Pelaksanaan Program Imunisasi di
Puskesmas Tangen Kabupaten Sragen
BAB I
PENDAHULUAN
Imunisasi merupakan proses dalam tubuh agar seseorang
menjadi kebal atau dapat melawan mikroorganisme yang masuk, yaitu dengan
pemberian vaksin.Imunisasi dilakukan dengan tujuan pertahanan tubuh yang
dimulai sejak lahir sehingga dapat mengeliminasi virus atau infeksi yang
mungkin dapat membahayakan kesehatan. Diharapkan dengan adanya imunisasi ini
akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan menurunkan angka kematian
akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Vaksin menurut
sumbernya dibedakan menjadi vaksin hidup (Live attenuated vaccine), vaksin mati
(Killed vaccine / Inactivated vaccine) ,rekombinan, toksoid, dan vaksin Plasmid
DNA (Plasmid DNA Vaccines)
BAB II
DASAR TEORI
IMUNISASI
a.Pengertian
Imunisasi
adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu antigen. (IDAI, 2005)
Imunisasi
adalah suatu tindakan untuk memberiakn perlindungan kekebalan di dalam tuuh bayi
dan anak guna melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat
berbahaya bagi bayi dan anak. (Rumah Sakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Sarosa,
2007. www.info@infeksi.com)
b.Macam macam Imunisasi
Terdapat
dua macam Imunisasi, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2005, yaitu :
a)Imunisasi
Aktif
Merupakan
pemberian imunisasi berupa pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi
antibody sendiri. Contohnya adalah imunisasi campak, polio, BCG, Hepatitis B,
DPT.
b)Imunisasi
Pasif
Penyuntikan
sejumlah antibody, sehingga kadar antibiotic dalam tubuh meningkat, contohnya
adalah pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis
antibody dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, missal
antibody terhadap campak.
Terdapat
2 macam imunisasi, menurut Litbang, yaitu :
1. Imunisasi
dasar ialah pemberian kekebalan I, II, III pada bayi.
2.
Imunisasi ulang ialah pemberian
kekebalan setelah imunisasi dasar.
c.Tujuan
Imunisasi
Tujuan
imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau
bahkan manghilangkan penyakit tertentu. (Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2005)
d.Manfaat
Imunisasi
Manfaat
dari Imunisasi adalah :
1.Untuk
Anak
Mencegah
penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
2.Untuk
Keluarga
Menghilangkan
kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
3.Untuk
Negara
Memperbaiki
tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan Negara.
e.Standar
Ketetapan Imunisasi
Target
Universal Child Immunization (UCI) dalam cakupan imunisasi untuk BCG, DPT,
Polio, Campak dan Hepatitis B harus mencapai 80 %, baik ditingkat nasional,
provinsi dan kabupaten bahkan disetiap desa. (Satgas Imunisasi-IDAI, 2005)
Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan
dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada
seseorang dengan cara suntik atau minum / telan. Setelah bibit penyakit masuk
ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut
dengan membantuk antibodi. Antibodi itu uumnya bisa terus ada di dalam tubuh
orang yang telah diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba menyerang.
Pada dasarnya vaksin dibuat dari :
1.Kuman yang telah dimatikan/dilemahkan.
-Contoh yang dimatikan : vaksin polio salk
-contoh yang dilemahkan : vaksin BCG, vaksin campak
2.Zat Racun yang telah dimatikan.
Contoh : toksoid tetanus.
3.Bagian Kuman tertentu.
Contoh: vaksin hepatitis B
Imunisasi
di Indonesia
Di
Indonesia pelayanan imunisasi dasar/rutin dapat diperoleh pada :
a.Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah , seperti
puskesmas,rumah sakit.
b.Pelayanan di luar gedung , namun diselenggarakan oleh
pemerintah , misalnya program Bulan imunisasi Anak Sekolah yang diadakan di
sekolah sekolah.
c.Imunisasi rutin juga didapat di praktek bidan swasta
,dokter praktik swasta / rumah sakit swasta.
Jadwal
Imunisasi di Indonesia.
Terlampir
di Halaman Lampiran
Dasar
Hukum penyelenggaraan program imunisasi
:
1.UU no.23 th.1992 tentang kesehatan
2.UU no.1984 tentang wabah penyakit menular.
3.UU no.1 tahun 1962 tentang karantina laut.
4.UU no.2 tahun 1962 tentang karantina udara.
5.Kep.Menkes no.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang pedoman
penyelenggaraan imunisasi.
Jenis – Jenis Imunisasi
- BCG
- Hepatitis B
- Polio
- DTP
- Campak
- Imunisasi BCG
BCG
adalah vaksin untuk mencegah penyakit TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG
merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia (85% bayi menerima 1
dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya sangat
bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat
dipercaya.
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada
sensitisasi dengan mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak
konsisten.
Karena
itu, BCG dianjurkan diberikan umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin
dulu (bila usia anak lebih dari 3 bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah anak
telah terinfeksi TBC atau belum (lihat jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan
untuk penyakit TBC tidak diturunkan dari ibu ke anak (imunitas seluler), karena
itu anak baru lahir tidak punya kekebalan terhadap TBC. Makanya ibu-ibu harus
segera memberikan imunisasi BCG buat anaknya.
Perlu
diketahui juga, derajat proteksi imunisasi BCG tidak ada hubungannya dengan
hasil tes tuberkulin sesudah imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan)
dilengan. Jadi tidak benar kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka
imunisasinya dianggap gagal.
Imunsasi
BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan 0,1 ml
pada anak. Disuntikkan secara intrakutan.
Royan
said : maksudnya disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila
penyuntikan benar, akan ditandai kulit yang menggelembung.
BCG
ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan. BCG tidak dapat diberikan
pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker
darah), anak dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita
infeksi HIV.
- Imunisasi
Hepatitis B
Imunisasi
hepatitis B ini juga merupakan imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100 negara
memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Jika menyerang anak,
penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah
terinfeksi virud hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang
dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan
hati.
Banyak
jalan masuk virus hepatitis B ke tubuh si kecil. Yang potemsial melalui jalan
lahir. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi
darah. Bisa juga melali alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi
darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau
peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga bisa lewat sikat gigi atau sisir
rambut yang digunakan antar anggota keluarga.
Malangnya,
tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter
sekalipun. Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis. Anak
juga terlihat sehat, nafsu makan baik, berat badan juga normal. Penyakit baru
diketahui setelah dilakukan pemeriksaan darah.
Upaya
pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu
anggota keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening
terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak. Selain
itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus
hepatitis B.
Jumlah
Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1
bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua
dan ketiga.
Usia
Pemberian Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir.
Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan
jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia 3-6 bulan. Khusus bayi yang
lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi tsb dilakukan tambahan dengan
imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
Lokasi
Penyuntikan: Pada anak di lengan dengan cara
intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero=
otot-otot bagian depan, lateral= otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak
dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Tanda
Keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat
dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui
pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia
setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahanya 8 tahun; diatas 500,
tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka
dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya 0 berarti si bayi harus
disuntik ulang 3 kali lagi.
Tingkat
Kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya
setelah 3 kali suntikan, lbih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
Indikator
Kontra: Tak dapat diberikan pada anak yang sakit berat
- Polio
Imunisasi
polio ada 2 macam, yang pertama oral polio vaccine atau yang sering dilihat
dimana mana yaitu vaksin tetes mulut. Sedangkan yang kedua inactivated polio
vaccine, ini yang disuntikkan. Kalo yang tetes mudah diberikan, murah dan
mendekati rute penyakit aslinya, sehingga banyak digunakan. Kalo yang injeksi
efek proteksi lebih baik tapi mahal dan tidak punya efek epidemiologis. Selain
itu saat ini MUI telah mengeluarkan fatwa agar pemakaian vaksin polio injeksi
hanya ditujukan pada penderita yang tidak boleh mendapat vaksin polio tetes
karena daya tahan tubuhnya lemah
Polio
atau lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf
dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki. Walaupun dapat sembuh, penderita
akan pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap
kecil.
Virus
polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan
permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak
dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama
dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’,
karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak
membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam
renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.
Virus
polio menular secara langsung melalui percikan ludah penderita atau makanan dan
minuan yang dicemari.
Pencegahannya
dengan dilakukan menelan vaksin polio 2 (dua) tetes setiap kali sesuai dengan
jadwal imunisasi.
- DPT
DPT
adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan,
serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg /
ml Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi
vaksin per dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU
tetanus.
Indikasi
Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dan batuk rejan.
Komposisi
Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf Toksoid tetanus yang
dimurnikan 15 Lf B, pertussis yang diinaktivasi 24 OU Aluminium fosfat 3 mg
Thimerosal 0,1 mg
Dosis
dan Cara Pemberian Vaksin harus dikocok dulu untuk menghomogenkan suspensi.
Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam.
Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk
tempat penyuntikkan. (Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak
direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul). Tidak boleh
disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi lokal. Satu dosis adalah
0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe yang
steril.
Di
negara-negara dimana pertussis merupakan ancaman bagi bayi muda, imunisasi DPT
harus dimulai sesegera mungkin dengan dosis pertama diberikan pada usia 6
minggu dan 2 dosis berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu.
Vaksin DPT dapat diberikan secara aman
dan efektif pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio (OPV
dan IPV), Hepatitis B, Hib. dan vaksin Yellow Fever.
Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama DPT.
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala
serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen
pertussis. Imunisasi DPT kedua tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami
gejala-gejala parah pada dosis pertama DPT. Komponen pertussis harus
dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan imunisasi ini. Untuk
individu penderita virus human immunodefficiency (HIV) baik dengan gejala
maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DPT sesuai dengan standar jadual
tertentu.
- Campak
Imunisasi
campak, sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah
menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang
penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya campak hanya diderita
sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan
terkena lagi.
Penularan
campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita
yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung
sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul
gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahabn dan berair, si kecilpun
merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam mulut muncul
bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami
diare. satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar
38-40,5 derajat celcius.
Seiring
dengan itu barulah muncul bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit
ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Awalnya haya
muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan
dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa
bagian tibih saja dan tidak banyak.
Jika
bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak
merah pun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi.
Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya.
Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari
sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini tetaplah meminum obat yang sudah diberikan
dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya bersifat
simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat ini,
belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika
tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi
komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain
bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.
Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru dan radang otak.
Komplikasi ini yang umumnya paing sering menimbulkan kematian pada anak.
Usia
dan Jumlah Pemberian Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6
tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi
dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak
usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada
usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella).
Efek Imunisasi dan KIPI
-
Efek Imunisasi
Imunisasi
memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi. Tetapi, orangtua masa
kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang mungkin
menimpa Si Kecil.
Pertahanan
tubuh bayi dan balita belum sempurna. Itulah sebabnya pemberian imunisasi, baik
wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk membangun pertahanan
tubuh. Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari berbagai penyakit yang
membahayakan jiwanya.
Di
lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping. Demam tinggi
pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was. Padahal, efek
samping ini sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin yang dimasukkan
ke dalam tubuh tengah bekerja. Namun, kita pun tidak boleh menutup mata
terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini bisa sangat berat, bahkan berujung
kematian. Realita ini, menurut Departemen Kesehatan
RI disebut "Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi"(KIPI). Menurut Komite Nasional Pengkajian dan
Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang
terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.
-
Tidak Ada yang Bebas Efek Samping
Menurut
Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi yang aman
tanpa efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia harus
diobservasi terlebih dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak
terjadi adanya KIPI (reaksi cepat).
Selain
itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk menghindari
adanya kerancuan antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan, maka
gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu.
"Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat. Dilihat dari
gejalanya pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan
saraf pusat, serta reaksi lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.
Pada
umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat gejalanya. Pada keadaan
tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (pasca-vaksinasi
rubella), bahkan 42 hari (pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga bisa
diakibatkan reaksi simpang (adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau
kejadian lain yang bukan akibat efek langsung vaksin, misalnya alergi.
"Pengamatan juga ditujukan untuk efek samping yang timbul akibat kesalahan
teknik pembuatan, pengadaan, distribusi serta penyimpanan vaksin. Kesalahan
prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang
timbul kebetulan," demikian Sri.
Penelitian
Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS, melaporkan, sebagian
besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan. "Kejadian yang memang akibat
imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan
atau pragmatic errors)," tukas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto
Mangunkusumo ini.
Stephanie
Cave MD, ahli medis yang menulis "Yang Orangtua Harus Tahu tentang
Vaksinasi Pada Anak" menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin
pada bayi dan anak-anak adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal
oleh pemerintah, pabrik vaksin, maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang
memiliki sikap "satu ukuran untuk semua orang" ini sangat berbahaya.
Karena, "Setiap anak adalah pribadi tersendiri, dengan bangun genetika,
lingkungan sosial, riwayat kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa
berefek terhadap cara mereka bereaksi terhadap suatu vaksin," demikian Cave .
-
Beberapa Kejadian Pasca-Imunisasi
Secara
garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi. Sebagian besar
ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut
ini beberapa faktor KIPI yang bisa terjadi pasca-imunisasi:
- Reaksi suntikan
Semua
gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik langsung
maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan
langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan.
Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual,
sampai sinkope atau pingsan.
- Reaksi vaksin
Gejala
KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya sudah diprediksi
terlebih dahulu karena umumnya "ringan". Misal, demam pasca-imunisasi
DPT yang dapat diantisipasi dengan obat penurun panas. Meski demikian, bisa
juga reaksi induksi vaksin berakibat parah karena adanya reaksi simpang di
dalam tubuh (misal, keracunan), yang mungkin menyebabkan masalah persarafan, kesulitan
memusatkan perhatian, nasalah perilaku seperti autisme, hingga resiko kematian.
- Faktor kebetulan
Seperti
disebut di atas, ada juga kejadian yang timbul secara kebetulan setelah bayi
diimunisasi. Petunjuk "faktor kebetulan" ditandai dengan ditemukannya
kejadian sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat, dengan
karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
- Penyebab tidak
diketahui
Bila
kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah
satu penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke kelompok "penyebab tidak
diketahui" sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya, dengan
kelengkapan informasi akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.
Efek
samping yang biasa terjadi adalah sebagai berikut:
- BCG: Setelah 2
minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan.
Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian
menjadi luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan
meninggalkan luka parut yang kecil.
- DPT: Kebanyakan
bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi
DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar
merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan
ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan
sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa
imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu
diulang.
- POLIO : Jarang
timbuk efek samping.
- CAMPAK : Anak
mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4–10 hari sesudah
penyuntikan.
- HEPATITIS : Belum
pernah dilaporkan adanya efek samping.
Perlu
diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit bila
bayi tidak diimunisasi.
KIPI
Yang Harus Dilaporkan 24 Jam Pasca Imunisasi
-Reaksi
anafilaktoid (reaksi hipersensitivitas akut).
-Anafilaksis.
-Menangis
yang tidak berhenti selama > 3 jam (persistent inconsolable screaming).
-Hypotonic
hyporesponsive episode
-Toxic
shock syndrome
KIPI
yang Harus Dilaporkan 5 hari pasca imunisas
-Reaksi
lokal hebat.
-Sepsis.
-Abses
pada bekas suntikan (infeksi / steril)
KIPI
yang Harus Dilaporkan 30 hari pasca imunisasi
-Ensefalopati.
-Kejang.
-Meningitis
aseptik.
-Trombositopenia.
-Lumpuh
layu (accute flaccid paralysis).
-Meninggal,
Dirawat di RS.
-Reaksi
Lokal yang hebat.
-Abses
di Daerah suntikan.
-Neuritis
Brakhial
KIPI
Yang Harus Dilaporkan 3 Bulan Pasca Imunisasi
-Lumpuh
layu (acute flaccid paralysis)
-Polio
4 – 30 hari.
-Neuritis
brakhialis.
-Tetanus
2 – 28 hari
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
- Jadwal Pelaksanaan
Field lab keterampilan imunisasi ini dilaksanakan
sebanyak dua kali yaitu pada hari Selasa, 12 April 2011, dan Selasa, 26 April 2011,
di Puskesmas Tangen,Sragen.
- Gambaran Umum Kegiatan
Pada hari pertama, Selasa,12 April 2011 kegiatan yang kami lakukan adalah pembekalan materi dan
teknis pelaksanaan keterampilan imunisasi oleh Ibu Sri Lestari
Amd Keb. instruktur
lapangan dari puskesmas Tangen. Materi yang diberikan meliputi:
1.
Jenis
vaksin yaitu: BCG, DPT, TT, DT, Polio, Campak, dan Hb.
2.
Penggolongan
vaksin.
3.
Peralatan
rantai vaksin
4.
Sasaran
program imunisasi
5.
Penatalaksanaan
KIPI
Selain memberikan materi seputar keterampilan imunisasi,
instruktur lapangan juga menjelaskan mengenai teknis pelaksanaan imunisasi di
Puskesmas Tangen. Penjelasan tersebut meliputi cara menghitung
jumlah sasaran, menentukan cakupan target, menghitung indeks pemakaian vaksin,
merencanakan kebutuhan alat suntik dan safety box, serta menghitung kebutuhan
peralatan rantai vaksin di Puskesmas Tangen.
Setelah
pembekalan materi,kami sekelompok melakukan presentasi tentang Imunisasi
Dasar,mulai dari jenis imunisasi hingga penanganan KIPI, yang juga disaksikan
oleh Kepala Puskesmas Tangen , dr.Triono Nugroho .
Setelah melakukan presentasi, instruktur lapangan memberi kesempatan pada mahasiswa
untuk melakukan observasi terhadap peralatan vaksin dan rantai vaksin yang ada
di Puskesmas tangen,
berupa Lemari Es, Vaccine Carrier, Termos, Cool Pack, Cold Box, dan Spuit. Instruktur
juga memperagakan langsung bagaimana prosedur dalam melakukan imunisasi.
Pada hari kedua, Selasa, 26 April 2011,
kami melihat langsung pelaksanaan imunisasi yang dilaksanakan di Kecamatan
Tangen,kali ini kelompok kami dibagi
menjadi 2,kebetulan praktikan berada di kelompok yang meninjau pelaksanaan imunisasi di desa Galeh.
Berikut merupakan langkah-langkah dalam pemberian vaksin:
1.
Mempersiapkan Sasaran
Mengatur
posisi untuk sasaran anak:
·
Mintalah
ibu untuk duduk dan memangku anaknya. Salah satu lengan ibu berada di punggung
anak dan salah satu lengan anak melilit pinggang ibu
·
Ibu
menyelipkan kaki anak diantara kedua pahanya agar tidak menimbulkan gerakan
yang membahayakan
·
Petugas
kesehatan tidak memegang anak dan memberitahu ibu jika akan memberikan suntikan
2.
Pemberian Vaksinasi BCG
2.1 Menyiapakan semprit
·
Ambil
semprit BCG, pasang jarumnya dan pastikan jarum terpasang dengan baik dan cukup
kuat
2.2 Mengisi semprit
·
Isaplah
vaksin BCG, dilebihkan sedikit dari dosis agar pada waktu membuang gelembung
udara jumlah vaksin menjadi tepat satu
dosis
2.3 Mengeluarkan gelembung udara
·
Peganglah
semprit seperti pada posisi merokok
·
Bila
udara telah terkumpul di bagian atas, doronglah piston sampai gelembung udara
dan sedikit vaksin keluar. Yakinkan semprit tidak bocor
2.4 Cara pemberian vaksinasi
·
Pemberian
vaksin BCG adalah secar intrakutan di sepertiga bagian lengan kanan atas lalu
bersihkan lengan dengan kapas yang dibasahi air
·
Peganglah
lengan kanan anak dengan tangan kiri, sehingga tangan penyuntik ada di bawah
lengan anak, lingkarkan ibu jari dan jari-jari ke lengan bayi dan regangkan
kulitnya
·
Pegang
semprit dengan tangan kanan, lubang jarum menghadap ke atas
·
Letakkan
semprit dan jarum hampir sejajar dengan lengan anak
·
Masukkan
ujung jarum ke dalam kulit. Jangan menekan terlalu dalam dan jangan mengarahkan
ujung jarum terlalu menukik.
·
Letakkan
ibu jari kiri di atas ujung barel, pegang pangkal barel di antara jari telunjuk
dan jari tengah, dan dorong piston dengan ibu jari tangan kanan
·
Suntikkan
0,05 cc vaksin, pada suntikan intrakutan akan terasa ada tekanan sehingga perlu
menekan piston lebih keras, kemudian cabut jarumnya.
·
Bila
cara menyuntik tepat, maka akan muncul benjolan di kulit yang bening dan pucat,
pori-pori kulit terlihat jelas
3.
Pemberian Vaksin DPT, TT, dan Hepatitis B
·
Pemberian
vaksin adalah secara intra muskulair, tempat yang paling baik adalah bagian
pertengahan paha anterolateral/bagian luar
·
Usaplah
sekitar kulit yang akan disuntik dengan kapas yang dibasahi air
·
Letakkan
ibu jari dan jari telunjuk pada sisi yang akan disuntik kemudian regangkan
kulit
·
Tusukkan
jarum tegak lurus ke bawah sampai masuk ke dalam otot
·
Tarik
piston sedikit untuk memastikan bahwa jarum tidak mengenai pembuluh darah
·
Dorong
pangkal piston dengan ibu jari untuk memasukkan vaksin, suntikkan pelan-pelan,
kemudian cabut jarumnya
4.
Pemberian Vaksin Campak
·
Pemberian vaksin adalah secar subkutan dalam, tempat yang disuntuk adalah
sepertiga lengan bagian atas/pertengahan muskulus deltoideus
·
Usaplah
sekitar kulit yang akan disuntik dengan kapas yang dibasahi air
·
Jepitlah
lengan yang akan disuntik dengan jari tangan kanan, seperti mencubit
menggunakanibu jari dan telunjuk
·
Masukkan
jarum ke dalam kulit yang dijepit dengan sudut kira-kira 30-45 derajat posisi
lengan, jangan menusuk terlalu dalam. Tahan pangkal piston dengan jari tangan
sambil menekan jarum ke dalam
·
Tarik
piston sedikit untuk meyakinkan bahwa jarum tidak kena pembuluh darah
·
Tekan
piston pelan-pelan dan suntukkan sebanyak 0,5cc
·
Cabut
jarumnya dan usap bekas suntikan dengan kapas yang dibasahi air
5.
Pemberian
Vaksin polio
·
Pemberian dilakukan secara oral
·
Dosis yang diberikan sebanyak 2 tetes
- Hasil Pengamatan
Di bawah ini adalah tabel yang berisi data mengenai bayi
yang melakukan
imunisasi di Desa Galeh,Kecamatan Tangen,Kabupaten Sragen pada hari Selasa, 26 April 2011.
No
|
Nama
|
Umur
(bulan)
|
Imunisasi yang diberikan
|
1
|
Rizma
|
2
|
BCG,Polio
|
2
|
Yesha
|
3
|
DPT,Polio
|
3
|
Wonda
|
2
|
DPT,Polio
|
4
|
Keisya
|
9
|
Campak,Polio
|
5
|
Syarifah
|
2
|
DPT,Polio
|
6
|
Tiara
|
4
|
DPT,Polio
|
7
|
Felisia
|
4
|
DPT,Polio
|
8
|
Pram
|
5
|
DPT,Polio
|
9
|
Dava
|
5
|
DPT,Polio
|
10
|
Fajar
|
1
|
BCG,Polio
|
11
|
Mila
|
1
|
BCG,Polio
|
12
|
Bilal
|
3
|
DPT,Polio
|
13
|
Dwi
|
4
|
DPT,Polio
|
14
|
Fahreza
|
2
|
BCG,Polio
|
15
|
Karunia
|
5
|
DPT,Polio
|
16
|
Churil
|
4
|
DPT,Polio
|
17
|
Yusuf
|
5
|
DPT,Polio
|
18
|
Khaja
|
4
|
DPT,Polio
|
19
|
Siti
|
9
|
Campak,Polio
|
20
|
Aida
|
2
|
DPT,Polio
|
21
|
Candra
|
4
|
DPT,Polio
|
22
|
Yuda
|
5
|
DPT,Polio
|
23
|
Jamaludin
|
1
|
BCG,Polio
|
24
|
Arif
|
4
|
DPT,Polio
|
25
|
Risa
|
7
|
DPT,Polio
|
26
|
Lutfiana
|
3
|
DPT,Polio
|
27
|
Elsa
|
9
|
Campak,Polio
|
28
|
Vino
|
2
|
DPT,Polio
|
29
|
Reyhan
|
3
|
BCG,Polio
|
30
|
Dahiya
|
1
|
BCG,Polio
|
31
|
Rais
|
3
|
DPT,Polio
|
32
|
Alvindra
|
3
|
BCG,Polio
|
33
|
Aryo
|
8
|
BCG,Polio
|
34
|
Chusna
|
1
|
BCG,Polio
|
35
|
Ahmad
|
1
|
BCG,Polio
|
Data
bayi dan balita yang diimunisasi
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam kegiatan Field Lab di Puskesmas,
setiap mahasiswa melakukan observasi terhadap pelaksanaan imunisasi. Di Puskesmas Tangen, program imunisasi dilaksanakan tidak
menentu,namun sudah ditentukan tanggalnya sebelumnya,hal ini bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas vaksin. Pelaksanaan
imunisasi diadakan oleh Bidan desa di kecamatan tangen.Setiap ibu dan balita yang hendak mendapatkan imunisasi
diwajibkan membawa buku pemantauan ibu hamil dan balita. Hal ini bertujuan agar bidan yang memeriksa dapat mengetahui dan mengecek kembali imunisasi yang
pernah diberikan sebelumnya. Tujuannya untuk meminimalisasi kekeliruan
pemberian imunisasi pada usia balita yang bersangkutan.
Imunisasi dasar BCG diberikan pada bayi yang baru lahir
atau maksimal pada usia 1 bulan. Vaksin BCG merupakan salah satu vaksin yang
memiliki bentuk sediaan kering. Jadi, vaksin tersebut harus dilarutkan
menggunakan diluent khusus BCG
menggunakan alat suntik oplos. Satu kemasan vial BCG dapat digunakan kira-kira
untuk 20 anak. Namun, pada
praktek di lapangan, 1 sediaan BCG hanya dapat dipakai untuk 7 anak, hal ini
terjadi karena adanya vaksin yang terbuang ketika membuang gelembung dari
semprit atau terbuang saat mencocokkan dosis pemberian. Vaksin BCG yang telah
dilarutkan hanya bisa digunakan untuk satu kali kegiatan dan bila bersisa harus
dibuang karena vaksin BCG hanya boleh
digunakan tidak lebih dari 3 jam setelah dilarutkan.
Vaksin BCG diberikan secara intrakutan pada sepertiga
bagian lengan kanan atas. Jarum spuit
dimasukkan ke dalam kulit dengan posisi sejajar lengan anak. Efek nyata yang
timbul adalah adanya indurasi yang berwarna pucat dan bening pada bagian atas
tempat penyuntikan. Hal ini masih berada dalam batas wajar dan akan menghilang
dalam waktu beberapa jam. Ketika membersihkan lengan yang akan disuntik,
dianjurkan untuk menggunakan air bersih karena penggunaan alkohol atau desinfektan
dapat merusak vaksin BCG.
Imunisasi dasar yang lain adalah imunisasi campak yang
idealnya diberikan pada bayi berusia 9 – 11 bulan. Sediaan vaksin campak juga
berbentuk kemasan kering seperti BCG. Jadi, harus dilarutkan menggunakan diluent khusus vaksin campak sebanyak 5
ml dan satu kemasan vial vaksin campak ini berisi 10 dosis
vaksinasi, namun pada prktek dilapangan, hanya dapat dipakai untuk ± 5 anak. Vaksin campak diberikan secara subkutan pada sepertiga
bagian lengan atas. Namun,
suntikan vaksin campak ini tidak menimbulkan indurasi seperi pada BCG.
Sementara itu, imunisasi dasar DPT pada balita biasanya
digabung dengan imunisasi Hepatitis B menggunakan vaksin DPT Combo. Vaksin
campuran ini disebut vaksin DPT-HB karna nama COMBO adalah nama merek, sehingga
sekarang tidak lagi disebut demikian. Vaksin DPT Combo ini diberikan sebanyak 3
kali dengan interval waktu 1 bulan pada bayi berusia 2 – 9 bulan. Sediaan
vaksin DPT Combo adalah sediaan cair dengan satu kemasan vial 5 ml kira-kira
untuk 8 – 10 suntikan vaksin. Vaksin
DPT Combo disuntikkan secara intramuskuler pada bagian pertengahan paha
anterolateral (paha bagian luar). Variasi
tempat pemberian suntikan ini dimaksudkan untuk membedakan suntikan vaksin satu
dengan yang lain. Vaksin ini
diberikan untuk membentuk antibodi terhadap bakteri dipteri, pertusis, dan
tetanus, serta Hepatitis B. Namun, pada bayi baru lahir (0-7 hari) diberikan
vaksin Hb 0 yang menggunakan suatu suntikan khusus sekali pakai.
Imunisasi dasar yang terakhir adalah vaksin polio yang
diberikan per oral atau Oral Polio
Vaccine (OPV). OPV harus diberikan sebanyak 4 kali sebelum bayi berumur 1
tahun. Satu kemasan vial OPV yang dilengkapi pipet tetes berisi 1 ml vaksin
cair atau kurang lebih 20 tetes. Dosis OPV per anak adalah 2 tetes, jadi satu
vial OPV cukup untuk sekitar 10 anak, namun pada kenyataan di lapangan, 1 vial
OPV hanya dapat dipakai untuk 7 anak.
Vaksin diberikan pada umur-umur tertentu sebab saat janin
dan neonatus belum mempunyai kelenjar getah bening yang berkembang kecuali
timus. Janin dapat membentuk IgM pada gestasi 6 bulan. Kemudian kadar
IgM meningkat secara perlahan waktu lahir. Sedangkan IgG didapatkan dalam janin
sekitar gestasi bulan ke-2 berasal dari ibu yang ditransfer melalui plasenta,
bersifat antitoksik, antivirus, dan antibakterial. Kadar IgG meningkat dan
mencapai puncaknya sekitar gestasi bulan ke-4. Namun setelah lahir, kadar IgG
menurun perlahan bila bayi mulai membuat antibodinya sendiri. Di samping
memberi perlindungan kepada bayi terhadap infeksi atau toksin, antibodi Ibu
dapat pula mengurangi respons terhadap antigen (vaksin). Oleh karena itu pemberian berbagai imunisasi dengan
vaksin yang berbeda-berbeda pula pada saat janin berusia tertentu.
Ketika akan menerima pemberian imunisasi, dianjurkan anak
dalam keadaan sehat, tidak demam, dan tidak ada keluhan apapun. Hal ini
dilakukan untuk menghindari kejadian ikutan yang tidak diharapkan. Karena,
walaupun demam/panas adalah reaksi normal imunisasi, orang tua balita pasti
akan marah atau tidak terima bila anaknya yang sedang tidak sehat malah jadi
demam setelah imunisasi. Jadi, untuk menghindari hal tersebut, si balita harus
dalam keadaan sehat. Setiap selesai memberi imunisasi, seorang petugas
kesehatan perlu memberikan edukasi kepada orang tua anak agar orang tua tidak
khawatir saat anaknya demam. Dan juga agar orang tua dapt langsung tanggap
untuk membawa anaknya ke dokter bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Orang tua juga perlu diberi obat penurun panas sebagai persiapan apabila
anaknya demam cukup tinggi dan tidak segera turun dalam waktu 24 jam.
BAB V
PENUTUP
Setelah melaksanakan field lab pada hari Selasa, 12 dan 26
April 2011
, bertempat
di Puskesmas Tangen,Sragen dapat diambilkan kesimpulan bahwa kegiatan berjalan
cukup lancar. Hal ini didukung adanya partisipasi dari mahasiswa yang berusaha
sebaik mungkin untuk dapat
memperhatikan dan memahami cara pemberian
vaksin. Selain itu, staf puskemas juga telah banyak membantu dengan memberikan
informasi secara jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Field Lab FK UNS. 2010.
Ketrampilan Pemantauan Status Gizi Balita
dan Ibu Hamil. Surakarta: Tim Field Lab FK UNS.
http://vinadanvani.wordpress.com/2008/02/20/jenis-imunisasi-yang-diawajibkan-dan-dianjurkan/. Jenis Imunisasi yang
Diwajibkan dan Dianjurkan . Akses 5 Mei 2011.
Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Jadwal Imunisasi Anak
2010 . Akses 5 Mei 2011.
http://kompael.wordpress.com/2010/08/26/kipi/.
Kegiatan Penanggulangan
Kasus KIPI di Puskesmas Muka Payung. Akses 5
Mei 2011.
Baratawidjaja, KG,2009, Imunologi
Dasar, edisi ke 8, Badan Penerbit FK UI, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar