis dalam
usaha meningkatkan gerak peristaltik mendorong air kemih. Berpapasan dengan
sumbatan di bagian hulu ureter melebar (dilatasi) karena pelonggokan air kemih.
Gerakan peristaltik yang meninggi ini menyebabkan ureter bertambah panjang
(elongasi) sampai berliku-liku. Lama-kelamaan di sekitar ureter terbentuk
jaringan ikat dan kerutan jaringan ini menyebabkan penekikan (angulasi) yang
menambah kesulitan pengaliran air kemih.
Bila pengaliran air
kemih ini sedemikian terus berkelanjutan maka otot dinding ureter dan piala
menjadi lemah dan terjadi dekompensasi. Pelebaran ureter (ureteriksasi,
hidro-ureter) kemudian melibatkan piala ginjal (pielektasi) untuk selanjutnya
mengikutsertakan ginjal (hidro-nefrosis) yang keseluruhannya menjadi
hidroureteropi nefrosis , yaitu suatu atrofi ginjal yang disebab- kan oleh
penyumbatan saluran yang tidak menyumbat sempurna (sub-total), di mana sebagian
air kemih masih lewat dan selainnya tertahan. Pada penyumbatan yang sempurna
(total) terjadi atrofi primer ginjal. Penyumbatan semakin ke hulu dengan
menyumbat hampir sempurna dan berlangsung lama, dengan cepat merusak ginjal.
5. Ginjal
Dalam keadaan normal
tekanan di dalam rongga piala kecil sekali mendekati nol. Pada penyumbatan
disaluran ureter atau berbalik alir dari kandung kemih ke ureter (reflux)
mengakibatkan piala dengan kalises melebar disebabkan tekanan hidrostatis yang
meninggi. Terjadinya kerusakan ginjal atrofi hidronefrosis, tergantung kepada
letak, sifat dan lama- nya sumbatan saluran aliran kemih. Disamping itu
tergantung juga kepada bentuk piala yang berada di dalam atau di luar ginjal.
Piala yang berada di dalam rangkulan ginjal lebih dini mengakibatkan kerusakan
ginjal daripada piala yang diluar ginjal, karena tekanan hidrostatis yang
tinggi. Pada penyumbatan atau berbalik alir air kemih pada ureter yang
seterusnya melibatkan piala ginjal, mula-mula otot dinding piala menjadi
hipertofis dalam usaha mendorong air kemih.
Bila kejadian ini
berlarut-larut otot ini menadi lemah dan berakhir dengan kelumpuhan
dekompensasi. Perobahan yang pertama terjadi pada kalises. Bentuk kaliks yang
normal cekung oleh penonjolan papil ginjal ke piala. Papil ini terdiri dari
pipa-pipa pe- ngeluaran/pembuangan tempat bermuaranya satuan ginjal (nefron).
Pada tekanan hidrostatis yang meninggi di dalam rongga piala, bentuk cekung
kalises ini berobah jadi ceper dan bila lebih lanjut menjadi cembung. Perubahan
ini disebabkan oleh iskhemi, nekrosis dan absorpsi jaringan, sedang jaringan di
antara papil adalah bagian akhir yang rusak. Tekanan hidrostatis yang tinggi
bila terus berlangsung menyebabkan ginjal tertinggal merupakan suatu kantong
berdinding tipis berisi cairan yang terdiri dari air dan elektrolit atau cairan
nanah karena infeksi. Dengan peningkatan tekanan hidrostatis di dalam piala
yang mendekati tekanan filtrasi glomeruli, 30 mm air raksa, menyebabkan
berkurangnya pembentukan air kemih dan gangguan pemekatan.
Hidronefrosis adalah
suatu jenis atrofi ginjal dengan mengandung penumpukan cairan yang terjadi
karena desakan oleh tingginya tekan an hidrostatis. Sungguhpun hambatan
pengaliran air kemih secara total, namun ginjal masih membentuk air kemih
terus. Air kemih ini pada piala diresorbir oleh tubuli, pembuluh limfatis,
pembuluh darah balik atau merembes ke dalam antar jaringan ginjal.
Hidronefrosis yang sebelah berakibat faalnya terganggu, untuk memenuhi
kebutuhan karena gangguan ini, ginjal yang normal di sebelah lain menjadi
hipertrofi kompensatoris. Bila kedua buah ginjal hidronefrotis, maka kedua buah
ginjal mengusahakan faalnya maksimal (Ginting, 1982).
MACAM
BATU DI SISTEM UROPOETIKA
Batu Saluran Kemih
Di negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan
di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas;
hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari
(Purnomo, 2009).
Etiologi
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang.
1.
Faktor
intrinsik (keadaan yang berasal dari tubuh seseorang) :
-
Herediter
-
Umur :
sering pada usia 30-50 tahun
-
Jenis
kelamin : jumlah pasien laki-laki 3x lebih banyak daripada permpuan.
2.
Faktor
ekstrinsik (pengaruh yang berasal dari lingkunga di sekitarnya) :
Geografi, iklim dan temperatur, asupan air, diet dan pekerjaan
(Purnomo, 2009).
Proses pembentukan batu saluran kemih
Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada keadaan hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan organik
maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan menstable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.
Kristal-kristal saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yg
kemudian mengadakan agregasi dan menarik bahan lain sehingga menjadi kristal
yang lebih besar. Agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk
retensi kristal), di sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
terbentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih (Purnomo, 2009).
Penghambat pembentukan batu saluran kemih
Terbentuk atau tidaknya
batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya keseimbangan antara zat
pembentuk batu dan inhibitor, zat yang mampu mencegah timbulnya batu. Ion
magnesium (Mg++) dapat menghambat pembentukan batu karena jika
berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah
oksalat yang akan berikatan dengan kalsium
(Ca++) untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Beberapa
protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan cara
menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi maupun retensi kristal.
Senyawa tersebut antara lain : glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm Horsfall
(THP) atau uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin (Purnomo, 2009).
Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada
umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat,
magnesium-amonium-sulfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat, dan senyawa
lainnya.
1.
Batu
Kalsium
Banyak dijumpai, sekitar 70-80% dari seluruh
batu saluran kemih. Faktor terjadinya batu kalsium adalah :
-
Hiperkalsiuri
à kadar kalsium di urine > 250-300mg/24 jam
-
Hiperoksaluri
à ekskresi oksalat urine melebihi 45gr/hari
-
Hiperurikosuria
à kadar asam urat dalam urine > 850mg/24 jam
-
Hipositraturia
dan hipomagnesuria sehingga tidak ada yang mencegah ikatan kalsium dengan
oksalat atau fosfat.
2.
Batu
Struvit
Disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini disebabkan adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini
adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yg dapat menghasilkan
enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea
menjadi amoniak, antara lain : Proteus
spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus.
3.
Batu
asam urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh
batu saluran kemih. Asam urat relatif tidak larut di dalam urine sehingga pada
keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat. Faktor yang
menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah : (1) urine yang terlalu asam
(pH<6), (2) volume urine yang jumlahnya sedikit (<2liter/hari), dan (3)
hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi (Purnomo, 2009).
BATU GINJAL DAN BATU URETER
Batu ginjal terbentuk pada
tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan
bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Kelainan atau obstruksi
pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis
ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih.
Batu yang tidak terlalu
besar didorong oleh peristaltik otot sistem pelvikales dan turun ke ureter
menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba mengeluarkan batu hingga
turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat
keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan
menyebabkan reaksi radang (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis
berupa hidroureter atau hidronefrosis.
Keluhan yang paling
dirasakn pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam
usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu
menyebabkan tekanan intraluminal meningkat sehingga terjadi peregangan dari
terminal saraf yg memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat
peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal
(Purnomo, 2009).
BATU BULI-BULI
Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering
terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di
buli-buli. Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain
: nyeri kencing/disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing.
Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan pada ujung penis, skrotum, perineum,
pinggang, sampai kaki. Pada anak sering mengeluh adanya enuresis nokturna, di
samping sering menarik-narik penisnya (pada laki-laki) atau menggosok-gosok
vulva (pada perempuan).
Seringkali komposisi batu
buli-buli terdiri atas asam urat atau struvit (jika penyebabnya adalah
infeksi), sehingga tidak jarang pada pemeriksaan foto polos abdomen tidak tampak
sebagai bayangan opak pada kavum pelvis. Dalam hal ini pemeriksaam IVU pada
fase sistogram memberikan gambaran sebagai bayangan negatif. USG dapat
mendeteksi batu radiolusen pada buli-buli. Batu buli-buli dapat dipecahkan
dengan litotripsi, jika terlalu besar dilakukan pembedahan terbuka
(vesikolitotomi) (Purnomo, 2009).
BATU URETRA
Batu uretra biasanya berasal dari
batu ginjal/ ureter yang turun ke buli-buli, kemudian masuk ke uretra. Keluhan
yang disampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi
urin, yang sebelumnya didahului dengan nyeri pinggang. Batu yang berada di
uretra anterior seringkali dapat diraba oleh pasien berupa benjolan keras di
uretra pars bulbosa maupun pendularis, atau kadamg-kadang tampak di metus
uretra eksterna. Batu yang berada pada uretra posterior nyeri dirasakan di
perineum atau rectum (Purnomo, 2009).
CUCI
DARAH
Hemodialisis adalah prosedur tindakan
untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa atau racun yang dilaksanakan dengan
mengalirkan darah melalui membran semipermiabel dimana zat sisa atau
racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang,
sedangkan darah kembali ke dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan arti dari hemo
yang berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan. Hemodialisis
merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pengobatan gagal ginjal
stadium akhir dan permanen.
Indikasi tindakan terapi
dialisis, yaitu :
1. Indikasi absolut
Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,
hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN)
> 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
2. Indikasi elektif
Indikasi elektif, yaitu Laju Filtrasi
Glomerolus (LFG) antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat (Sukandar, 2006).
Indikasi pada gagal ginjal stadium
terminal
Indikasi dilakukannya hemodialisis pada
penderita gagal ginjal stadium terminal antara lain karena telah terjadi:
• Kelainan fungsi otak karena keracunan
ureum (ensepalopati uremik)
• Gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit misalnya: asidosis metabolik, hiperkalemia dan hipercalsemia
• Edema paru sehingga menimbulkan sesak
nafas berat
• Gejala-gejala keracunan ureum (uremic
symptoms)
Indikasi pada gagal ginjal kronik
Pada umumnya indikasi dialisis pada
Gagal Ginjal Kronik adalah bila laju filtrasi glomerulus (GFR) kurang dari
5mL/menit (normalnya GFR mencapai 125 mL/menit) dan dianggap baru perlu di
mulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah:
1. Keadaan umum buruk dan gejala
klinisnya nyata
2. Serum Kalium > 6 meq/L
3. Ureum darah > 200 mg/dl
4. pH darah < 7,1
5. Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
6. Fluid overloaded
PEMERIKSAAN
FISIK UNTUK SISTEM UROPOETIKA
Pemeriksaan fisik
pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan
urologi. Seringkai kelainan-kelainan di bidang urologi memberikan manifestasi
penyakit umum (sistemik), atau tidak jarang pasien-pasien urologi kebetulan
menderita penyakit lain.
1.
Pemeriksaan ginjal
Adanya
pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus diperhatikan
pada saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran itu mungkin disebabkan
oleh karena hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitonium. Palpasi
ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. Tangan kiri
diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan
tangan kanan meraba ginjal dari depan.
2.
Pemeriksaan buli-buli
Pada
pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut
bekas irisan/operasi suprasimfisis. Masa di daerah suprasimfisis mungkin
merupakan tumor ganas buli-buli atau karena buli-buli yang terisi penuh dari
retensi urin. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli-buli.
3.
Pemeriksaan genitalia eksterna
Pada
inspeksi genitalia aksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada
penis/uretra, antara lain : mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae,
epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna, fimosis/parafimosis, fistel
uretro-kutan, dan ulkus/tumor penis. Striktura uretra anterior yang berat
menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang teraba pada palpasi di sebelah
ventral penis, berupa jaringan keras yang dikenal dengan spongiofibrosis.
Jaringan keras yang teraba pada korpus kavernosum penis mungkin suatu penyakit
Peyrone.
4.
Pemeriksaan skrotum dan isinya
Perhatikan
apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada saat diraba, atau ada
hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada kriptokismus. Untuk
membedakan antara massa padat dan massa kistus yang terdapat pada isi skrotum,
dilakukan pemeriksaan transiluminasi (penerawangan) pada isi skrotum.
Pemeriksaan penerawangan dilakukan pada tempat gelap dan menyinari skrotum
dengan cahaya terang. Jika isi skrotum tampak menerawang bearti berisi cairan
kistus dan dikatakan sebagai transiluminasi positif atau diafanoskopi positif.
5.
Colok dubur
Pemeriksaan olok
dubru adaah memasukkan jari telunjuk yansg sudah diberi pelicin ke dalam dubur.
Pemeriksaan ini menimbulkan rasa sakit dan menyebabkan kontraaksisfingter ani
sehingga dapat menyulitkam pemeriksaa. Pada pemeriksaan colok dubur, dinilai :
(1) tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus, (2) mencari kemungkinan
adanya massa di dalam lumen rektu, (3) menilai keadaan prostat. Penilaian
refleks bulbokavernosus dilakukn dengan cara merasakan adanya refleks jepitan
pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada
glans penis atau klitoris. Pada wanita yang sudah berkeluarga selain
pemeriksaan colok dubur, perlu juga diperiksa colok vagina guna melihat
kemungkinan adanya kelainan di dalam alat kelamin wanita, antara lain : massa
di serviks, darah di vagina, massa di buli-buli (Purnomo, 2009).
PEMERIKSAAN
PENUNJANG UNTUK SISTEM UROPOETIKA
1.Urinalisis
Urinalisis terdiri dari pemeriksaan
makroskopis (warna, bau, kejernihan/kekeruhan, dan berat jenis), mikroskopis
atau sedimen urin (eritrosit, leukosit, silinder, sel epitel, kristal, bakteri,
parasit Trichomonas, candida, dan lain-lain), serta kimia urin (pH, berat
jenis, protein, glukosa, keton, bilirubin, urobilinogen, nitrit, esterase
leukosit, darah/Hb). Pemeriksaan kimia urin saat ini kebanyakan dikerjakan
dengan cara kimia kering menggunakan carik celup (test strip), baik yang
terdiri dari 1, 3, atau 9/10 uji sekaligus pada 1 carik celup (Cohen,1991).
2. Kadar ureum
dan kreatinin darah
Ureum merupakan produk
metabolit dari protein. Protein makanan dipecah menjadi asam amino yang
kemudian sebagian oleh bakteria dipecah menjadi amoniak. Di hati amoniak diubah
menjadi ureum yang masuk ke sirkulasi dan kemudian diekskresikan oleh ginjal
dalam urin. Hampir 90% ureum darah diekskresikan oleh ginjal . Kadar ureum
darah yang normal adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini
tergantung dari jumlah normal protein yang di makan dan fungsi hati dalam
pembentukan ureum
Kreatinin
berasal dari pemecahan kreatinfosfat otot. Kadar kreatinin darah menggambarkan
fungsi ginjal secara lebih baik, lebih stabil, daripada kadar ureum darah.
Kreatinin umumnya dianggap tidak dipengaruhi oleh asupan protein namun
sebenarnya ada pengaruh diet terutama protein tetapi tidak sebesar pengaruhnya
terhadap kadar ureum. Kreatinin terutama dipengaruhi oleh massa otot. Karena
itu kadar kreatinin darah lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan,
meningkat pada atlit dengan massa otot banyak, dan juga pada kelainan pemecahan
otot (rhabdomiolisis). Sebaliknya kadar kreatinin menurun pada usila (orang
usia lanjut) yang massa ototnya berkurang. Nilai normal pada laki-laki adl
20-26 mg/kg BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB (Cohen,1991).
3. Uji Bersihan
ureum (UCT) dan Uji bersihan kreatinin (Creatinine clearance test = CCT)
Rumusnya:
UCT = (kadar Ureum urin/kadar Ureum plasma) x
(Volum urin/120) x (1,73/LPT)
CCT = (kadar Kreatinin urin / kadar
Kreatinin plasma) x (Volum urin / 1440) x (1,73/ LPT). (Cohen,1991)
4. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan
kecepatan pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi
dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20
ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga
normal menandakan ada obstruksi (Rochani, 1995; Gilbert, 2004).
3. Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk
melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui
lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan membuat foto bipolar
sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari
buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang
striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi
(Rochani, 1995; Gilbert, 2004).
4. Instrumentasi
Pada pasien
dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter Foley
ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang
lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran
kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra (Rochani, 1995).
5. Uretroskopi.
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di
uretra. Jika diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi
interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse
(Rochani, 1995).
BAB
III
PEMBAHASAN
Pada
skenario pasien tidak dapat buang air kecil karena terdapat obstruksi yang
terdapat pada uretranya. Hal inilah yang menyebabkan pancaran urine pasien
kecil. Urine yang terdapat di di vesica urinaria pasien harus dikeluarkan, jika
tidak dikeluarkan vesica urinaria pasien
akan penuh dan dapat menyebabkan nyeri. Maka dilakukan lah kateterisasi uretra.
Tetapi kateterisasi uretra tidak berhasil karena kateter terhambat oleh uretra.
Sehingga, kateterisasi akan berhasil apabila dilakukan langsung dari vesica
urinaria (suprapubik). Yaitu memasukkan kateter dengan membuat lubang pada
buli-buli dengan insisi suprapubik. Karena pasien
menolak untuk dikateterisasi suprapubik dan juga dioperasi, maka keadaan umum
pasien bertambah lemah karena terjadi uremia. Selain itu pasien juga
muntah-muntah sehingga lemas, akibat dari asidosis metabolik yaitu gangguan
sistemik yang ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma sehingga
menyebabkan tenjadinya penurunan PH (peningkatan ion hidrogen). Hal ini
disebabkan karena kegagalan ginjal untuk mengekskresikan beban asam harian
karena tertimbunnya urin dalam vesika urinaria.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
dokter menyarankan joni untuk menjalani operasi, tetapi sebelumnya joni harus
cuci darah. Hemodialisis dilakukan karena pasien telah mengalami asidosis
metabolik dengan gejala lemas dan muntah sehingga urin yang terdapat dalam
darah perlu dibersihkan terlebih dahulu. Mengenai asumsi keluarga pasien
tentang “kecanduan cuci darah” perlu ada edukasi dari dokter bahwa edukasi atau
hemodialysis tidak menyebabkan kecanduan. Cuci darah dilakukan hingga fungsi
ginjal telah normal lagi. Sedangkan yang terjadi pada pak darmo bukanlah
“kecanduan cuci drah” tetapi karena infeksi ginjal kronik yang diderita pak
Darmo mungkin mengenai ginjalnya sehingga mempengaruhi fungsi ginjalnya, yang
menyebabkan pak Darmo menjalani cuci darah secara rutin. Kalau pada pak Joni
kemungkinan ginjalnya belum mengalami kerusakan karena jika stricture uretranya
segera ditangani fungsi ginjalnya akan mengalami perbaikan.
Tindak lanjut yang dilakukan pada pasien, dokter menyarankan harus dioperasi. Akan tetapi
pasien menolak. Jika dalam waktu dekat pasien belum bersedia untuk menjalani
operasi, strictura urethra bisa ditangani dengan cara dilatasi logam atau dari
plastic. Namun, metode dilatasi ini tidak bisa bertahan lama. Oleh karena itu
perlu edukasi terhadap pasien pentingnya dilakukan operasi
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pada kasus scenario,
kemungkinan terdapat sumbatan atau obstruksi pada saluran kemih yang
mengakibatkan tidak bisa buang air kecil.
2. Pemasangan kateter urin per urethra tidak berhasil
karena terjadi penyempitan urethra sehingga dilakukan pemasangan kateter
suprapubik.
3. Hemodialisis merupakan salah satu dari Terapi Pengganti
Ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi gingjal, baik
akut maupun kronik
4. Perlu
pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis
B. Saran
1. Sebaiknya
diberikan edukasi pada pasien dan keluarga nya agar pasien tidak takut untuk
melakukan hemodialisis.
2. Untuk
diskusi agar lebih aktif dan lebih belajar lagi sehingga dalam diskusi berjalan
lancar dan saling memahamkan satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Boel, Trelia. 2004. Infeksi Saluran Kemih dan Kelamin.
http://repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789/1142/1/fkg-trelia2.pdf.
(6 Mei 2012).
Brunner & suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 3. Jakarta : EGC
Cohen EP, Lemann, Jr J. 1991. The role of the laboratory in evaluation of kidney function. Clin
Chem. Vol: 37/6, Pp: 785-796.
Gilbert, Scott M. 2004. Urethral Stricture. http://www.medlineplus.com/
medicalencyclopedia.html (17 April 2012).
Ginting, Menam. 1982. Uropati Obstruktif dalam
Cermin Dunia Kedokteran No. 28 Tahun 1982. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/21_UropatiObstruktif.pdf/21_UropatiObstruktif.pdf
(6 Mei 2012).
Purnomo,
Basuki B. 2000. Dasar-dasar Urologi Edisi
Kedua. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. P: 126.
Rochani.
1995. Striktur Urethra, dalam Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Widjanarko,
Soeharto., Anton, Setyo., et.al. 2012. Buku
Pedoman Keterampilan Klinis untuk Semester 4 Edisi 3. Surakarta : Fakultas
Kedokteran UNS. Pp: 81-83.
Netter
FH. Atlas of Human Anatomy. 4th
ed. US: Saunders; 2006.
Scanlon
VC, Sanders T. 2007. Essential of anatomy
and physiology. 5th ed. US: FA Davis Company.
Van
de Graaf KM. 2001. Human anatomy. 6th
ed. US: The McGraw-Hill Companies.
Eroschenko,
Victor P. 2003. Atlas Histologi Di Fiore
dengan Korelasi Fungsional Edisi 9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar