BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Torsio testis adalah
suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang mengakibatkan oklusi
dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididymis.
Torsio testis merupakan suatu kegawat daruratan vaskuler yang murni dan
memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak ditangani dalam
waktu singkat (dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri) dapat menyebabkan
infark dari testis, yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis (Siroky, 2004). Keadaan ini diderita oleh 1 diantara
400 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh
anak pada masa pubertas (12-20 tahun) (Purnomo, 2000)
Berikut adalah skenario 2 Blok Urogenitalia :
Bambang Pamungkas, 16
tahun, diantar ke IGD RS dengan keluhan nyeri pada buah pelirnya.
Sekitar setengah jam yang lalu kemaluan penderita tiba-tiba terasa nyeri sekali
saat sedang nonton TV. Nyeri terasa terutama pada buah pelir kiri dan meluas
hingga perut dan terasa mulas. Nyeri terasa terus menerus disertai muntah
satu kali.
Bambang mengatakan tak
ada gangguan BAK dan masih bisa kentut. Bambang Pamungkas adalah seorang
yang banyak aktivitas bahkan 3 jam sebelumnya masih bermain
sepak bola.
Pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum tampak kesakitan. Tanda vital dalam batas normal. Scrotum
kiri tampak lebih besar dibanding scrotum kanan, warna scrotum
kanan dan kiri sama. Scrotum kiri terlihat lebih tinggi dan dengan posisi
testis yang melintang. Scrotum kiri terasa nyeri saat disentuh dan nyeri
menetap saat scrotum diangkat/digerakkan ke proksimal. Pada daerah inguinal
kiri tak didapatkan pembengkakan.
Dokter
merencanakan tindakan operasi, dijelaskan kepada pasien bahwa
kejadian tersebut dapat menyebabkan kemandulan apabila tidak
dioperasi.
A.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
pathogenesis keluhan yang dialami oleh pasien?
2.
Bagaimana
patofisiologi keluhan yang dialami oleh pasien?
3.
Bagaimana
interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dari pasien?
4.
Apa
sajakah diagnosis banding pada kasus skenario di atas?
5.
Bagaimana
penatalaksanaan pasien dalam skenario tersebut?
B.
TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui
pathogenesis keluhan yang dialami oleh pasien.
2.
Mengetahui
patofisiologi keluhan yang dialami oleh pasien.
3.
Memahami
interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dari pasien.
4.
Mengetahui
diagnosis banding pada skenario di atas
5.
Bagaimana
penatalaksanaan pasien dalam skenario tersebut.
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Anatomi Systema Genitalia Masculina
Organa
Genitalia Maskulina terdiri atas testis, saluran reproduksi, glandula
ascessoria, serta, organ genitalia eksterna.
Testis dan Scrotum
Testis
merupakan tempat di mana terjadi spermatogenesis atau pembentukan sperma.
Testis berjumlah dua buah, berbentuk lonjong yang pada facies anterior
cenderung cembung dan pada facies posterior cenderung datar.
Testis
dilapisi oleh tunica albuginea dan tunica vaginalis. Tunica vaginalis terdiri
atas dua lapisan yaita pars visceralis yang melapisi testis dan pars parietalis
yang berada di sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat suatu ruang yang
disebut cavitas scrotalis. Di sebelah luar dari lamina parietalis tunica vaginalis
terdapat musculus cremasterica.
Scrotum merupakan pembungkus dari testis.
Dari dalam ke luar scrotum terdiri atas fascia scrotalis superficialis,
musculus dartos, dan kulit. Fungsi dari musculus dartos adalah untuk menjaga
suhu testis. Suhu testis normal berada pada kisaran 1.1 oC lebih rendah
dari suhu tubuh. Ketika suhu lingkungan panas, musculus dartos akan dilatasi.
Dan ketika suhu lingkungan dingin, musculus dartos akan mengkerut.
Perkembangan testis.
Ketika
masih fetus, testis berkembang pada bagian abdomen tubuh, di dekat ginjal.
Suatu kumpulan ikat bernama gubernaculus testis mengikat testis pada tempatnya.
Ketika fetus mulai tumbuh, gubernaculus testis tidak ikut tumbuh. Akibatnya
seolah-olah testis bergerak turun. Penurunan testis karena pertumbuhan fetus
ini disebut descencus terticulorum. Suatu keadaan ketika salah satu atau kedua
testis tidak turun ke dalam scrotum dinamakan undescencus testiculorum, atau
cryptorchidismus. Kelainan ini dapat diobati secara pembedahan.
Saluran
yang menghubungkan antara rongga peritoneum dengan rongga testis disebut
canalis inguinalis. Pada canalis inguinalis terdapat struktur yang merupakan
kumpulan dari berbagai macam organ yang disebut corda testicularis. Oragn
yang mengisi corda testicularis ini antara
lain adalah arteri deferentialis, arteri cremasterica, plexus pampiniformis,
nervus genitofemoralis, dan ductus deferens.
Saluran Reproduksi (Tractus genitalis)
Saluran reproduksi merupakan suatu saluran
sebagai tempat lewatnya sperma dari testis menuju keluar tubuh. Tractus ini
terdiri atas epididimis, ductus deferens, ductus ejaculatorius, dan urethra.
Fungsi dari saluran reproduksi ini adalah sebagai media pamatangan,
penyimpangan, transportasi dari spermatozoa.
Epididimis
ketika spermatozoa keluar dari testis,
spermatozoa tersebut telah mature namun belum cukup fungsional untuk melakukan
pembuahan terhadap ovum. Spermatozoa masih bersifat immobile. Cilia yang berada
pada epitel ductuli efferent menggerakan spermatozoa menuju ke epididimis.
Epididimis merupakan suatu saluran berkelok-kelok, awal dari tractus genitalis.
Epididimis terdiri atas tiga bagian, yaitu caput epididimis, corpus epididimis,
dan cauda epididimis.
Ductus Deferens
Merupakan saluran panjang (sekitar 40 cm) yang berasal dari epididimis. Ductus deferens terdiri atas otot polos yang tebal dengan epitel pseudostratified columnar bersilia. Fungsinya adalah sebagai upaya kontraksi dan transportasi spermatozoa di sepanjang ductus deferens.
Ketika bersilangan dengan ureter, ductus
deferens akan sedikit melebar. Pelebaran dari ductus deferens ini disebut
ampula ductus deferentis. Ampula ductus deferentis akan bergabung dengan ductus
dari vesica seminalis dan membuat saluran pendek bernama ductus ejaculatorius.
Ductus Ejaculatorius
Merupakan saluran pendek hasil penggabungan ampula ductus deferentis
dengan ductus vesica seminalis. Ductus ejaculatorius kemudian akan menembus
lapisan muscular kelenjar prostat dan bermuara ke urethra pars prostatica.
Urethra
Merupakan saluran panjang dari dinding posterior urethra pars prostatica
hingga orificium urethra eksternum. Yang artinya urethra akan dikeluarkan dari
tubuh. Urethra terbagi menjadi beberapa bagian berdasarkan organ yang
dilewatinya.
a. Pars prostatica
Urethra pars prostatica merupakan saluran urethra yang
berada di bagian prostat.
b. Pars membranacea
Urethra pars membranacea merupakan saluran urethra yang
menembus bagian diafragma urogenital. Memanjang dari bagian apex prostat ke
bagian basis dari bulbus urethra. Pars membranacea dikelilingi oleh Sphincter
urethrae membranaceae.
c.
Merupakan bagian urethra yang paling panjang. Urethra
pars spongiosa berjalan melewati corpus spongiosum dari penis.
Glandula Ascessoria
Glandula Ascessoria genitalis merupakan
glandula yang ada di sekitar tractus genitalis dan mensekresi sekret akan
bercampur dengan cairan yang ada pada tractus genitalis. Glandula tersebut
antara lain Glandula Seminalis, Glandula Prostatica, dan Glandula
Bulbourethralis. Fungsi dari sekret-sekret tersebut antara lain :
1. Mengaktivasi spermatozoa
2. Menyediakan nutrisi yang berguna untuk
motilitas spermatozoa
3. Menggerakan spermatozoa selama berada
di tractus genitalis utamanya dengan kontraksi peristaltik
4. Menghasilkan buffer sebagai
netralisasi keasaman lingkungan vagina
Glandula Seminalis
Glandula seminalis terletak di antara
posterior vesica urinaria dan rectum. Terdapat sepasang glandula dan berbentuk
berbenjol-benjol. Dari glandula seminalis akan keluar sebuah ductus bernama
ductus vesicula seminalis, ductus ini kemudian akan bergabung dengan ampula
ductus deferentis membentuk ductus ejaculatorius.
Glandula seminalis merupakan glandula yang
sangat aktif. Mensekresi sekitar 60% dari total semen yang keluar dari OUE.
Sekret glandula seminalis mengandung berbagai macam zat yang penting bagi
kelangsungan spermatozoa untuk proses pembuahan.
Kandungan sekret glandula seminalis antara lain
a. Fruktosa
Cairan dengan konsentrasi fruktosa tinggi akan langsung
dimanfaatkan oleh sperma untuk motilitas.
b. Prostaglandin
Berfungsi untuk perangsang kontraksi otot polos pasa
tractus genitalia maskulina maupun ketika sudah berada pada genitalia feminima.
c. Fibrinogen
Akan membuat clot sementara setelah cairan semen masuk ke
dalam genitalia feminima.
Glandula Prostat
Merupakan organ berbentuk agak bulat yang
melingkari urethra. Terletak di sebelah anterior dari rectum sehingga dapat
diraba menggunakan teknik rectal toucher. Glandula ini menghasilkan cairan
prostat yang memiliki sifat pekat. Cairan ini menyumbang 20-30% dari cairan
semen.
Glandula prostat juga menghasilkan
seminoplasmin, suatu protein yang mencegah infeksi pada tractus urinarius.
Glandula Bulbourethralis
Disebut juga glandula cowper, merupakan glandula yang terletak pada
bagian basis dari penis dan dilapisi oleh fascia diafragma urogenital.
Berbentuk agak bulat dan mensekresi cairan alkali yang berfungsi untuk
menetralkan pH vagina.
Organa genitalia maskulina eksterna
Organ eksterna dari genitalia maskulina
adalah scrotum dan penis. Disebut eksterna karena memang terletak pada bagian
luar. Scrotum sudah terlebih dahulu dibahas. Dan pada bagian ini akan dibahas
mengenai penis.
Penis
Penis biasanya dibagi menjadi dua bagian,
yaitu pars fixa dan pars libera. Pars fixa merupakan bagian yang melekat pada
dinding tubuh dan dilekati oleh ligamnetum jaringan ikat kuat sehingga tidak
bisa bergerak. Pars libera merupakan bagian penis yang leluasa pergerakannya.
Pars Fixa terdiri atas bulbus penis dan crura
penis. Bulbus penis dilapisi oleh musculus bulbocavernosus. Bentuk dari bulbus
penis ini seperti kantung dan akan berubah menjadi corpus spongiosum pada
bagian pars libera. Sedangkan crura penis merupakan salah satu bagian dari
radix penis. Dilapisi oleh musculus ischiocavernosus, crura penis akan berubah
menjadi corpora spongiosa ketika berada pada pars libera.
Bagian-bagian dari penis keseluruhan antara
lain adalah radix penis, shaft penis, collumn penis, dan glands penis. Radix
penis merupakan bagian yang terfiksasi dan berfungsi untuk memfiksasi penis.
Shaft penis merupakan tubuh dari penis, memanjang dari basis pars libera hingga
bagian posterior glands penis. Collumn penis merupakan bagian antara shaft dan
glands penis. Glands penis sendiri merupakan bagian dari corpus spongiosum yang
melebar berbentuk seperti payung.
Kulit pada bagian penis hampir sama dengan
pada bagian scrotum. Kulit yang khas pada penis adalah preputium, sejenis kulit
yang melingkari ujung penis. Pada daerah ini terdapat glandula preputial.
Galndula ini akan mensekresi zat yang bernama smegma. Sayangnya, smegma ini
merupakan media yang disukai bakteri untuk tumbuh. Sehingga meningkatkan resiko
infeksi dan kanker penis. Cara untuk pencegahannya adalah dengan selalu
membersihkan bagian tersebut atau dilakukan sirkumsisi. Pengertian sirkumsisi
adalah memotong sebagian preputium sehingga bagian glans dari penis terbuka, sehingga
smegma dapat keluar dan bagian tersebut menjadi bersih.
2.2 Histologi Systema Genitalia Masculina
Sistem
genitalia maskulina terdiri dari duktus genitalis, kelenjar tambahan dan penis.
Dalam hal ini ada beberapa bangunan penting yang harus diketahui, yaitu :
1.
Tubulus Kontortus Seminiferus
Dindingnya terdiri dari 3 lapis :
Tunika propia, membrana basalis dan epitel germinativum. Tunika propia tersusun
oleh jaringan pengikat fibroelastis. Membrana basal tipis dan homogen. Epitel
germinativum tersusun oleh sel – sel secara epiteloid dan berlapis. Ada dua
macam sel disini yaitu : (1) sel sertoli, sel penyokong, sustentakuler. (2) sel
spermatogenik.
2.
Ductus Ekskretorius
Terdiri atas :
a.
Tubuli
seminiferi rekti
Penampang 20-25
mikron ke mediastinum testis membentuk rete testis yang memiliki silia atau
flagela
b.
Ductus
Eferent
Berjumlah 7-15 buah dengan penampang 0,6 mikron dilapisi epitel selapis
dengan tinggi yang tidak sama. Sel yang rendah mempunyai brush border, sel yang
tinggi mempunyai silia untuk menggerakkan sperma.
c.
Ductus
epididimis
Saluran tunggal
yang berkelok. Pada bagian proksimal dilapisi epitel pseudokompleks kolumner
dengan stereosilia, pada bagian distal didapatkan sel berbentuk anguler melekat
pada membran basal.
d.
Ductus
Deferent
Berjalan lurus, lumennya besar, dindingnya tebal. Lamina propia
membentuk lipatan longitudinal. Dindingnya dilapisi sel epitel pseudokompleks
kolumner dengan stereosilia.
e.
Ductus
Ejakulatorius
Epitelnya pseudokompleks kolumner atau kolumner simpleks. Di dekat muara
ureter epitelnya berubah menjadi transisional. Mukosanya membentuk banyak
lipatan tipis yang mencapai jauh ke dalam lumen, jaringan pengikatnya
didominasi sabut elastic.
3.
Urethra Pria
Dibagi menjadi 3 segmen:
a. Pars prostatika
Saat menembus
kelenjar prostat, tempat muara ductus ejakulatorius dan kelenjar prostat,
epitelnya transisional.
b. Pars membranacea
Mulai dari
puncak prostat berakhir pada bulbus kavernosum penis, diliputi epitel
pseudokompleks kolumner.
c. Pars kavernosa
Pada saat
melalui korpus kavernosum penis bermuara pada ujung gland penis, diliputi oleh
epitel kolumner kompleks dan beberapa dengan epitel skuamos kompleks.
4.
Kelenjar Tambahan
a. Kelenjar Prostat
Merupakan
kumpulan 30-50 kelenjar tubuloalveolar kompleks. Epitel bervariasi tergantung
aktivitas kelenjar ( dapat kolumner simpleks, kuboid simpleks atau squamos
simpleks.
b. Kelenjar Vesikula Seminalis
Epitel
pseudokompleks kolumner atau bervariasi tergantung aktivitas kelenjar
2.3 Fisiologi Systema Genitalia Masculina
STRUKTUR
Testis
adalah genitalia pria yang terletak di skrotum, ukuran testis pada orang dewasa
adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15 – 25 ml berbentuk avoid. Kedua buah
testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di
luar tunika albuginea terdapat tunika vagainalis yang terdiri atas lapisan
viseralis dan parietalis serta tunika dartos.
Sel-sel
spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami
pematangan/maturasi diepididimis. Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti
sosis terdiri atas kaput, korpus dan kaudo epididimis korpus epididimis
dihubungkan dengan testis melalui duktuli eferentes. Vaskularisasi epididimis
berasal dari arteri testikularis dan arteri deferensialis. Di sebelah kaudal
epididimis berhubungan dengan vasa deferens.
Vas
Deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30 – 35 cm, dan
berakhir pada duktus ejakulatorius di uretra posterior. Dalam perjalanannya
menuju duktus ejakularius, duktus deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu
(1) pars tunika vaginalis, (2) pars skrotalis, (3) pars inguinlais, (4) pars
palvileum dan (5) pars ampularis.
Setelah
mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis
dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Vesikula seminalis
serta cairan prostat membentuk cairan semen atau manis.
Vesikula
seminalis terletak di dasar buli-buli dan di sebelah kranial dari kelenjar
prostat panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk sakula-sakula. Vesikula
seminalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen. Cairan ini
diantaranya adalah fruktosa, berfungsi dalam memberi nutrisi pada sperma.
Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula seminalis bermuara di dalam duktus
ejakularius.
Prostat
adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah kandung kencing, di atas
diafragma urogenitale dan meliputi bagian pertama uretra. Terdiri atas 2 lobus
lateral dan 1 lobus medial. Salurannya dilapisi oleh epitel torak dan bermuara
pada uretra pars prostatika.
GAMETOGENESIS
DAN EJAKULASI
Testis
mendapatkan darah dari berbagai cabang arteri yaitu arteri spermatika interna
yang merupakan cabang dari aorta, arteri deferensialis cadang dari arteri
epigastika.
Sawar
darah. Testis taut kedap (tight junction) antara sel sertoli berdekatan lamina
basalis membentuk sawar darah testis yang mencegah protein dan molekul besar
lain berjalan dari jaringan interstisial dan bagian lumen tubulus (ruangan
basal) ke daerah dekat lumen tubulus (ruangan adluminal) dan lumen.
Spermatogenesis
(sel benih primitif dekat lamina basalis tubulus seminiferi) matang ke
spermatosit primer. Proses ini dimulai selama adolesen. Spermatosit primer
mengalami pembelahan miosis yang mengurangi spermatosit sekunder dan kemudian
ke spermatoid yang mengandung jumlah haploid 73 kromosom.
Efek
suhu. Spermatogenesis memerlukan suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan
interior badan. Testis normalnya dipertahankan pada suhu sekitar 32 °C.
Semen.
Cairan yang diejakulasikan pada waktu orgasme (semen) mengandung sperma serta
sekresi vesikulo seminalis, prostat, glandula cowper dan mungkin glandula
urethra. Volume rata-rata per ejakulasi 2,5 – 3,5 ml setelah beberapa hari
pantang. Walau ia hanya mengambil 1 sperma untuk memfertilisasi ovum, namun
normalnya sekitar 100 juta sperma per mililiter semen.
Ejakulasi
merupakan refleks spinalis 2 bagian yang melibatkan emisi (gerakan semen ke
dalam urethra) dan ejakulasi yang sebenarnya dorongan semen keluar urethra pada
waktu orgasme.
Ereksi
dimulai dari penglihatan atau dari bau yang dapat menyebabkan dilatasi
arteriola penis akibat rangsangan dari hipotalamus yang menyebabkan jaringan
eriktil penis terisi dengan darah, maka vena tertekan, yang menyumbat aliran
keluar dan menambah turgor organ ini. Pusat terpadu di dalam pars lumbalis
medula spinalis diaktivasi oleh impuls dalam aferen dari genetalia dan traktus
desendens yang memperantarai ereksi dalam respon terhadap rangsangan psikis
erotik. Serabut
parasimpatis eferen terletak dalam nervus splanchnicus pelvis (nervi
erigentes). Serabut yang mungkin mengandung asetikolin dan VIP sebagai
konstransmiter, serta pelepasan keduanya menimbulkan vasodilatasi dalam kasus
apapun, suntikan VIP lokal menimbulkan ereksi. Impuls vasokontriktor ke
arteriola mengakhiri ereksi.
FUNGSI
ENDOKRIN TESTIS
Kimiawi
dan biosintesis testosteron (hormon utama testis) merupakan steorid C19 dengan
suatu gugusan – OH pada posisi 17, ia disintesis dari kolesterol dlam sel
lydig.
Sekresi,
kecepatan sekresi testosteron 4 – 9 mg/hari (13,9 – 31,2 n mol/hari) dalam pria
dewasa normal.
Transpor
dan metabolisme, sembilan puluh persen testosteron dlam plasma terikat ke
protein, 40% diikat ke b-globulin yang dinamakan globulin pengikat steroid
gonad (GBG : Gonad Steroid – dinding globulin) atau globulin pengikat steroid seks,
40 % ke albumin dan 17% ke protein lain. (Purnomo,2006)
2.4
Macam-macam Kelainan Systema Genitalia Masculina
2.4.1
Torsio Testis
DEFINISI
Torsio testis
adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang mengakibatkan
oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididymis.1 Torsio testis merupakan suatu kegawat daruratan vaskuler yang
murni dan memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak
ditangani dalam waktu singkat (dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri) dapat
menyebabkan infark dari testis, yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi
testis.
Torsio testis juga
kadang-kadang disebut sebagai ‘sindrom musim dingin’. Hal ini disebabkan karena
torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin.3 Torsio testis juga
merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki
dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun.4
Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan akut
scrotum hingga terbukti tidak, namun kondisi tersebut juga harus dibedakan dari
keluhan nyeri testis lainnya.
Penyebab dari akut
scrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang tepat. Sekitar dua per
tiga pasien, anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis
yang tepat. Keterlambatan dan kegagalam dalam dignosis dan terapi akan
menyebabkan proses torsio yang berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan
kematian testis dan jaringan disekitarnya.
Penatalaksanaan
torsio menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan karena angka
keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan
bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Adapun penyebab tersering hilangnya
testis setelah torsio adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%),
kesalahan dalam diagnosis awal (29%), dan keterlambatan terapi (13%).
PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 jenis
torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan ekstravagina
torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan
oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum.
Secara normal, fiksasi posterior dari epididymis dan investment yang tidak
komplet dari epididymis dan testis posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi
testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari
tunika ini menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’
deformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord
sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia
remaja dan dewasa muda.
Ekstravagina torsio
terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical sebagai
akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum
terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam
scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus
testis.
Gambar A. Ekstravagina torsio B Intravagina torsio
MANIFESTASI KLINIS
Gejala pertama dari
torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini bisa timbul mendadak atau
berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat menurut derajat kelainan. Riwayat
trauma didapatkan pada 20% pasien, dan lebih dari sepertiga pasien mengalami episode
nyeri testis yang berulang sebelumnya.2,10 Derajat nyeri testis umumnya
bervariasi dan tidak berhubungan dengan luasnya serta lamanya kejadian.
Pembengkakan dan
eritema pada scrotum berangsur-angsur muncul. Dapat pula timbul nausea dan
vomiting, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan
pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini
yang membedakan dengan orchio-epididymitis.10
Adapun
gejala lain yang berhubungan dengan keadaan ini antara lain :
·
Nyeri
perut bawah
·
Pembengkakan
testis
·
Darah
pada semen
TATALAKSANA
1. Reduksi Manual
Sekali diagnosis
torsio testis ditegakkan, maka diperlukan tindakan pemulihan aliran darah ke
testis secepatnya. Biasanya keadaan ini memerlukan eksplorasi pembedahan.
Pada waktu yang sama ada kemungkinan
untuk melakukan reposisi testis secara manual sehingga dapat dilakukan operasi
elektif selanjutnya. Namun, biasanya tindakan ini sulit dilakukan oleh karena
sering menimbulkan nyeri akut selama manipulasi.
Pada umumnya terapi
dari torsio testis tergantung pada interval dari onset timbulnya nyeri hingga pasien
datang. Jika pasien datang dalam 4 jam timbulnya onset nyeri, maka dapat
diupayakan tindakan detorsi manual dengan anestesi lokal. Prosedur ini
merupakan terapi non invasif yang dilakukan dengan sedasi intravena menggunakan
anestesi lokal (5 ml Lidocain atau Xylocaine 2%). Sebagian besar torsio testis
terjadi ke dalam dan ke arah midline, sehingga detorsi dilakukan keluar dan ke
arah lateral. Selain itu, biasanya torsio terjadi lebih dari 360o, sehingga
diperlukan lebih dari satu rotasi untuk melakukan detorsi penuh terhadap testis
yang mengalami torsio.
Tindakan non
operatif ini tidak menggantikan explorasi pembedahan. Jika detorsi manual
berhasil, maka selanjutnya tetap dilakukan orchidopexy elektif dalam waktu 48
jam. Dalam literatur disebutkan bahwa tindakan detorsi manual hanya memberikan
angka keberhasilan 26,5%. Sedangkan penelitian lain menyebutkan angka
keberhasilan pada 30-70% pasien.
2. Pembedahan
Dalam hal detorsi
manual tidak dapat dilakukan, atau bila detorsi manual tidak berhasil dilakukan
maka tindakan eksplorasi pembedahan harus segera dilakukan. Pada pasien-pasien
dengan riwayat serangan nyeri testis yang berulang serta dengan pemeriksaan
klinis yang mengarah ke torsio sebaiknya segera dilakukan tindakan pembedahan.
Hasil yang baik diperoleh bila operasi dilakukan dalam 4 jam setelah timbulnya
onset nyeri. Setelah 4 hingga 6 jam biasanya nekrosis menjadi jelas pada testis
yang mengalami torsio.
Eksplorasi
pembedahan dilakukan melalui insisi scrotal midline untuk melihat testis secara
langsung dan guna menghindari trauma yang mungkin ditimbulkan bila dilakukan
insisi inguinal. Tunika vaginalis dibuka hingga tampak testis yang mengalami
torsio. Selanjutnya testis direposisi dan dievaluasi viabilitasnya. Jika testis
masih viabel dilakukan fiksasi orchidopexy, namun jika testis tidak viabel maka
dilakukan orchidectomy guna mencegah timbulnya komplikasi infeksi serta
potensial autoimmune injury pada testis kontralateral. Oleh karena abnormalitas
anatomi biasanya terjadi bilateral, maka orchidopexy pada testis kontralateral
sebaiknya juga dilakukan untuk mencegah terjadinya torsio di kemudian hari. (emedicine,
2012)
2.4.2 Hydrocele
DEFINISI
Hidrokel
adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang
berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara
produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
ETIOLOGI
Hidrokel
yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1) belum
sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di
daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada
orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder.
Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau
epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan
di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi,
atau trauma pada testis/epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi
cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di
dalam funikulus spermatikus.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien
mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus
dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada
hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang
sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis
dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu (1) hidrokel testis, (2) hidrokel
funikulus, dan (3) hidrokel komunikan. Pembagian ini penting karena berhubungan
dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan koreksi hidrokel.
Gambar 3. Hidrokel komunikans (pada anak)
Gambar 4. Hidrokel non-komunikans (pada dewasa)
Pada
hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga
testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak
berubah sepanjang hari.
Pada
hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di
sebelah kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada
di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap
sepanjang hari.
Pada
hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada
anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar
pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis
dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen.
TATALAKSANA
Hidrokel
pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan
setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika
hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan
koreksi.
Tindakan
untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi
cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi,
kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi.
Beberapa
indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah : (1) hidrokel yang besar
sehingga dapat menekan pembuluh darah, (2) indikasi kosmetik, dan (3) hidrokel
permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari.
Pada
hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel
ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel,
sekaligus melakukan herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan
pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel
sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord. Pada
hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.
2.4.3 Trauma Testis
DEFINISI
Trauma testis didefinisikan
sebagai trauma (dapat berupa tumpul dan tajam) yang menimbulkan pembengkakan
pada skrotum disertai hematom pada skrotum dan intratestikular(hematocele) dan
berbagai macam derajatekimosis pada dinding skrotum.(Mevorach, 2011)
ETIOLOGI
Berbagai macam jenis
trauma yang terjadi pada skrotum berupa:
· Avulsi
· Trauma tumpul
· Trauma tajam
(tembus)
PATOFISIOLOGI
Adanya trauma tumpul
maupun trauma tajam pada daerah skrotum menimbulkan cedera pada skrotum.
MANIFESTASI KLINIS
Pada ananmnesis didapatkan
riwayat terjadinya trauma, tidak ada demam, dan segera setelah terjadinya
trauma timbul rasa nyeri hebat, disertai mual, muntah dan kadang sinkop.
(Mevorach, 2011)
Pada inspeksi tampak
ekimosis, hematom, pembesaran skrotum, luka, dan hilangnya sebagian kulit
(skinavulsi). Pada palpasi, testis dapat tidak teraba atau testis membesar dan
nyeri, didapatkan adanya cairan atau darah di dalam skrotum.(Sjamsuhidayat,
1997)
DIAGNOSIS
Diagnosis definitif
trauma testis ditentukan dengan melakukan eksplorasi. Pemeriksaan urin penting
untuk membedakan dengan penyebab pembesaran intraskrotal lainnya, dan membantu
mengetahui ada atau tidaknya hematuria sehingga dapat diketahui adanya trauma
pada urethra dan traktus urinarius. Kultur urin dan cairan luka dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya infeksi dan kuman penyebab infeksi. Pemeriksaan
ini penting terutama pada luka tusuk.9,17Ultrasonografi skrotum dapat memberi
gambaran akurat kerusakan testis sehingga dapat dihindari eksplorasi yang tidak
perlu.(Sjamsuhidayat, 1997)
TATALAKSANA
Penatalaksanaan trauma testis dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
·
Konservatif
Terapi konservatif
dilakukan bila hanya terjadi pembengkakan dan nyeri tekan minimal, atau pada
ultrasonografi tidak terbukti terdapat ruptur testis. Terapi konservatif
terdiri dari elevasi skrotum, aplikasi kantong es, dan pemberian antibiotik.
Antibiotik diberikan terutama pada kasus skinavulsion dan luka tusuk pada
daerah skrotum.
·
Tindakan Bedahuntuk menyelamatkan testis, mencegah
infeksi, mengontrol perdarahan, dan mempercepat pemulihan.
2.4.4
Orkitis
DEFINISI
Orkitis
adalah peradangan testis, yang jika dengan epididimitis menjadi epididimorkitis
dan merupakan komplikasi yang serius dari epididimitis (Price, 2005).
ETIOLOGI
Orkitis
bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling sering
menyebabkan orkitis adalah virus gondongan (mumps). Virus lainnya meliputi
Coxsackie virus, varicella, dan echovirus. Bakteri yang biasanya menyebabkan
orkitis antara lain Neisseriagonorhoeae, Chlamydiatrachomatis, E. coli,
Klebsiellapneumoniae, Pseudomonasaeruginosa, Staphylococcussp., dan
Streptococcussp. Pasien immunocompromised (memiliki respon imun yang diperlemah
dengan imunosupresif) dilaporkan terkena orkitis dengan agen penyebab
Mycobacteriumaviumcomplex, Crytococcusneoformas, Toxoplasmagondii,
Haemophilusparainfluenzae, dan Candidaalbicans. (Mycyk, 2010)
Faktor resiko untuk orkitis yang tidak
berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah:
· Immunisasigondongan yang tidak adekuat
· Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
· Infeksi saluran kemih berulang
· Kelainan saluran kemih.
Faktor resiko untuk orkitis yang berhubungan
dengan penyakit menular seksual adalah:
· Berganti-ganti pasangan
· Riwayat penyakit menular seksual pada
pasangan
· Riwayat gonore atau penyakit menular
seksual lainnya
PATOFISIOLOGI
Kebanyakan
penyebab orkitis pada laki-laki yang sudah puber adalah gondongan (mumps),
dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak dalam 3 sampai 4 hari setelah
pembengkakan kelenjar parotis (LeMone, 2004).
Virus
parotitis juga dapat mengakibatkan orkitis, sekitar 15 % - 20% pria menderita
orkitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra pubertas dengan
orkitisparotitika dapat diharapkan untuk sembuh tanpa disertai disfungsi
testis. Pada pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi kerusakan
tubulusseminiferus dan pada beberapa kasus merusak sel-sel leydig, sehingga
terjadi hipogonadisme akibat defisiensi testosteron. Ada resiko infertilitas
yang bermakna pada pria dewasa dengan orkitisparotitika. Tuberkukosisgenitalia
yang menyebar melalui darah biasanya berawal unilateral pada kutub bawah
epididimis. Dapat terbentuk nodula-nodula yang kemudian mengalami ulserasi
melalui kulit. Infeksi dapat menyebar melalui fenikulusspermatikus menuju
testis. Penyebaran lebih lanjut terjadi pada epididimis dan testis
kontralateral, kandung kemih, dan ginjal (Price, 2005).
MANIFESTASI KLINIS
Tanda
dan gejala orkitis dapat berupa demam, semen mengandung darah, keluar nanah
dari penis, pembengkakan skrotum, testis yang terkena terasa berat, membengkak,
dan teraba lunak, serta nyeri ketika berkemih, buang air besar(mengejan),
melakukan hubungan seksual. Selanglangan klien juga dapat membengkak pada sisi
testis yang terkena (Mycyk, 2010).
DIAGNOSIS
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Biasanya terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening diselangkangan dan pembengkakan testis yang
terkena.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan
adalah:
·
Analisa
air kemih
·
Pembiakan
air kemih
·
Tes
penyaringan untuk klamidia dan gonore
·
Pemeriksaan
darah lengkap
·
Pemeriksaan
kimia darah.
TATALAKSANA
Jika
penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik. Selain itu juga diberikan
obat pereda nyeri dan anti peradangan.
Terapi penunjang untuk orkitis antara lain:
·
Tirah Baring
·
Kompres dingin atau
panas untuk analgesia
·
Skrotum diangkat
2.4.5 Epididymitis
DEFINISI
Epididimitis merupakan suatu
proses inflamasi yang terjadi pada epididimis. Epididimis merupakan suatu
struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang testis dan berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sperma yang matur.
ETIOLOGI
Epididimitis
biasanya disebabkan oleh bakteri yang berhubungan dengan:
·
Infeksi
saluran kemih
·
Penyakit
menular seksual (misalnya klamidia dan gonore)
·
Prostatitis
(infeksi prostat).
Epididimitis
juga bisa merupakan komplikasi dari:
·
Pemasangan
kateter
·
Prostatektomi
(pengangkatan prostat).
·
Resiko
yang lebih besar ditemukan pada pria yang berganti-ganti pasangan seksual dan
tidak menggunakan kondom.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi
terjadinya epididimitis masih belum jelas, dimana diperkirakan terjadinya
epididimitis disebabkan oleh aliran balik dari urin yang mengandung bakteri,
dari uretra parsprostatika menuju epididimis melalui duktusejakulatoriusvesikaseminalis,
ampula dan vas deferens. Oleh karena itu, penyumbatan yang terjadi di prostat
dan uretra serta adanya anomali kongenital pada bagian genito-urinaria sering
menyebabkan timbulnya epididimitis karena tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap
kateterisasi maupun instrumentasi seperti sistoskopi merupakan faktor resiko
yang sering menimbulkan epididimitis bakterial.
(Sabanegh, 2011; Sjamsuhidayat, 1997)
Infeksi
berawal di kaudaepididimis dan biasanya meluas ke tubuh dan hulu epididimis.
Kemudian mungkin terjadi orkitis melalui radang kolateral. Tidak jarang
berkembang abses yang dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang sekali
epididimitis disebabkan oleh refluks dari jalan kemih akibat tekanan tinggi
intra abdomen karena cedera perut.
(Sjamsuhidayat, 1997)
MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya
berupa nyeri dan pembengkakan skrotum, yang sifatnya bisa ringan atau berat.
Peradangan yang sangat hebat bisa menyebabkan penderita tidak dapat berjalan
karena sangat nyeri. Infeksi juga bisa menjadi sangat berat dan menyebar ke
testis yang berdekatan. Infeksi hebat bisa menyebabkan demam dan kadang
pembentukan abses.
Gejala lainnya yang
mungkin ditemukan adalah:
·
Benjolan
di testis
·
Pembengkakan
testis pada sisi epididimis yang terkena
·
Pembengkakan
selangkangan pada sisi yang terkena
·
Nyeri
testis ketika buang air besar
·
Demam
·
Keluar
nanah dari uretra (lubang di ujung penis)
·
Nyeri
ketika berkemih
·
Nyeri
ketika berhubungan seksual atau ejakulasi
·
Darah
di dalam semen
·
Nyeri
selangkangan.
DIAGNOSIS
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Testis pada sisi
yang terkena kadang membengkak. Nyeri tekan biasanya terbatas pada daerah
tertentu (tempat melekatnya epididimis). Bisa ditemukan adanya pembesaran
kelenjar getah bening di selangkangan.
Pemeriksaan lainnya
yang biasa dilakukan:
·
Analisa
dan pembiakan air kemih
·
Tes
penyaringan untuk klamidia dan gonore
·
Pemeriksaan
darah lengkap
·
Pemeriksaan
kimia darah.
TATALAKSANA
Untuk
mengatasi infeksi, diberikan antibiotik. Selain itu juga diberikan obat pereda
nyeri dan anti peradangan.
Penanganan
epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti:
·
Pengurangan
aktivitas
·
Skrotum
lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai tiga hari
untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum.
·
Kompres
es
·
Pemberian
analgesik dan NSAID
·
Mencegah
penggunaan instrumentasi pada urethra (Schneck, 2002).
2.4.6
Carsinoma Testis
DEFINISI
Kanker
testikular adalah bentuk kanker yang relatif jarang dan merupakan keganasan
padat yang paling sering pada laki-laki muda. Usia puncaknya adalah 15 hingga
35 tahun dengan insiden puncak setelah usia
40 tahun.
Terdapat dua kelompok besar tumor testikular,
yaitu:
a. Tumor Sel Germinal (GCT)
Berasal dari sel-sel yang memproduksi sperma dan dibatasi oleh tubulus
seminiferus. Faktor risiko GCT seperti
kegagalan penurunan testis ke dalam skrotum akan meningkatkan risiko
berkembangnya kanker testikular.
GCT dibagi dalam dua subtipe seminoma
dan nonseminoma berdasarkan rencana pengobatan karena seminoma lebin
sensitif terhadap terapi radiasi. Kira-kira 75% dari seminoma terbatas pada
testes ketika didiagnosis, sedangkan nonseminoma telah menyebar ke kelenjar
limfe. Terdapat 4 subtipe nonseminoma, yaitu teratoma, karsinoma embrional, kasinoma yolk sac, koriokarsinoma,
dan variasi campuran sel-sel ini. Teratoma memiliki resiko metastasis paling
rendah, sedangkan koriokarsinoma dengan risiko paling tinggi. Sel-sel ini akan
menghasilkan alfa fetoprotein(AFP) dan hCG yang dapat berfungsi sebagai penanda
tumor.
b.
Sex Cord Tumors
Berasal dari sel-sel penunjang testis (sel nongerminal). Tumor sel Leydig paling sering timbul
pada orang dewasa juga pada anak-anak. Tumor ini biasanya jinak, dan terlhat
sebagai pembengkakan testikular. Tumor ini dapat mensekresikan hormon androgen
atau esterogen yang menyebabkan pubertas dini atau ginekomastia pada laki-laki.
Tumor sel sertoli dapat timbul pada
semua usia, biasanya jinak, namun kadang-kadang memperlihatkan keganasan. Tumor
ini juga dapat mensekresikan hormon androgen dan estrogen, namun tidak cukup
untuk menyebabkan maskulinisasi atau feminisasi dini.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda
kanker testikular yang paling sering adalah pembengkakan tanpa rasa nyeri dan
adanya massa dalam satu testis. Tidak jarang juga, didapatkan adanya rasa nyeri
yang terus menerus atau terasa berat pada abdomen bagian bawah, lipat paha,
atau daerah skrotum.
DIAGNOSIS
TSE
(pemeriksaan testikular sendiri) pada laki-laki diatas 15 tahun sangat
disarankan untuk mengetahui secara dini jika terdapat adanya kelainan pada
testis. Ultrasonografi skrotum dapat
membedakan antara massa ekstratestikular (biasanya jinak) dengan massa testikular (biasanya ganas).
TATALAKSANA
Orkidektomi
inguinal radikal adalah prosedur pilihan dalam mengevaluasi diagnosis massa
testikular, serta merupakan langkah pertama dalam mengobati kanker testikular.
Biopsi antar skrotum tidak disarankan karena adanya risiko penyebaran tumor
lokal ke dalam skrotum atau menyebar ke kelenjar limfe inguinalis.
2.4.7
Varicocele
DEFINISI
Varicocele
adalah pelebaran abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis vena yang
mengalirkan darah ke setiap testis.
ETIOLOGI
Varicocele
ini lebih sering mengenai testis sinistra dibandingkan dengan testis dextra,
karena vena testicularis sinistra akan bermuara ke vena renalis terlebih dahulu
kemudian bermuara ke vena cava inferior,
sedangkan vena testicularis dextra akan langsung bermuara ke vena cava
inferior. Varicocele pada testis dextra dapat merupakan tanda obstruksi yang
disebabkan oleh tumor.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala
yang dirasakan adalah perasaan berat pada sisi yang terkena dan terasa lunak
ketika di palpasi dalam pemeriksaan.
Pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan massa yang teraba sebagai
“sekantong cacing” yang teraba ketika pasien dalam posisi berdiri, sedangkan
kita pasien berbaring, massa dapat mengosongkan isinya dan tidak teraba.
Konsentrasi
dan pergerakan sperma akan menurun pada laki-laki dengan varicocele, sedangkan
hubungannya dengan infertilitas belum diketahui. Namun, mungkin berkaitan
dengan peninggian suhu, karena salah satu fungsi pleksus pampiniformis adalah
untuk menjaga suhu testes 1 atau 2oF lebih rendah dari suhu tubuh
guna memberikan keadaan yang optimal untuk memproduksi sperma.
TATALAKSANA
Bedah
perbaikan pada varicositas sdengan meligasi vena spermatika internapada cincin
inguinal interna dapat meningkatkan kualitas sperma. Nyeri kronik yang
dirasakan dapat dikurangi dengan penyangga skrotum. (Sylvia, 2005)
BAB
III
PEMBAHASAN
Systema
genitalia masculina dibagi atas organa genitalina externa et interna. Organa
genitalina externa terdiri dari penis dan scrotum sedangkan organa genitalina
interna terdiri dari testis, epididymis, ductus defferens, ductus
ejaculatorius, vesicula seminalis, glandula prostata dan glandula
bulbourethralis. Testis merupakan organ yang menghasilkan spermatozoa yang akan
dialirkan melalui ductus-ductus dan diberikan cairang tambahan oleh glandula
sebelum keluar menjadi semen. Testis dilindungi oleh tunica-tunica yang
menjembatani tuica dengan testis.
Pada
skenario penderita berumur 16 tahun, karena pada masa remaja banyak dikaitkan
dengan kelainan sistem penyangga testis. Tunika vaginalis yang seharusnya
mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis,
pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga
mencegah insersi epididimis ke dinding scrotum. Keadaan ini menyebabkan testis
dan epididimis dengan mudahnya bergerak ke kantung tunica vaginalis dan
menggantung pada funiculus spermaticus.
Anak
remaja tersebut mengalami nyeri pada buah pelir, hal ini biasanya terjadi
biasanya karena sebelumnya terjadi trauma pada testis sehingga menimbulkan
nyeri. Selain karena trauma adanya pergerakan yang berlebihan dari testis. Dan
pergerakan ini disebabkan oleh perubahan suhu yang mendadak (sepeti pada saat
berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana terlalu ketat,
ataupun pada saat defekasi.
Nyeri
pada saat istirahat dan secara tiba-tiba bisa jadi disebabkan oleh spasme dan
kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos bisa pula menyebabkan nyeri
mendadak. Sedangkan pada saat latihan bisa jadi disebabkan karena latihan yang
berlebihan menyebabkan pergerakan yang
berlebihan dari testis dan funiculus spermaticus yang melilit melalui proses
setelah latihan yang terlalu berat.
Nyeri
juga menjalar hingga perut dan terasa mulas, selain itu disertai muntah. Hal
ini disebabkan inervasi dari testis, yaitu plexus testicularis, merupakan
percabangan dari n. Thoracalis X-XII yang merupakan cabang dari ganglion
coeliacum, yang juga merupakan pangkal inervasi dari gaster. Plexus
testicularis juga merupakan percabangan dari n. Lumbalis I-II yang merupakan
cabang dari nervus genitofemoralis yang mempercabangkan ganglion mesenterica superior,
yang juga menginervasi jejenum dan ileum.
Tidak
adanya gangguan BAK merupakan pertanda bahwa penderita tidak mengalami gangguan
atau infeksi atau metastase pada tractus atau organ uropoetica. Sedangkan ,
penderita dapat buang angin menandakan bahwa gejala yang diaalami bukan dari
ganguan, infeksi ataupun metastase pada tractus ataupun organa GIT.
Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan scrotum kiri lebih besar dibandingkan
panjang dari hal terjadinya edema pada scrotum kiri,sehingga scrotum kiri lebih
besar. Selain itu hydrocele juga dapat menyebabkan scrotum terlihat lebih
besar. Dan kemungkinan yang kami temukan adalah torsio testis.
Dilihat
dari segi warna, scrotum terlihat sama. Hal ini masih membingungkan untuk kami,
karena bisa jadi scrotum memiliki warna kemerahan yang sama atau keduanya
memiliki hiperpigmentasi yang sama.
Sedangkan
posisi normal dari testis kiri lebih rendah karena funiculus spermaticus kiri
lebih panjang, tapi pada skenario terlihat scrotum kanan lebih rendah. Hal ini
disebabkan oleh funiculus spermaticus yang terpelintir sehingga panjang dari
funiculus spermaticus berkurang.
Nyeri
juga didapatkan untuk menyingkirkan diagnosa banding berupa tumor. Kebanyakan
tumor tidak menimbulkan nyeri.
Pembesaran
dari kelenjar inguinal tidak didapatkan pada pasien ketika dilakukan
pemeriksaan fisik. Hal ini membuktikan bahwa gejala yang muncul dan dirasakan
oleh pasien bukan berasal dari infeksi. Karena kelenjar limfonodi di inguinal
akan mengalami pembesaran ketika ada infeksi di daerah yang dia inervasikan,
salah satunya adalah bagian systema genitalia maskulina.
Didalam
skenario tertulis bahwa dokter akan melakukan operasi. Hal ini didasari untuk
menghindari adanya jaringan yang mengalami nekrosis bila tidak dilakukan dalam
empat jam. Selain menghindari nekrosis jaringan hal ini juga dilakukan untuk
menurunkan kuantitas dan kualitas dari nyeri itu sendiri. Penyakit-penyakit
yang diharuskan segera dilakukan operasi adalah varicocele, undescensus
testiculorum dan penyakit kegawatdaruratan
lain yang diharuskan melakukan tindakan operasi. Operasi ini juga
dilakukan bila pengobatan secara medikamentosa tidak berhasil atau tidak
memberikan efek baik pada pasien.
Dari
skenario yang ada kami menentukan diagnosa banding sebagai berikut torsio testis, torsio appendix testis, funicocele, hidrocele, hematocele,
epididimitis dan orchitis epididimitis , varicocele dan tumor testis.
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
1. Pasien mengalami torsio testis
intravaginal yang prognosisnya masih cukup baik apabila dilakukan operasi
secepatnya.
2. Torsio testis banyak terjadi pada anak
remaja.
3. Torsio testis yang tidak ditangani
dengan cepat dapat meyebabkan kemandulan.
4.2 Saran
1. Menghindari hal-hal yang menjadi
pemicu terjadinya torsio testis seperti bergerak berlebihan, rangsangan
seksual, perubahan suhu mendadak, ketakutan, penggunaan celana ketat, trauma
skrotum, dll.
2. Melakukan operasi secepatnya agar
tidak menimbulkan penurunan fertilitas di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
L.Moore,
Ph D, P.I.A.C., 2006. CLINICALLY ORIENTED
ANATOMY, second edition, p.268-287. Williams&Wilkins Baltimore.
Ganong W.F. 1992. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran .Jakarta: EGC.
Purnomo B. 2003. Dasar-dasar
Urologi. Jakarta: CV. Infomedika.
Rupp.T.J.,
Department of Emergency Medicine, Thomas Jefferson University. Testicular Torsion. http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm. (diakses pada 13 Mei 2012)
Mevorach, Robert A.
2011. Scrotal Trauma. http://emedicine.medscape.com/article/441272-overview. (diakses pada 13 Mei 2012).
Sjamsuhidayat R;
Wimde Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah
edisi revisi. Jakarta : EGC.
Ching,
Christina B; Sabanegh, Edmund S. 2011. Epididymitis.
http://emedicine.medscape. com/article/436154-overview. (diakses pada 13
Mei 2012).
Francis X. Schneck,
Mark F. Bellinger. 2002. Abnormalities of
the testis and scrotum and their surgical management on Walsh : Campbell’s Urology 8th Edition. Philadelphia :
Saunders.
Price,
Sylvia A; Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6. Jakarta: EGC.
Sejatinya, ejakulasi dini sanggup disebabkan oleh sekian banyak perihal psikologis, yg di antaranya yaitu :
BalasHapus1. lakukan masturbasi terlampaui sering
Seperti yg telah anda ketahui, masturbasi rata rata dilakukan guna menggerapai kepuasan seks tidak dengan mesti bersambung intim. elemen ini biasa saja semesta dilakukan oleh siapapun. Namun, saat dilakukan secara berlebihan, masturbasi tambahan pula bisa menimbulkan efek stres kelelahan, dan kendala daya mengerti mengapa lantaran ketika lakukan masturbasi, tubuh kamu yang tak harus mencocokkan waktu ejakulasi dengan pasangan dapat membuat pola unik dekat menggerapai klimaksnya. Ketiadaan musuh pada bersambung intim inilah yg menghasilkan badan menjadi tak ternama dalam mengontrol terjadinya ejakulasi. akhirnya kamu dapat lebih sering mengikuti struktur ejakulasi di waktu masturbasi, apalagi ketika berhubungan intim dengan pasangan kamu maka terjadilah ejakulasi dini.
2. mempunyai khayalan yang berlebihan
Terkadang, melamun moleknya tubuh perempuan lain ketika bersanggama bersama pasangan yaitu salah satu rahasia guna mendapati kepuasan lebih. Namun, saat anda terlalu sering melakukannya, factor ini bakal mempengaruhi pencapaian ejakulasi kamu Percayalah, mimpi seksual yg berlebihan ini mampu mengakibatkan alterasi ritme hubungan intim antara anda dan pasangan, maka menyulut terjadinya ejakulasi dini.
Apabila pertanyaan masih belum sanggup terpecahkan serta-merta menghubungi dokter spesialis andrologi Klinik apollo pada wawancara lebih lanjut di Hotline No. (021)-62303060.
Dimana Berobat Bila Kulup panjang | Apakah Bahaya Kulup terlalu panjang ?
Tips apabila mengalami Ejakulasi dini | Klinik tempat sunat murah
Konsultasi spesialis kelamin | Free Chat